Wabah Virus Corona
Meski Kim Jong Un Klaim Bebas Virus Corona, Korea Utara Minta Bantuan Tes Virus Corona dari Rusia
Namun, meski Korea Utara berbatasan langsung dengan China, Korea Utara tetap bersikukuh penduduknya negatif dari virus corona.
Meski Kim Jong Un Klaim Bebas Virus Corona, Korea Utara Minta Bantuan Tes Virus Corona dari Rusia
TRIBUNMADURA.COM - Korea Utara yang mengklaim bebas dari virus corona, kini ternyata meminjam alat tes virus corona.
Seperti yang diketahui, wabah virus corona telah menyebar ke seluruh dunia, bahkan di benua Amerika juga terkena wabah ini.
Namun, meski Korea Utara berbatasan langsung dengan China, Korea Utara tetap bersikukuh penduduknya negatif dari virus corona.
Selain itu, Korea Utara dengan segala kebijakannya, juga menerapkan kewaspadaan untuk mengantisipasi virus corona masuk ke negaranya.
Virus corona telah menginfeksi 92.223 orang di seluruh dunia dan menewaskan 3.128 orang hingga Selasa (3/3/2020).
Dengan jumlah infeksi yang melonjak di seluruh dunia, Korea Utara mengklaim belum melaporkan adanya temuan positif virus corona.
Padahal tetanggnya Korea Selatan memiliki 5.186 kasus positif, China 80.151 kasus dan Jepang 284 kasus.
Namun negara yang berbatasan dengan Korea Selatan itu bukannya tidak waspada.
Terbukti, pada bulan Januari, Korea Utara memberi tahu agen perjalanan bahwa mereka menutup perbatasannya dengan warga negara asing.

Media pemerintah seperti dukutip Time, mengatakan pemerintah Korea Utara memantau 7.000 orang yang telah menunjukkan gejala virus yang berasal dari China.
Sementara Senior Fellow for Korea Studies dan Direktur Program tentang Kebijakan AS-Korea Scott Snyder menyebut Korea Utara secara diam-diam mengajukan permohonan bantuan, sambil secara terbuka masih menyatakan tidak ada kasus virus korona di negara itu.
Menurut Ilmuwan Hong Kong 1.500 alat tes virus corona Pada 26 Februari, kementerian luar negeri Rusia mengumumkan bahwa mereka, atas permintaan Pyongyang, memberi Korea Utara 1.500 alat uji virus corona.
"Karena risiko yang berkelanjutan dari infeksi Covid-19 yang baru, Rusia telah menyumbangkan 1.500 alat tes diagnostik coronavirus ke Pyongyang atas permintaan Republik Rakyat Demokratik Korea.
Kami berharap langkah ini akan membantu Korea Utara mencegah penularan dari negara itu," kata rilis Kementerian Luar Negeri Rusia.
Sementara DW.com mengutip Daily NK mengatakan ada 20 orang yang meninggal diduga karena virus corona sejak Januari 2020.
Sedangkan Yonhap News Korea Selatan melaporkan sekitar 7.000 orang dimonitor untuk gejala-gejala virus corona.
Sementara pemerintah Korea Utara mendorong para diplomat asing yang ditempatkan di Pyongyang untuk meninggalkan negara itu dalam waktu dekat.

