Kasus Ujaran Kebencian

Bilang 'Awas Kiai PKI Lewat' pada Cicit dari Guru Pendiri NU, Salim Ahmad Langsung Dihajar Banser

Bilang 'Awas Kiai PKI Lewat' pada Cicit dari Guru Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Salim Ahmad Langsung Dihajar Banser.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNMADURA/SYAMSUL ARIFIN
Salim Ahmad (65) ketika berada di tengah massa yang tersulut atas pernyataan profokatifnya, usai sidang kasus dugaan ujaran kebencian terhadap NU dan Banser dengan terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, di PN Surabaya, Kamis (13/6/2019). 

Hal itu didasarkan dengan hasil interograsi yang dilakukan pihak penyidiknya.

"Pengakuannnya sih dia dari Gorontalo. Nikah dengan orang Lawang, Malang. Dan punya saudara di Ampel sana," katanya saat dihubungi TribunJatim.com, Kamis (13/6/2019).

Kendati demikian, ia masih meragukan kebenaran tersebut. Mengapa?

Pasalnya, saat dilakukan periksaan Salim tidak membawa identitas apapun.

"Karena tidak jelas dia itu, KTP tidak ada, tidak punya apa-apa, gak punya duit, dan dompet," lanjutnya.

Asmoro juga mengungkapkan, alasan Salim datang ke Kantor PN Surabaya siang itu.

Ternyata, Salim semula berencana mengunjungi Kebun Binatang Surabaya (KBS) bersama temannya.

Namun, hal itu urung lantaran temannya mengajak untuk datang ke Kantor PN Surabaya melihat sosok Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, yang kebetulan sedang disidang hari ini.

"Dia itu mau ke KBS, tapi diajak temannya yang ingin lihat Gus Nur, ya gak jadi ke KBS dia," tandasnya.

Sugi Nur Alias Gus Nur (paling kiri) sebelum jalani sidang atas kasus dugaan ujaran kebencian di PN Surabaya, Kamis, (13/6/2019).
Sugi Nur Alias Gus Nur (paling kiri) sebelum menjalani sidang atas kasus dugaan ujaran kebencian terhadap NU dan Banser, di PN Surabaya, Kamis, (13/6/2019). (TRIBUNMADURA.COM/SYAMSUL ARIFIN)

Sementara itu, Kepala Sekretariatan Markas Banser Surabaya, Zainul menuturkan, memperkarakan perilaku Salim Ahmad ke pihak berwajib bukan bermaksud mencari sensasi.

Justru, atas insiden tersebut, pihaknya tidak ingin institusi besar NU maupun para sosok kiai yang bernaung di dalamnya, tercoreng nama baiknya, karena ujaran kebencian dari oknum tak bertanggungjawab.

"Jadi kita ngomong itu sebagau orang muda juga dan beliau orang tua
Kita wajib kalau orang tua salah itu untuk mengingatkan," jelasnya.

"Dan secara organisasi kita tetap ruh kita organisasi sebagai baser adalah menjaga kyai-kyai. Termasuk dari jenis nama baik dan dari sisi perjuangannya," tandas Zainul. (*)

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved