Berita Surabaya

Hanya Bermodal Rp 50 Ribu, Sambal Dede Satoe Susilaningsih Tembus Pasar Amerika & Banjir Penghargaan

Hanya Bermodal Rp 50 Ribu, Sambal Dede Satoe Produksi Susilaningsih Tembus Pasar Amerika dan Banjir Penghargaan.

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNMADURA/PIPIT MAULIDIYA
Susilaningsih menunjukkan sambal DD1 atau Sambal Dede Satoe yang diproduksinya, dan kini sudah merambah pasar ekspor, meski awalnya hanya bermodal Rp 50 ribu, Selasa (12/3/2019). 

Hanya Bermodal Rp 50 Ribu, Sambal Dede Satoe Produksi Susilaningsih Tembus Pasar Amerika dan Banjir Penghargaan

TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) Susilaningsih (64) tak ingin berdiam diri di masa tuanya. Tujuh tahun lalu, tepatnya pada Juni 2011, perempuan paruh baya ini mencoba menjual sambal buatannya sendiri.

Tak ada alasan lain, Susi, panggilan akrabnya hanya ingin meluangkan waktu untuk hobinya memasak.

Sementara dia hanya sendiri dengan sang suami, sedangkan ketiga anaknya sudah besar dan mandiri hidup berjauhan dengannya.

"Saya memang hobi masak, anak-anak sering memuji masakan saya enak meski tak pakai MSG. Jadi saya ingin punya kesibukan juga, sambil merawat bapak (sang suami, red) waktu itu beliau sakit. Awal mula merintis ini Juni 2011 lalu, mulai dari 1 kilo cabai, Rp 50 ribu rupiah," katanya, mulai bercerita saat Surya.co.id (Grup Tribunmadura.com) berkunjung ke rumah produksi sambal miliknya, di Jalan Tenggilis Timur VI/DD-1, Surabaya, Selasa (12/3/2019).

Sesuai dengan alamat rumahnya, Susilaningsih pun memberi merk sambalnya DD1 atau Sambal Dede Satoe supaya lebih mudah ingat.

Perempuan kelahiran Kroya, 5 Februari 1955 ini pun menjalankan usahanya sambil lalu, tapi fokus.

Secara bertahap penikmat sambalnya bertambah. Dari 1 kilogram cabai rawit, jadi 5 kilogram, 10 kilogram, hingga 25 kilogram. Sampai jumlah 25 kilogram, Susi masih mengerjakan semua produksi sambal sendiri.

"Saya belum ada karyawan saat itu. Tapi secara bertahap mulai mengurus PIRT, stempel Halal, dan SIUP, karena itu penting untuk meningkatkan pasar. Kemudian saya mulai memasuki pasar modern, supermarket cukup besar," ceritanya.

Permintaan produksi makin banyak, Susilaningsih pun merekrut warga sekitar rumahnya untuk membantu.

Mulai sortir bahan-bahan yang dibutuhkan, memasak, mengemas, hingga soal administrasi yang sebelumnya dia lakukan sendiri.

Jumlah produknya pun bertambah dari Sambal Surabaya yang jadi ikon, menjadi 18 macam.

Ada sambal ikan roa, sambal ikan teri, ikan klotok, ikan peda, ikan jambal roti, sambel sereh, sambal rujak manis dan masih banyak lainnya. Tak hanya sambal, Susi juga produksi bumbu masakan.

Sembari memantaskan produk untuk bisa dinikmati dan bermanfaat untuk orang banyak, Susi pun mencari ilmu dengan bergabung dengan komunitas-komunitas UMKM yang ada di Kota Surabaya. Misalnya Pahlawan Ekonomi, gagasan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.

Susilaningsih mengaku dari kegiatan seperti itulah dia menerima banyak masukan untuk memperbaiki kualitas produknya.

Tahun 2013 lalu dia sempat menjadi juara Pahlawan Ekonomi, dan mendaptkan hadiah pembinan Rp 30 juta rupiah.

"Setiap masukan yang saya terima, saya pertimbangkan, lakukan perbaikan. Begitu terus, sampai ini saya punya tempat produksi yang steril seperti saat ini juga karena untuk meningkatkan kualitas," katanya, sambil menunjukkan ruang produksi sambal DD1.

Seiring bertambahnya permintaan, kesuksesan Susilaningsih pun bertambah. Tak hanya sambal sehat tanpa MSG yang laris manis di pasaran, tapi juga penghargaan demi penghargaan yang dia dapatkan.

Bukan untuk menyombong lanjutnya, penghargaan-penghargaan itu adalah bagian dari bukti usaha keras dan fokus.

Bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk para karyawan yang membantu, Pemerintah Kota Surabaya yang mendukung, serta pihak-pihak yang memberi Susi bantuan untuk bisa bertahan.

Terus meningkatkan kualitas produknya, Susilaningsih bahkan memperoleh penghargaan ISO tahun 2016 dan HACCP di tahun berikutnya 2017.

Tujuh tahun berjalan, tak terhitung lagi penghargaan yang Susi dan Sambal DD 1 peroleh.

Baru saja, pada 2018 lalu Susi mengoleksi SMESCO Award kategori Export Oriented dan Siddhakarya peringkat pertama tingkat Jawa Timur.

