Kasus Korupsi
Rekanan Penting PT Dok dan Perkapalan Surabaya Jadi Tersangka, Kejati Jatim Langsung Menahannya
Rekanan Penting PT Dok dan Perkapalan Surabaya Ditetapkan Tersangka, Kejati Jatim Langsung Menahannya.
Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Kejati Jatim menetapkan Antonius Aris Saputra, salah seorang rekanan penting PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) sebagai tersangka dugaan kasus korupsi pengadaan kapal floating crane senilai Rp 60 miliar.
Antonius Aris Saputra Presdir PT A&C Trading Network ini resmi engenakan rompi tahanan Kejati Jatim berwarna merah, usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi selama 10 jam, Selasa (11/12/2018) siang.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, setelah dinyatakan sebagai tersangka, penyidik pidana khusus Kejaksaan Tinggi Jatim juga resmi menahan Aris.
“Ada beberapa alasan kami lakukan penahanan," ujarnya, Selasa (11/12/2018).
Tak hanya ditetapkan sebagai tersangka, Aris juga langsung menghuni Rutan Kejati Jatim.
Menurut Didik, penahanan terhadap Aris itu dilakukan pihaknya usai menyakini adanya peran Aris di dalam kasus yang diduga merugikan keuangan negara mencapai miliaran rupiah itu.
Tak hanya itu, kecurigaan Kejati Jatim semakin menguat lantaran Aris mangkir dari pemanggilan sekitar dua kali dalam dua pekan terakhir
“Sebenarnya, ada bebebrapa alasan kami lakukan penahanan, salah satunya adalah yang bersangkutan (Aris) sudah tiga kali pemanggilan, tapi baru ini tadi datang, untuk mempermudah proses penyidikan, kami tahan tersangka," sambungnya.
Data yang diperoleh TribunJatim.com dari Kejati Jatim menyebutkan, meski Aris merupakan Warga Negara Indonesia (WNI), tapi dia berdomisili di Singapura.
Selain itu, proyek lelang yang dilakukan Aris bersama PT DPS tersebut juga baru pertama kalinya dilakukan.
"Proyek ini baru pertama kali dilakukan PT DPS, yang bersangkutan diberikan uang untuk membeli kapal baru, tapi ternyata dibelikan kapal bekas yang usianya sudah lebih dari 40 tahun di Rusia, Eropa sana," tandasnya.
Dalam laporan itu menyebutkan adanya temuan dugaan kerugian negara mencapai Rp 60 miliar dari nilai proyek pengadaan kapal senilai Rp100 miliar terkait proyek pengadaan kapal jenis floating crane yang terjadi sekitar 2016 lalu.
Untuk pengadaan kapal itu, telah melalui proses lelang, tapi hanya dibayar sekitar Rp 60 miliar dari harga Rp 100 miliar.
Selain itu, di dalam lelang juga disebutkan bola pengadaan kapal itu dalam bentuk kapal second alias bekas yang didatangkan langsung dari Benua Eropa.
Sayangnya, ketika dibawa ke Indonesia, kapal itu tenggelam ditengah jalan.
Dari sanalah kemudian muncul dugaan bila ada spesifikasi yang salah di dalam pengadaan kapal impor itu. (Pradhitya Fauzi)