Berita Terkini Bangkalan

Telegram Panglima TNI Tentang Pengamanan Kejaksaan, Dosen FH UTM: Tak Ada Ampun Bagi Koruptor

Penulis: Ahmad Faisol
Editor: Taufiq Rochman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TELEGRAM PANGLIMA TNI - Dosen Fakultas Hukum Bidang Ilmu Legal Policy Universitas Trunojoyo Madura, Dr Nurus Zaman, SH, MH berharap upaya law enforcement atau penegakan hukum melalui dukungan pengamanan personil TNI di lingkungan kejaksaan seluruh Indonesia, harus dijelaskan secara utuh. Sehingga tidak menimbulkan beragam spekulatif dan tidak mencederai tugas TNI sebagai alat yang berperan dalam menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, melindungi bangsa dan negara dari ancaman.

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol

TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Perintah Penyiapan dan Pengamanan Personil TNI untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh wilayah Indonesia dituangkan Panglima TNI melalui Telegram Nomor TR/422/2025 tertanggal 5 Mei 2025. Disebutkan pula, perintah kepada jajaran untuk menyiapkan, mengerahkan personil, dan perlengkapannya.

Belakangan beredar di kalangan wartawan salinan dokumen Telegram Nomor ST/1192 dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang ditujukan kepada para Pangdam sejak Sabtu (10/5/2025). Personil yang diminta disiapkan dan dikerahkan adalah satu Satuan Setingkat Peleton (30 personil) untuk pengamanan Kejati dan satu regu (10 personil) untuk melaksanakan pengamanan Kejari.

Dosen Fakultas Hukum Bidang Ilmu Legal Policy Universitas Trunojoyo Madura, Dr Nurus Zaman, SH, MH dalam pendapatnya mengungkapkan, TNI sebagaimana diketahui bersama merupakan alat negara yang berperan dalam menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, melindungi bangsa dan negara dari ancaman.

Menurutnya, memberikan back up harus terlebih dahulu dipahami dalam artian seperti apa?. Apabila kembali kepada nilai dasar atau tugas TNI sebagai pertahanan dan keamanan, ia berkeyakinan bahwa maksud dari Panglima TNI itu adalah proses dari setiap proses law enforcement atau penegakan hukumnya.

“Meski saya belum membaca telegramnya, mungkin bukan memback up dalam artian kepentingan-kepentingan personal. Karena ini sudah bicara institusi, kurang lebih memberikan back up ketika Kejati atau Kejari dalam upaya pengungkapan kasus,” ungkap Dr Nuruz kepada Tribun Madura, Senin (12/5/2025).

Ia menilai, sampai hari ini TNI masih bersih dan rating netralitasnya masih tinggi meskipun belakangan, muncul 300 sekian purnawirawan yang memang bukan merepresentasikan institusi TNI, ikut cawe-cawe dalam politik. Seperti halnya rekomendasi pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.   

Disinggung apakah terbitnya telegram Panglima TNI itu melangkahi kewenangan pihak kepolisian?, atau merupakan buntut dari merebaknya kabar Anggota Densus 88 menguntit Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Ardiansyah di Jakarta pada Mei 2024 silam?.  

“Saya melihat ini sudah jelas lingkung kewenangannya. Memang pada masalah-masalah tertentu,  kewenangan kejaksaan sama dengan kepolisian dalam bidang tindak pidana korupsi semisalnya. Mereka sama-sama mempunyai kewenangan penegakan hukum,” jelas Dr Nuruz.

Namun yang berbahaya adalah, lanjutnya, ketika ada upaya dari pihak-pihak yang ingin menggiring atau membenturkan dua institusi TNI dan Polri. Meski Dr Nuruz sejauh ini tidak melihat ke arah tersebut.

“Ini TNI, bukan yang lain. Selama ini netralitas TNI ratingnya kan masih tinggi, kecuali seandainya kepolisian yang mencoba itu, beda pembahasan,” tegas Dr Nuruz.

Dalam salinan dokumen telegram yang beredar, dibubuhi cap KSAD dan bertanda tangan Asisten Operasi (Asops) KSAD Mayjen TNI Christian K Tehuteru.

Dalam instruksi selanjutnya, personil yang ditugaskan berasal dari Satuan Tempur (Satpur) dan Satuan Bantuan Tempur (Banpur) di wilayah jajaran masing-masing dengan ketentuan penugasan rotasi per bulan.

Juga disebutkan apabila mereka tidak dapat memenuhi sesuai kebutuhan personil pengamanan, maka diinstruksikan untuk berkoordinasi dengan satuan TNI AL dan TNI AU di wilayah masing-masing.  

Dalam benaknya, Dr Nuruz berspekulasi bahwa munculnya telegram itu merupakan satu rangkaian karena Presiden RI saat ini adalah Prabowo Subianto dengan latar belakang militer.

Sehingga sangat diharapkan peran TNI untuk all out dalam upaya mendukung law enforcement atau penegakan hukum di bidang tertentu.  

“Artinya satu komando kan sampai ke bawah. Tanpa diminta pun oleh Pak Prabowo, kan mereka TNI pasti memback up presiden. Sedangkan di bidang tindak pidana korupsi, presiden sudah berkali-kali menyampaikan tidak ada ampun bagi koruptor. Bahkan presiden sempat memberikan jalan tengah, ‘kembalikan uang rakyat yang diambil’. Ini kan sesuatu yang enak didengar oleh kita,” papar Dr Nuruz.

Dikutip dari Tribunnews.com edisi Minggu (11/5/2025) terbitan pukul 15:42 WIB, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi menyatakan, surat telegram itu merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin, dan preventif, sebagaimana yang juga telah berjalan sebelumnya.   

Kerja sama itu mencakup di antaranya delapan poin; pertama pendidikan dan pelatihan. Kedua, pertukaran informasi untuk kepentingan penegakan hukum. Ketiga, penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.

Keempat, penugasan jaksa sebagai supervisor di Oditurat Jenderal TNI. Kelima, dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan.

Keenam, dukungan kepada TNI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, meliputi pendampingan hukum, bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi, penegakan hukum, serta tindakan hukum lainnya;

Ketujuh, pemanfaatan sarana dan prasarana dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai kebutuhan.

Dan Kedelapan, koordinasi teknis penyidikan dan penuntutan serta penanganan perkara koneksitas.

“Semisal TNI nantinya mempunyai hak terkait penyidikan-penyidikan, secara pribadi saya tidak sepakat. Cukuplah polisi yang dipertegas aturan mainnya, kejaksaan yang dipertegas aturan mainnya. TNI cukuplah fokus kepada tugas kekuasaan semula, yakni pertahanan dan keamanan negara,” ujar Dr Nuruz.  

Karena itu, lanjutnya, back up atau dukungan terhadap kejaksaan itu memerlukan penjelasan yang bersifat pasti, tepat, dan jangan sampai penjelasannya menjadi boomerang sehingga tidak menimbulkan beragam perspektif dari masyarakat.

“Kepastiannya harus jelas, agar tidak menciptakan ambiguitas,” pungkas Dr Nuruz.

Berita Terkini