Bahkan pada Maret 2019 ini, Susi dan Sambal DD1 miliknya akan mendapatkan penghargaan Siddhakarya tingkat nasional, karena sudah masuk nominasi 6 besar.

Selain sudah diakui kualitasnya secana nasional, Sambal DD 1 bahkan sudah ekspor ke Virginia, Amerika Serikat sejak 2016 hingga saat ini.

Susilaningsih mengatakan, dirinya berani memenuhi permintaan ekspor, karena sambal buatannya memang berkualitas.

"Kami senang sekali, meski sampai saat ini masih dua macam sambal yang ekspor, tapi itu kebanggan tersendiri. Sesuai cita-cita saya, bermanfaat untuk orang lain, hasil bisa dinikmati orang lain juga. Tapi sebenarnya saya nggak ngoyo semuanya saya lakukan bertahap," tegasnya, bersemangat.

Kini Susilaningsih bisa memproduksi sambal dengan bahan baku mencapai 65 kilogram cabai rawit, atau 150 kilogram campuran sambal (cabe rawit serta bahan-bahan lainnya) setiap harinya.

Tak hanya memenuhi pasar swalayan modern, dan ekspor, Susi juga melayani pembelian sambal secara online.

"Sampai sekarang saya terus berlajar meningkatkan kualitas sambal DD1. Ada permintaan baru dari Amerika, agar sambal lebih tahan lebih dari tujuh hari, saya sedang coba menggunakan botol kaca. Semuanya proses," kata perempuan yang suka tantangan baru ini, sambil menunjukkan sambal di dalam kemasan yang sedikit berbeda.

Bahan-bahan Berkualitas dan Tanpa MSG

Jika kebanyakan orang kini berlomba membuat berbagai merek sambal ikan, Susilaningsih fokus mempertahankan kualitas produknya.

Bukan hal mudah, menurut Susi perlu konsisten dan fokus penuh untuk mendapatkan kualitas terbaik.

"Saya sudah punya distributor cabai, sengaja saya cari yang jujur dan tahu kemauan saya. Jadi dia sudah paham, saya mau cabai yang seperti apa. Kalau jelek, saya akan cari yang lain sekalipun harganya lebih tinggi," kata Susi.

Soal sortir bahan-bahan, Susilaningsih paling jeli. Dia tak mau ada satu pun cabai atau bahan-bahan lainnya yang busuk ataupun setengah busuk sekalipun.

"Cabai yang sudah kecoklatan nggak boleh masuk. Jadi benar-benar bahan-bahan fresh. Kalau tidak begitu akan mempengaruhi rasa, warna juga. Jadi sambal DD1 itu nggak pakai MSG atau pewarna makanan, itu pewarna alami hasil pertanian," terangnya.

Satu lagi lanjutnya, bahan pengawet yang ada di dalam sambalnya bahkan di bawah 1 per mil, atau di bawah standart yang ditetapkan.

"Makanya kami bisa diterima di Amerika itu, karena kami mementingkan kualitas. Bahkan sampai tes PH sambal dan air yang kami digunakan," tambahnya.

Menurut Susilaningsih, tak hanya bahan baku seeprti cabai, bawang merah, bawang putih, air, tapi juga ikan dan gula merah yang dia gunakan pun tak boleh mengandung borak dan formalin.

"Soalnya yang dipasaran itu kami selalu temui, jadi kami mengolah ikan klotok sampai gula merah itu benar-benar bebas dari borak dan formalin. Kami lakukan tes juga. Jadi sampai seperti itu, kualitas dan produksi kami perhatikan betul," tegasnya.

Ditanya soal persaingan sambal yang kian banyak penjual, Susi mengaku menyadari hal itu. Terlebih merek-merek baru yang terus bermunculan dengan inovasi berbagai macam sambal.

Namun perempuan berkerudung ini tak goyah, baginya yang paling penting adalah menjaga kualitas produknya. Mengingat masih banyak mimpi yang ingin dicapainya di tahun-tahun yang akan datang.

"Karena saya pasar nasional, saya sadar kompetitior luar biasa. Saya nggak mau mengembangan sambal jenis ikan lagi, karena mau go internasional. Ingin masuk ke pasar Korea, Jepang, karena mereka sangat protect sekali dengan produk ikan-ikanan sementara saya sendiri belum mampu memenuhi standart yang diberikan. Saya juga ingin tembus timur tengah," katanya, mengungkapkan mimpi Sambal DD1.

Standart ekspor soal ikan lanjut Susi sangat ketat, salah satunya adalah harus menyertakan sertifikat di mana asal ikan didapatkan, serta jenis ikan apa yang digunakan dalam bahasa Internasional.

Kini Susi bahagia bisa memperkerjakan 28 karyawan, dan menjalankan bisnis sambal DD1 dengan sistem beli putus.

Susi menitipkan pesan untuk UMKM di luar sana yang sedang menitih tangga kesuksesan. Baginya apapun produk UMKM-nya, tak harus sambal, harus dijalankan dengan fokus.

"Apapun, kalau suka masak ya bikin masakan. Kalau handycaft ya bikin kerajinan. Nggak harus makanan, kalau dilakukan dengan konsentrasi dan fokus pasti bisa sukses," pungkasnya, lalu tersenyum.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved