Wabah Virus Corona
Bahaya, Jangan Semprotkan Disinfektan Langsung ke Tubuh Manusia, WHO Berikan Penjelasan
WHO Indonesia mengimbau agar masyarakat tidak menggunakan disinfektan untuk disemprotkan ke badan seseorang.
TRIBUNMADURA.COM - Penyemprotan disinfektan kini sudah diterapkan mulai dari instansi hingga ke kampung-kampung.
Penyemprotan itu dilakukan untuk mencegah penularan virus corona atau Covid-19.
Tapi ternyata, penyemprotan disinfektan tidak boleh disemprotkan langsung ke tubuh manusia,.
Hal tersebut diungkapkan oleh WHO.
WHO menyebut, disinfektan bisa menimbulkan bahaya jika disemprotkan ke tubuh manusia.
Semprot disinfektan ke tubuh manusia ternyata berbahaya.
• Daftar Harga Terbaru Oppo pada Akhir Maret 2020, Lengkap dengan Spesifikasi & Keunggulan Smartphone
• Download Drama Korea Crash Landing on You Eps 1 - 16 (End) Sub Indonesia, Lengkap dengan Sinopsisnya
Hal tersebut disampaikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) Indonesia.
WHO Indonesia mengimbau agar masyarakat tidak menggunakan disinfektan untuk disemprotkan ke badan seseorang.
WHO juga menjelaskan bahwa disinfektan hanya berfungsi untuk permukaan benda.
Adapun cairan kimia tersebut akan menjadi bahaya jika mengenai selaput lendir manusia seperti mata.
Disebutkan juga, disinfektan tidak dapat membunuh virus yang sudah ada dalam tubuh manusia.
Selanjutnya WHO Indonesia berharap masyarakat dapat menggunakan disinfektan sesuai dengan petunjuk penggunaan.
Seperti yang dituliskan WHO Indonesia melalui akun Twitter @WHOIndonesia pada Minggu (29/3/2020).
• Netflix Bongkar Alasan Mengapa Crash Landing on You Bisa Jadi Drama Korea Fenomenal pada Awal 2020
Berikut isi cuitannya :
Indonesia, jgn menyemprot disinfektan langsung ke badan seseorang, karena hal ini bisa membahayakan.
Gunakan disinfektan hanya pd permukaan benda-benda. Ayo #LawanCOVID19 dgn tepat!
Sementara itu, penggunaan teratur disinfektan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kondisi paru-paru yang fatal, seperti dikutip Tribunnews.com ( TribunMadura.com network ) dari Independent.co.uk.
Sebuah studi oleh Universitas Harvard dan Institut Nasional Kesehatan dan Penelitian Medis Prancis (Inserm) menemukan bahwa menggunakan disinfektan sekali seminggu dapat meningkatkan peluang seseorang terinfeksi penyakit Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Penelitian ini melibatkan data dari lebih dari 55.000 perawat di AS, dan para ilmuwan mengamati paparan disinfektan tertentu, termasuk pemutih, hidrogen peroksida, alkohol dan bahan kimia yang dikenal sebagai senyawa amonium kuaterner (quats), yang sering digunakan untuk mendisinfeksi permukaan seperti lantai dan furnitur.
Semua ini dikaitkan dengan peningkatan risiko PPOK antara 24 persen hingga 32 persen dalam penelitian ini.

PPOK adalah istilah umum untuk serangkaian kondisi yang mempengaruhi paru-paru termasuk emfisema, bronkitis kronis dan asma kronis.
Kondisi ini mempengaruhi sekitar 1,2 juta orang di Inggris, dengan hampir 30.000 orang meninggal akibat penyakit ini setiap tahun.
Penelitian sebelumnya telah mengaitkan paparan disinfektan dengan masalah pernapasan seperti asma, tetapi diyakini ini adalah bagian pertama dari penelitian untuk mengidentifikasi hubungan antara disinfektan dan PPOK.
“Efek samping potensial dari paparan disinfektan pada PPOK telah menerima jauh lebih sedikit perhatian, meskipun dua penelitian terbaru pada populasi Eropa menunjukkan bahwa bekerja sebagai pembersih dikaitkan dengan risiko PPOK yang lebih tinggi.”
“Sejauh pengetahuan kami, kami adalah yang pertama melaporkan hubungan antara disinfektan dan PPOK di antara petugas kesehatan, dan untuk menyelidiki bahan kimia tertentu yang mungkin mendasari asosiasi ini,” ujra Dr Orianne Dumas, seorang peneliti di Inserm.
Dr Dumas akan mempresentasikan temuannya di Kongres Internasional Masyarakat Pernafasan Eropa, di mana ia akan menyoroti bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengklarifikasi dampak penggunaan disinfektan di rumah.
“Secara khusus, kita perlu menyelidiki dampak PPOK dari paparan bahan kimia seumur hidup di tempat kerja dan mengklarifikasi peran setiap disinfektan spesifik.”
