TRIBUNMADURA.COM - Inilah ending kasus Ismanto yang viral di media sosial.
Kasus Ismanto mencuat seusai dirinya tiba-tiba didatangi petugas pajak, dan ditagih sebesar Rp2,8 miliar.
Lalu seperti apa ending kasusnya?
Simak selengkapnya di sini!
Jantung Ismanto nyaris copot kala petugas pajak datang menagih uang miliaran rupiah.
Rumahnya di Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Pekalongan itu seolah menjadi bukti.
Bagaimana tidak?
Kediaman sederhana itu menunjukkan bahwa Ismanto tak mungkin bisa melakukan transaksi hingga terkena pajak Rp2,8 miliar.
Apalagi pekerjaannya selama ini hanyalah tukang jahit.
"Saya kaget, karena saya cuma buruh jahit lepas," ungkap Ismanto, yang didampingi istrinya, Ulfa (27), Jumat (8/8/2025).
Petugas pajak bahkan turut bingung melihat rumahnya pada Rabu (6/8/2025).
Rumah kecil pria berusia 32 tahun itu terletak di ujung gang sempit yang hanya dilalui sepeda motor dengan lebar gang 1 meter.
"Kok rumah saya yang seperti ini bisa kena tagihan pajak miliaran rupiah," tambahnya, melansir dari Kompas.com.
Ismanto juga selalu hidup sederhana. Bisnis kecil-kecilannya tak pernah memiliki transaksi miliaran rupiah.
"Tidak pernah punya usaha besar, apalagi sampai transaksi beli kain dalam jumlah besar seperti itu," lanjutnya.
Sebab itu, dia langsung menyampaikan keberatan terhadap tagihan pajak itu.
"Saya sudah bilang, saya tidak pernah melakukan transaksi pembelian kain, pinjaman online, atau pinjaman lain apa pun," tegasnya.
Ismanto meyakini bahwa identitasnya telah disalahgunakan.
Dugaannya benar setelah dirinya mendatangi kantor pajak di Pekalongan.
Dia klarifikasi dan menegaskan bahwa dia bukan pihak yang melakukan transaksi pembelian tersebut.
Dari penjelasan kantor pajak, identitasnya diduga disalahgunakan.
Ia berharap tak ada lagi kasus seperti yang dialaminya. Identitasnya juga tak lagi disalahgunakan.
Kepala KPP Pratama Pekalongan, Subandi, membenarkan kejadian itu.
Namun, petugasnya tak menagih melainkan klarifikasi atas data transaksi yang tercatat dalam sistem administrasi pajak.
"Bukan menagih," ujar Subandi.
Subandi menjelaskan bahwa dalam data administrasi di kantornya tercatat transaksi atas nama Ismanto senilai Rp 2,9 miliar.
"Itu nilai transaksinya, bukan pajaknya," tambahnya.
Menurut Subandi, data dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2021 menunjukkan bahwa NIK (Nomor Induk Kependudukan) milik Ismanto digunakan dalam transaksi dengan salah satu perusahaan, sehingga petugas perlu melakukan verifikasi.
Ia menambahkan bahwa kunjungan ke rumah Wajib Pajak dilakukan oleh empat petugas yang semuanya dibekali surat tugas resmi.
Saat petugas pajak mendatangi rumahnya, Ismanto mengakui bahwa NIK yang tercantum dalam dokumen tersebut memang miliknya.
Namun, ia membantah pernah melakukan transaksi pembelian kain dalam jumlah besar atau memiliki usaha dengan skala miliaran rupiah. Ada dugaan kuat, pihak lain menggunakan NIK Ismanto.
Menanggapi hal ini, Subandi berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan ini.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjaga identitas pribadi.
"Jangan sembarangan meminjamkan KTP atau NPWP kepada orang lain. Jika menerima surat dari kantor pajak, segera lakukan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman," pungkasnya.
Sementara itu, warga Lamongan, Jawa Timur, Alfiyah Nimah, berinisiatif mengajukan gugatan terhadap Gubernur Khofifah.
Dia merasa tertarik dengan kebijakan pengampunan tunggakan pajak kendaraan bermotor yang diinisiasi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Sidang perdana digelar Rabu (30/4). Namun, sidang pertama itu ditunda karena Biro Hukum Provinsi Jawa Timur yang datang mewakili Gubernur Khofifah belum mengantongi surat kuasa.
Mochammad Sholeh, kuasa hukum Alfiyah Nimah, menjelaskan alasan gugatan tersebut.
Ia berpendapat bahwa penghapusan denda pajak merupakan kebijakan yang sangat pro-rakyat, sebab kondisi ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Sholeh juga menambahkan bahwa berdasarkan pantauan media sosial, banyak warga Jawa Timur menginginkan kebijakan serupa yang mencakup kendaraan roda dua dan empat, termasuk pokok pajak, denda, balik nama, dan pajak progresif.
“Karena faktanya sekarang ekonomi sedang tidak baik-baik saja, masyarakat banyak yang tidak membayar pajak bukan karena tidak mau, tetapi memang lagi tidak punya uang,” ujar Sholeh.
Sholeh juga menyoroti isu korupsi yang terjadi di Jawa Timur. Banyaknya temuan kasus memicu persepsi negatif di masyarakat tentang pentingnya membayar pajak.
Beberapa solusi alternatif juga telah disiapkan. Apabila Gubernur Khofifah keberatan, maka pengampunan pajak hanya dikhususkan bagi kendaraan di bawah 2000 cc.
Sebab pemilik kendaraan di bawah 2000 cc umumnya kalangan masyarakat menengah ke bawah.
"Tentu tidak adil mobil Mercy dibeli dengan harga miliaran tapi bayar pajak tidak mau. Apalagi mobil mewah jenis Porshe, Ferrari kalau tidak diberi pengampunan masyarakat ke bawah ya gak bingung, wong selama ini hanya bisa lihat di TV. Harapannya Gubernur Khofifah bijak," ucap Sholeh.
Sementara itu, Adi Sarono Kepala Biro Hukum Provinsi Jawa Timur mengatakan bahwa hari itu datang ke sidang untuk mewakili Gubernur Khofifah mengadvokasi kepentingan masyakarat Jawa Timur. Namun, ia mengaku untuk sementara belum bisa memberi komentar tentang substansi perkara karena belum menerima secara formal naskah gugatan.
"Saya belum layak menyampaikan isinya, kami akan mengikuti persidangan gugatan akan disampaikan pada sidang berikutnya. Dan saat itulah kami baru bisa mengetahui," terang Adi Sarono.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com