Berita Pamekasan

Kisah Chandra Kirana Guru yang Ingin Seni Batik Mendunia, Satu Karyanya Sudah Jadi Hak Paten

Karya seni membatik menjadi hal yang istimewa bagi Chandra Kirana (52), guru Mata Pelajaran (Mapel) biologi di salah satu Madrasah Aliyah Negeri

Penulis: Kuswanto Ferdian | Editor: Aqwamit Torik
TRIBUNMADURA.COM/KUSWANTO FERDIAN
Chandra Kirana, saat melatih murid membatik di rumahnya di Jalan Agus Salim, Gang V, Nomor 53, Kabupaten Pamekasan, Jumat (22/2/2019). 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Kuswanto Ferdian

TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Karya seni membatik menjadi hal yang istimewa bagi Chandra Kirana (52), guru Mata Pelajaran (Mapel) biologi di salah satu Madrasah Aliyah Negeri di Pamekasan, Jumat (22/2/2019).

Disela-sela kesibukannya sebagai guru, Chandra selalu menggelorakan semangat mencintai batik kepada para siswanya serta masyarakat umum.

Ia selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa pengrajin batik untuk belajar tentang batik tulis.

Jembatan Penghubung Dua Kecamatan di Tuban Terputus karena Usia, Akses Jadi Tersendat

Guru IM Mangkir Panggilan Penyidik Polres Malang Kota, Polisi Siap Kirim Surat Panggilan Kedua

Tak Disahkan DPRD Pamekasan, Wakil Bupati Pamekasan Akan Koreksi RPJMD yang Dianggap Data Lama

“Gak tahu juga ya, rasanya kok tiba-tiba saya mulai kepincut terhadap dunia batik,” kata Chandra, Jumat (22/2/2019).

Kecintaannya terhadap batik bermula sejak tahun 2007. Ketika itu, Pemkab Pamekasan menggelar karnaval penampilan prosesi batik. Ia pun mulai tertarik untuk mempelajari batik tulis.

“Disitulah awal ketertarikan saya pada batik,” ucapnya.

Dua tahun kemudian, Pemkab Pamekasan dicanangkan sebagai kabupaten batik. Ia menyarankan sekolahnya agar menggunakan Muatan Lokal (Mulok) batik.

Atasi Masalah Mata Panda dan Kantung Mata di Larissa Aesthetic Center, Harganya di Bawah Rp 300 Ribu

Pengamen Jalanan di Simpang Jokotole Pamekasan Bandel, DPRD Minta Satpol PP Gelar Razia

Pembuatan RPJMD Kabupaten Pamekasan Dinilai Tak Serius, DPRD Pamekasan Tolak Mengesahkan, Alasannya?

Semua siswa kelas X diwajibkan untuk menekuni batik tulis. Sedangkan kelas XI, dan Kelas XII, diwajibkan untuk mendalami desain dan keterampilan menjahit.

Rupanya, inisiasinya berbuah manis. Beberapa alumni tempat ia mengajar, kini menjadi pengrajin batik lokal di Pamekasan.

“Tentunya bangga dong, punya siswa yang juga pandai membatik,” katanya penuh semangat.

Semangat perempuan yang tinggal di Jalan Agus Salim, Gang V, Nomor 53 ini berlanjut sejak bergabung dengan Komunitas Batik Jawa Timur (Kibas) pada tahun 2011.

Banyak ilmu yang didapatnya dari Kibas, mulai dari motif khas Jatim hingga Jateng. Bahkan ia sengaja mengumpulkan beberapa referensi buku tentang batik.

“Semacam ada bisikan nurani agar saya selalu bergelut dengan batik,” ujarnya.

Perjuangan perempuan yang masih tercatat sebagai salah satu penyiar radio lokal di Pamekasan, berbuah hasil. Empat tahun kemudian, ia meraih juara harapan lomba batik tulis tingkat guru se-Jatim.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved