Dulu Karyawan, Kini Winarsih Sukses Jadi Pengusaha Punya Banyak Karyawan dari Seni Rajut
Jemari tangan Winarsih secara cepat merajut tas motif bunga di depannya. Dalam sekejap, tas rajut ini menjadi bahan setengah jadi.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Aqwamit Torik
TRIBUNMADURA.COM, PASURUAN- Jemari tangan Winarsih secara cepat merajut tas motif bunga di depannya. Dalam sekejap, tas rajut ini menjadi bahan setengah jadi. Selanjutnya, tas ini ditata dan siap didistribusikan ke para perajin tas binaannya.
Perempuan 51 tahun memiliki usaha home industri rajut yang melayani untuk dekorasi rumah. Tapi, di balik itu semuanya, ia membawa misi sosial.
Misi yang dibawanya adalah mengurangi angka pengangguran di Pasuruan.
Maka dari itu, ia tidak bekerja sendirian. Meski semuanya bisa diatasinya, tapi ternyata pekerjaan ini dibagi. Ia sengaja membagikan sejumlah pekerjaan di beberapa pegawainya.
• Sejumlah Musisi Surabaya Ziarah ke Makam WR Supratman Bentuk Aksi Tolak RUU Musik
• Persebaya U-17 Juara Piala Soeratin 2019, Disambut Meriah Konvoi Bonek Mania
Bahkan, ia juga telaten mengajari pegawainnya ini untuk membuat rajutan di barang - barang yang biasanya digunakan untuk dekorasi rumah.
Kepada TribunMadura.com, Winarsih mengaku awalnya memang suka merajut sejak muda. Ia mengaku mengenal dunia rajut dari orang tuanya. Dari situlah, ia terus belajar hingga akhirnya mahir merajut.
"Dulu saya kerja di perusahaan. Tapi tetap merajut. Rajutannya saya gunakan di rumah. Setelah itu, lama - lama risih juga, lihat banyak ibu - ibu yang gak kerja karena ngurus anak dan banyak anak muda pengangguran di sekitar rumah. Ya sudah, saya niatin untuk keluar dari pekerjaan," katanya, Minggu (10/2/2019).
Ia menyebut, setelah keluar dari pekerjaan, tahun 2016, ia mulai resmi merintis usaha rajutan ini. Ada beberapa produk yang diproduksi mulai dari tas, sarung bantal, taplak meja, bunga rajut, sepatu, sandal, karpet dan banyak lagi.
"Pelan tapi pasti, produk mulai saya pasarkan. Allhamdulillah ternyata banyak yang suka sama produk saya. Ya sudah, akhirnya saya gandeng ibu - ibu dan anak muda di sekitar rumah untuk saya ajak bekerjasama," tambah dia.
• Aliansi Santri Bela Kiai Gelar Aksi di Jember, Kecam Puisi Fadli Zon yang Menghina Mbah Moen
Tanpa disangka, lanjut perempuan yang tinggal di Desa Karangrejo, Kecamatan Gempol ini, peminatnya sangat banyak. Sampai sekarang ada 15 orang yang menjadi perajinnya.
"Pertama, saya buat kelas kecil. Saya ajarkan bagaimana merajut, bagaimana membuat teknik merajut dan sejenisnya. Dari yang awalnya tidak bisa sama sekali, sampai sekarang sudah mahir sekali," ungkapnya.
Ia pun menyampaikan, masing - masing perajin ini sudah memiliki spesifikasi sendiri. Artinya, ada yang spesialis untuk mengurus sepatu, sandal, taplak meja, bantal dan sejenisnya.
"Nanti tinggal saya packing dan saya kirim. Ini seperti simbiosis mutualisme. Kalau saya sekarang sudah tidak produksi, hanya memasarkan produknya perajin binaan saya saja," jelasnya.
Tapi, terkadang, ia mengaku masih membuat sendiri rajutan jika memang pesanan lagi banyak. Per bulan, ia mengaku bisa mendapatkan omzet lebih dari Rp 20 juta. Omzet itu sudah bersih.
"Jadi ibaratnya saya untung, perajin juga untung semua. Ibu - ibu juga bisa menambah penghasilan untuk penghasilan keluarganya. Sedangkan anak - anak muda juga untuk melatih dunia usaha," urainya.
Ia menyebut, rajutan ini hanya pelengkap dari dekorasi rumah. Pembuatannya mudah, tapi butuh kesabaran dan ketelatenan tinggi.
Barang - barangnya ini dijual dan dipasarkan di beberapa kota di Indobesia. Bahkan, beberapa kali juga sempat dibawa ke Korea.
"Mudah - mudahan ke depan, saya bisa ekspor secara continue ke Korea agar memperbesar usaha dan semakin banyak orang yang bisa diberdayakan," tutupnya. (Galih Lintartika)