Berita Malang

Orangtua Sebaiknya Tidak Mudah Upload Foto Anak di Media Sosial, Kenali Bahaya yang Mengintai

Penulis: Benni Indo
Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi - orangtua sebaiknya jangan unggah foto anak di media sosial

TRIBUNMADURA.COM, BATU – Sebaiknya, orangtua tidak begitu mudah memamerkan foto anak di media sosial.

Sebab, dikhawatirkan, foto anak yang diunggah di media sosial digunakan secara ilegal oleh orang tak bertanggung jawab.

Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Widyagama Malang, Zulkarnain mengatakan, begitu orang tua mengunggah foto anaknya ke media sosial, maka foto itu bisa diakses oleh publik.

Baca juga: Berkat Hobi Nonton YouTube, Warga Ponorogo ini Raih Omzet Puluhan Juta Hasil Jualan Truk Oleng

Baca juga: Daftar Orang yang Berisiko Kena Penyakit Ginjal, Simak Langkah Deteksi Dini Cegah Gangguan Ginjal

Dengan begitu, kata Zulkarnain, orang lain bisa memiliki foto tersebut.

“Ketika mengunggah foto anak dan keluarga ke publik, maka ini bukan sudah milik pribadi, milik publik," kata Zulkarnain etelah mengisi acara Ngobrol Pintar (Ngopi) Sekolah Srikandi Desa bertemakan ‘Cerdas Bermedsos: Saring sebelum Sharing, sembarang Sharing, Tanggung Risiko Hukumnya’, Rabu (11/3/2021). 

"Misal foto anak kita ginuk-ginuk cantik, bisa dimanfaatkan untuk iklan, maka mereka untung, sedangkan kita tidak,” paparnya.

Ia mencontohkan kasus di Benua Eropa. Bagaimana orang begitu terobsesi untuk mendapatkan foto anaknya Wayne Rooney, mantan pesepakbola asal Inggris.

Pasalnya, ada pihak-pihak yang berani bayar mahal bagi mereka yang bisa mendapatkan foto anaknya Rooney saat awal-awal kelahiran.

“Jadi, semua yang diposting ke ranah publik, maka menjadi milik publik. Selama tidak mencemarkan nama baik, itu tidak melanggar hak pribadi," ungkap dia.

"Misal bisa menyebut sumber foto itu saja sudah selesai. Namun juga berpotensi disalahgunakan oleh pihak lain,” katanya.

Penyalahgunaan inilah yang akan merugikan, terutama orangtua.

Baca juga: Kabar Gembira, Uang Insentif Guru Ngaji dan Guru Sekolah Minggu di Kota Blitar Naik Rp 100 Ribu

Zulkarnain menegaskan, sekalipun yang dilakukan oleh pihak tertentu tentang foto anak sudah benar.

Namun tidak ada keuntungan bagi orang tua. Apalagi yang sampai merugikan nama baik keluarga.

“Sekalipun dibenarkan itu kita rugi, apalagi yang disalahgunakan. Sekalipun bisa lapor, tapi kan akan habis waktu, tenaga dan biaya," ucap dia.

"Maka perlu membatasi kecuali jika memang sudah disadari risikonya,” terangnya.

Ia juga menegaskan, UU ITE tidak serta merta ujuk-ujuk ingin membawa orang ke ranah pidana dan memenjarakan orang.

Tujuan UU ITE bukan untuk menakut-nakuti rakyat, melainkan untuk menghindari maupun mengurangi potensi pelanggaran dalam transaksi elektronik.

“Saya mengkampanyekan ini karena tujuannya kan untuk menghindari dan mengurangi, bukan menakut-nakuti masyarakat," tukas dia.

"Maka tadi saya sampaikan juga terkait mens rea atau niat batin. Artinya apa, jangan sedikit-sedikit lapor pidana, urusan polisi. Bahwa jika tidak ada niat batin, jangan buru-buru berurusan dengan polisi,” paparnya.

Dijelaskannya, pidana adalah senjata pamungkas dan pilihan terakhir atau ultimum remedium.

Pelaku dan korban perlu dipertemukan dulu dalam sebuah mediasi.

“Kalau dengan cara kekeluargaan selesai, kenapa harus ke polisi? Hukum pidana itu senjata pamungkas. Kalau misalnya privat, maka deliknya aduan," tuturnya.

" Aparat penegak hukum tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengurusi hal-hal seperti itu, maka kata kuncinya adalah mens rea,” paparnya.

Inisiator Sekolah Srikandi Desa (SSD), Salma Safitri menjelaskan, perempuan harus melek transaksi elektronik.

Keberadaan internet harus dimanfaatkan dengan baik, terutama untuk mengetahui hak-hak perempuan.

Salma mendorong perempuan agar bisa mengetahui hak-hak dari lingkungan terdekat, misal desa tempat ia tinggal.

Sebenarnya, kata Salma, banyak hak-hak perempuan di tingkat desa, namun belum terpenuhi dengan baik.

“Konsepnya adalah perempuan perlu pengetahun untuk mengakses hak-haknya. Contoh UU Desa memberikan hak perempuan untuk ikut Musrenbang Desa. Kebanyakan tidak tahu dan tidak diberitahu ke perempuan atau perempuan tidak mengaksesnya secara mudah,” terangnya.

Acara yang berlangsung di Pendopo Balai Desa Giripurno itu diikuti oleh 25 peserta perempuan dari Desa Giripurno.

Salma memang menargetkan peserta yang rumahnya dekat dengan diselenggarakannya acara.

Selama ini, sudah ada tujuh desa yang menjadi tempat penyelenggaraan yakni Songgokerto, Sidomulyo, Gunungsari, Bulukerto, Giripurno, Tlekung dan Sumberejo.

“Sekolah Srikandi Desa ini pendidikan non formal yang diberikan kepada ibu desa di atas usia 18 tahun. Materinya pengetahuan praktis, strategis, keterampilan dan upaya pengembangan ekonomi melalui koperasi,” paparnya.

Pertemuannya seminggu sekali. Dalam sebulan bisa sampai tiga kali pertemuan dengan durasi dua jam.

Dipaparkan Salma, potret perempuan di Kota Batu adalah 70 persen tamat SMP, lalu kasus kawin muda atau terpaksa kawin akibat pergaulan bebas.

“Perempuan Batu juga belum sadar akan kepentingan mereka terhadap kualitas lingkungan di Batu. Batu ini sumber air, perempuan harus punya kesadaran menjaga lingkungan," ucap dia.

"Pertanian yang luas semakin berkurang saat ini, nah itu juga harus disadari oleh ibu-ibu konsekuensinya apa. Seharusnya perempuan kritis terhadap ini agar dapat mempertahankan tanah supaya tidak dialihfungsikan,” terang aktivis perempuan dan anak ini. (Benni Indo)

Berita Terkini