Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ali Hafidz Syahbana
TRIBUNMADURA.COM, SUMENEP - Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Ideologi DPC PDI Perjuangan Sumenep, Darul Hasyim Fath terlibat perdebatan sengit dengan Sulaisi Abdurrazaq dalam acara "Debat Terbuka Kubu Paslon Final dan Kubu Paslon Faham" membedah visi-misi pada Selasa (24/9/2024) di El Malik Hotel Pukul 19.00 WIB.
Dalam sesi membantah dan menjawab, Sulaisi Abdurrazaq (Advokat, Alumni Pasca Sarjana Ilmu Politik UI) dari kubu Final ini menyinggung soal incumbent yang masih berkuasa dan terkait Perda RTRW tahun 2023 sebelum berubah.
Bahkan, menantang Darul Hasyim Fath untuk menjawab terkait Perda RTRW sebelum berubah.
Bahkan mempertanyakan di pusat kota ada pembangunan hotel besar dan mewah.
"Pembangunan hotel besar itu dalam perspektif saya bertentangan dengan Perda nomor 12 dan 13, saya sebut lokasinya dekat dengan hotel Musdalifah."
"Dalam perspektif saya itu bertentangan, bahkan 2021 bupati didemo soal tambang fosfat. Dan itu juga ada dan dibahas dalam perda RTRW," paparnya.
Soal tambang fosfat itu dinilai merusak lingkungan dan memberi ruang - ruang bagi pengusaha untuk mengeksploitasi tambang fosfat.
Maka mahasiswa, pemuda, aktivis dan masyaih berdemo.
"Tetapi DPR mereka berkomplot, ini berkaitan perda RTRW dan ingin saya tanyakan DPR apa yang dilakukan," tenya Sulaisi Abdurrazaq.
Menanggapi hal itu, Darul Hasyim Fath menilai tidaklah baik berdiskusi dan berargumentasi dengan nuansa demikian.
Bahkan lanjutnya, jika serius apa yang disampaikan terkait tata kota tersebut ditunggu tindak lanjut ke DPRD.
"Jika serius menjadi soal dan serius barang itu disoal, anda melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menjadi pengusung kandidat saudara dukung, ajukan interpelasi ke DPR," tantang Darul Hasyim Fath dengan suara riuh tepuk tangan penonton.
Tidak bisa kata Legislator Pulau Masalembu ini mengagitasi publik, supaya publik menyalah pahami apa yang sudah dipahami.
RTRW yang disampaikan Sulaisi Abdurrazaq, ia mengaku paham maksudnya, dan hal itu menjadi urusan pengadilan atas praktek oligarki domestik.
"Saya mengerti maksud saudara, tapi tolonglah argumentasinya disodorkan. Misal rumah sakit, adakah di kabupaten ini yang tidak setuju Pak Said (MH Said Abdullah) bangun rumah sakit, rasanya tidak."
"Adakah di kabupaten ini yang tidak setuju Pak Said memperbaiki jalan di sekitar rumah sakit, rasanya tidak ada," tuturnya.
"Belum pula kita tidak tahu kalau rumah sakit itu selesai, pak Said gratiskan semua. Kan kita tidak tahu juga."
"Jadi, menyalah pahami ini konsekuensi paling dekat dengan cara berfikir tidak lengkap," kata Darul Hasyim Fath.
"Jadi kalau serius barang ini jadi soal, dorong dengan interplasi dan kita tarung di parlemen. Karena tidak bisa ber-agitasi, mempropaganda semua urusan seolah-olah rezim ini tak ada benarnya," paparnya.
Jika soal pengentasan kemiskinan yang disinggung M Khalqi KR (kubu Final) hasil dari kreatif setiap individu di perantauan, Darul Hasyim Fath mengakuinya.
Tetapi jika pemerintah daerah tidak berpangku tangan, tidak begitu juga.
RTRW itu dibuat kata politisi PDI P yang dibesarkan dari tradisi Bugis dan Madura ini, melalui asas-asas legal drafting dan salah satu asasnya mutatis mutandis.
"Jadi tidak ada satupun perda yang disahkan, diterbitkn registernya oleh pemerintah Provinsi, sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, sebagai perwujudan dari sistem pemerintahan dekonsentrasi menerbitkan peraturan daerah yang dianggap melawan undang-undang diatasnya," papar pria asal Desa Masalima, Kecamatan Masalembu ini.
"Jadi RTRW terbaru itulah yang berlaku dan sesuai dengan asas mutatis mutandis," tutur pendiri Yayasan Pusat Studi Bung Karno (YPSBK) Madura ini.
Ikuti berita seputar Pilkada Sumenep 2024