Dilansir dari CNN, Kedutaan Besar Jerman, Kantor Kerjasama Prancis, dan Kerjasama Pembangunan Swiss akan menutup operasi di ibukota Pyongyang sepenuhnya.
Negara-negara lain dengan misi diplomatik di Korea Utara berencana mengurangi operasi.
Meskipun virus corona itu telah menyebar hingga ke Brasil, Israel, dan Nigeria, Korea Utara yang berbagi perbatasan dengan China tetap mengklaim bahwa tidak ada kasus yang dikonfirmasi.
Namun demikian, Zhang Jun, duta besar China untuk PBB, mengatakan pada hari Senin (2/3/2020) bahwa Korea Utara menderita efek negatif dari Covid-19.
Sistem kesehatan Korea Utara menderita karena kurangnya dana dan peralatan, dan cakupan medis sangat buruk di daerah pedesaan yang miskin di negara itu.
“Korea Utara merupakan negara berisiko tinggi, sebagai negara dengan sistem kesehatan yang lemah, untuk virus yang menimbulkan bahaya besar,” ujar Kee B. Park, Direktur Proyek Kebijakan Kesehatan Korea dan Dosen Kesehatan Global dan Kedokteran Sosial di Harvard Medical School, kepada Time.
Sistem kesehatan lemah Park telah melakukan lebih dari 20 perjalanan ke Korea Utara, bekerja bersama dokter-dokter Korea Utara dan berusaha memperbaiki sistem kesehatan negara itu.
Dia mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, sanksi semakin mempersulit petugas kesehatan untuk memberikan perawatan yang dibutuhkan pasien.
“Bekerja bersama dokter Korea Utara di dalam rumah sakit di Pyongyang, mereka menggunakan kembali hampir semuanya sampai menjadi tidak dapat digunakan.
Mereka adalah ahli dalam memperbaiki dan memelihara peralatan medis,” kata Park.
Keadaan saat ini akan membuat menjadi sangat sulit bagi Korea Utara untuk menangani wabah virus yang besar.
Park menyebut, Korea mungkin dapat berhasil mengobati sejumlah kecil kasus Covid-19 yang parah.
Namun kapasitas mereka untuk mengobati wabah akan kewalahan.
Meski Dekat China, Kim Jong Un Klaim Korea Utara Bebas Virus Corona, Tapi Fakta ini Mematikan
Meski negaranya dekat dengan China, namun Korea Utara mengklaim jika negaranya nol kasus virus corona.
Seperti yang diketahui, Korea Selatan juga menjadi negara yang cukup banyak terkena wabah virus corona.
Banyak pihak yang meragukan hal tersebut, karena ada kabar mengenai warga Korea Utara yang meninggal dan mengidap gejala yang mirip dengan virus corona.
Namun jika Korea Utara benar-benar terkena wabah virus corona, maka negara itu akan jauh lebih mematikan.
Sebab, ada beberapa alasan mengapa Korea Selatan bisa menjadi negara yang mematikan jika terkena virus corona.
Korea Utara belum melaporkan satu kasus virus corona sejak wabah pertama kali terdeteksi di negara tetangganya, China, pada akhir Desember.
Tetapi para ahli kesehatan mengatakan infeksi mungkin tidak terdeteksi di negara miskin - di mana wabah bisa "jauh lebih mematikan".
Virus, yang dikenal sebagai COVID-19, telah menginfeksi 75.000 orang dan membunuh lebih dari 2.000 orang di seluruh dunia.
Virus ini juga telah menyebar ke berbagai negara, termasuk ke tetangga selatan Pyongyang, Korea Selatan, yang telah melaporkan lebih dari 100 kasus.
Dilansir dari Aljazeera, Kamis (21/2/2020), tetapi surat kabar resmi Korea Utara, Rodong Sinmun, mengutip pemerintah pada hari Selasa, menegaskan tidak ada kasus yang dikonfirmasi sejauh ini di negara berpenduduk 25 juta itu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendukung pernyataan itu pada hari yang sama, dengan seorang pejabat senior mengatakan kepada wartawan di Jenewa "tidak ada sinyal ... tidak ada indikasi" virus corona di Korea Utara.
Sementara itu, media pemerintah, menunjukkan gambar pekerja yang mengenakan pakaian pelindung mendisinfeksi ruang publik dan melakukan program di mana petugas kesehatan mendidik masyarakat tentang bahaya virus.
Dan dalam upaya untuk membatasi penyebaran virus, pemerintahan Pemimpin Tertinggi Kim Jong Un telah secara efektif menghentikan semua penerbangan dan kereta api ke China.
Mereka memberlakukan penyaringan bagi siapa saja yang datang ke ibukota, dan mengkarantina semua orang asing, termasuk diplomat dan pekerja selama sebulan.
Korea Utara juga telah menutup perbatasan darat sepanjang 1.500 km dengan China, sebuah negara yang menyumbang sekitar 90 persen perdagangan dengan Pyongyang, dan Federasi Palang Merah Internasional telah mengirim 500 sukarelawan ke daerah perbatasan untuk membantu penyaringan infeksi.

Namun terlepas dari langkah-langkah ini, satu outlet media Korea Selatan yang mencakup Korea Utara mengatakan beberapa orang yang menunjukkan gejala yang mirip dengan infeksi virus corona telah meninggal dalam beberapa hari terakhir.
Laporan-laporan itu tidak dapat dikonfirmasi secara independen.
Salah satu mantan diplomat Korut yang membelot ke Korea Selatan pada tahun 2016 juga telah mempertanyakan angka resmi pemerintah Korut.
Dia mencatat bahwa lembaga internasional tidak mungkin dapat memverifikasi data karena geraknya terbatas untuk 'masuk' ke Korut.
"Ada jaringan pasar gelap yang berkembang di perbatasan Korea Utara / China," kata Nicholas David Thomas, seorang profesor di City University of Hong Kong dan seorang spesialis keamanan kesehatan di Asia.
"Jadi yang kamu butuhkan hanyalah satu orang yang terinfeksi untuk diselundupkan, dan negara mana pun tidak akan ada yang tahu."

Jika virus itu sampai di Korea utara, di mana ada banyak kekurangan perawatan kesehatan, angka kematian akan lebih tinggi," kata Dr John Linton, direktur Pusat Perawatan Kesehatan Internasional di Universitas Yonsei di Korea Selatan .
"Dengan populasi umum mereka yang kekurangan gizi, itu akan jauh, jauh lebih buruk daripada China."
Sekitar 11 juta warga negara - 43 persen dari populasi - di Korea Utara kekurangan gizi, dan kerawanan pangan meluas , menurut PBB.
Banyak di provinsi juga dilanda kekurangan air bersih.
Pada tahun 2019, Korea Utara menempati peringkat terakhir dari 195 negara pada kemampuannya untuk dengan cepat menanggapi dan mengurangi penyebaran epidemi, menurut Indeks Keamanan Kesehatan Global yang diterbitkan oleh John Hopkins University yang berbasis di AS.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Masih Negatif Covid-19, Korea Utara Minta Bantuan Tes Virus Corona ke Rusia"