“Beberapa disinfektan ini, seperti pemutih, sering digunakan dalam rumah tangga biasa, dan dampak potensial dari penggunaan disinfektan rumah tangga tidak diketahui.
"Studi sebelumnya telah menemukan hubungan antara asma dan paparan produk pembersih dan disinfektan di rumah, seperti pemutih dan semprotan, jadi penting untuk menyelidiki ini lebih lanjut," imbuhnya
Cara membedakan antara gejala flu dan virus corona
Dikutip dari Medical News Today, Kamis(19/3/2020), batuk yang terjadi pada penderita Covid-19 dan flu/batuk biasa sama-sama terjadi di waktu yang cukup sering, sepanjang mereka sakit.
Tingkatannya, mulai dari batuk ringan hingga sedang.
Flu atau batuk biasa
Batuk yang terjadi pada orang yang menderita influenza, menutur Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sering kali terjadi secara tiba-tiba.
Penderita akan sembuh dalam waktu relatif singkat, kurang dari 2 minggu.
Selain itu, batuk yang terjadi pada orang yang menderita flu akan disertai dengan pilek dan bersin-bersin, sebagaimana dituliskan dalam artikel Business Insider, 12 Maret 2020.
Sementara, penderita Covid-19 tidak mengalami itu.
Jadi, jika seseorang menunjukkan batuk yang disertai dengan pilek dan sebelum batuk dimulai dengan fase bersin, dimungkinkan ia terkena flu biasa.
Indikasi virus corona
Dilansir dari The Sun, Senin(23/3/2020), Direktur Klinis dari Patientaccess.com, dr Sarah Jarvis menjelaskan, batuk merupakan ciri dari gejala terinfeksi virus corona jenis baru yang sudah bisa diketahui.
Batuk yang menandakan mengindikasikan seseorang menderita Covid-19 adalah:
Batuk kering yang terjadi terus menerus
- Batuk kering terjadi setidaknya dalam waktu setengah hari.
- Batuk ini tidak terjadi sesekali hanya karena Anda berdehem atau ada sesuatu yang menyangkut di tenggorokan.
- Batuk ini adalah sesuatu yang baru dirasakan oleh penderitanya. Artinya, bukan batuk seperti yang biasa dirasakan, misalnya karena seseorang terbiasa merokok kemudian sering batuk, dan sebagainya.
Batuk kering tidak berdahak
- Meskipun penderita batuk kering tidak bisa disebut 100 persen adalah penderita Covid-19, namun jenis batuk ini lebih berpotensi menjadi gejala Covid-19 daripada batuk basah yang menghasilkan dahak.
Disebutkan, 67,7 persen pasien yang terkonfirmasi sebagai penderita Covid-19 menunjukkan gejala batuk kering ini, sehingga tak jarang disebut sebagai gejala kunci.
Oleh karena itu, Anda yang mengalami batuk kering seperti ini disarankan untuk melakukan isolasi diri secara mandiri sebagai langkah preventif menularkan virus ke orang lain.
Gejala virus corona
Pahami pula gejala terinfeksi virus corona dari hari ke hari.
Melansir Business Insider, berikut gejalanya:
Hari ke-1
Pasien mengalami demam.
Tubuhnya mungkin juga mengalami semacam kelelahan, nyeri otot, dan batuk kering.
Ada pula pasien yang mengalami diare atau mual satu atau dua hari sebelumnya.
Hari ke-5
Ada pasien yang mengalami kesulitan bernapas.
Kondisi ini biasanya terjadi pada mereka yang berusia lanjut atau memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya.
Hari ke-7
Pada hari ke-7, menurut penelitian Universitas Wuhan, ini merupakan waktu rata-rata pasien masuk ke rumah sakit.
Hari ke-8
Pada pasien yang mengalami kondisi parah, sekitar 15 persen mengalami sindrom gangguan pernapasan akut.
Saat ini terjadi, cairan telah memenuhi paru-paru, dan sering kali berakibat fatal.
Hari ke-10
Ketika gejala memburuk, pasien akan dibawa ke ICU.
Biasanya, mereka mengalami gangguan pada bagian perut, dan kehilangan nafsu makan.
Pada rentang waktu ini, sebagian kecil meninggal, yakni 2 persen.
Hari ke-17
Setelah menjalani perawatan selama lebih kurang 2,5 minggu, pasien yang kondisinya membaik biasanya sembuh dan keluar dari rumah sakit.
Selain itu, ketahui langkah-langkah yang harus dilakukan jika Anda merasakan gejala mirip virus corona.
Ikuti protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
Selengkapnya soal protokol kesehatan Covid-19 bisa disimak dalam berita berikut ini:
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Jangan Semprot Disinfektan Langsung ke Badan Seseorang, Bahaya! Ini Penjelasan WHO Indonesia