Mobil PCR Bantuan BNPB di Surabaya

Khofifah Angkat Bicara Soal Mobil PCR Dikirim ke Tulungangung dan Sidoarjo yang Bikin Risma Marah

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa angkat bicara terkait kisruh masalah mobil PCR yang sempat membuat marah Wali Kota Surabaya.

Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Elma Gloria Stevani
TRIBUNMADURA.COM/AHMAD ZAIMUL HAQ
PEMBERLAKUAN PSBB - Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa bersama Forkopimda Jatim dan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini; Plt Bupati Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin; dan Plh Sekretaris Daerah Kabupatan Gresik, Nadlif saat penyampaian hasil rapat di Gedung Negara Grahadi, Minggu (19/4/2020). Hasil dari rapat itu memutuskan akan diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik untuk meredam penyebaran Covid-19. 

TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa angkat bicara terkait kisruh masalah mobil PCR yang sempat membuat marah Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.

Dalam penjelasannya, Khofifah Indar Parawansa menyebutkan bahwa pengoperasionalan mobil laboratorium PCR ke Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Sidoarjo berdasarkan kebutuhan dan memang kekurangan perangkat test PCR.

Bahkan jika dibandingkan dengan Kota Surabaya yang memiliki tujuh titik laboratorium, kapasitas tes spesimen di Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Sidoarjo sangat jauh dibandingkan Kota Surabaya.

Rumah Milik Pasangan Suami Istri Tenaga Medis di Surabaya Dibobol Maling, Motor Honda Scoopy Raib

Di Tengah Pandemi Covid-19, Ini Pesan Risma untuk Para Pelaku UMKM di Surabaya: Jangan Putus Asa

Warga Surabaya Jalani Swab dan Rapid Test di Taman Mundu Tambaksari, Targetkan Peserta 500 Orang

“Di Kabupaten Tulungagungitu, jangan kaget ya teman-teman, PDP-nya terbesar setelah Surabaya. Dan teman-teman bisa melihat dari data ini PDP yang meninggal di Tulungagung itu sangat tinggi, itu yang menjadi pertimbangan ketika Dr Joni menyetujui permintaan bantuan mobil PCR agar dioperasionalkan di Tulungagung,” kata Khofifah Indar Parawansa, Minggu (31/5/2020).

Disebutkan Khofifah Indar Parawansa, di Kabupaten Tulungagung ada sebanyak 175 orang berstatus PDP meninggal dunia.

Angka ini menjadi yang tertinggi untuk PDP yang meninggal dunia di Jawa Timur.

Bahkan lebih dari separo pasien berstatus PDP di Kabupaten Tulungagung yang meninggal dunia tersebut belum mendapatkan tes swab PCR. Alasannya karena keterbatasan perangkat.

“Kami berkoordinasi sangat teknis ke sana. Juga Kapolda berpesan khusus supaya hal hal seperti ini bisa kita tangani lebih efektif lagi,” kata Khofifah Indar Parawansa.

Pasalnya, banyak dari pasien PDP di Tulungagung tak sempat di swab PCR namun sudah meninggal dunia.

Ini karena di Kabupaten Tulungagung tidak memiliki laboratorium untuk uji spesimen Swab dengan mesin PCR.

Saat ini pun, alat yang ada di rumah sakit rujukan Kabupaten Tulungagung adalah mesin tes cepat molekuler (TCM).

Mesin ini adalah mesin yang biasa digunakan untuk tes penyakit TB yang kemudian ditambahkan dengan alat cartridge untuk bisa dijadikan mesin tes virus corona atau Covid-19.

Saat ini posisinya mesin tersebut belum siap dioperasionalkan karena memang alat tambahannya baru datang.

Pemudik yang Datang ke Trenggalek Disebut Bupati Mas Ipin Jadi Risiko Terbesar Penularan Covid-19

Begini Persiapan Pemkab Gresik Sambut New Normal di Tengah Pandemi Covid-19, 7 Sektor Jadi Perhatian

Gelombang Tinggi di Pulau Mandangin Madura, Sejumlah Nelayan Terpaksa Tak Melaut & Perahu Diparkir

Begitu juga dengan Kabupaten Sidoarjo. Gubernur pertama perempuan Jawa Timur ini menyampaikan bahwa koordinasi intens dengan Pemkab sudah dilakukan sejak pekan kedua bulan Ramadhan.

Pemda Sidoarjo menyampaikan bahwa mereka sangat membutuhkan percepatan pengujian spesimen agar percepatan penanganan pasien juga bisa segera dilakukan.

Padahal di Sidoarjo tidak ada laboratorium yang tersedia dan memiliki mesin PCR sebagai perangkat uji paling akurat untuk menguji spesimen pendiagnosa virus SARS-CoV-2.

Sama halnya dengan di Tulungagung, di Sidoarjo juga hanya mengandalkan mesin TCM. Tapi kapasitas tes nya hanya 16 spesimen per hari.

“Permintaan dari Sidoarjo sudah lama kami terima bahkan saat minggu kedua Ramadan kita rapat di pendopo tengah malam," katanya.

Kepala RSUD Kab Sidoarjo menyampaikan bahwa mereka membutuhkan adanya percepatan PCR test, karena di Sidoarjo per hari ini, ada 632 kasus orang terkonfirmasi positif Covid-19.

Dan kondisi seperti ini di sana tanpa ada support untuk PCR test.

"Kalau hanya 16 spesimen per hari dibandingkan 632 yang kasus positif Covid-19, maka sangat jauh dibandingkan harapan untuk percepatan,” urai Khofifah.

Hal tersebutlah yang akhirnya menjadi pertimbangan tim Gugus Tugas Jatim menyetujui permintaan Kabupaten Sidoarjo agar mobil PCR test bantuan BNPB dimampirkan ke Sidoarjo untuk mengatasi antrian tes PCR para pasien.

Tak henti di sana, Gubernur Khofifah lalu mengajak untuk melihat ketersediaan dan kapasitas laboratorium yang memiliki mesin PCR di Surabaya.

Total ada tujuh laboratorium di Surabaya yang bisa melakukan tes PCR dengan kapasitas yang besar.

Ada RSUD dr Soetomo, RSUA (ITD), BBLK, BBTLK, RS Premier, National Hospital, dan RS PHC. Total kapasitas tujuh titik lab uji PCR ini mencapai 1.564 tes spesimen dalam sehari.

“Jadi sebetulnya ada 7 laboratorium yang bisa digunakan untuk tes PCR di Surabaya. Kalau ini dimaksimalkan akan menjadi percepatan untuk uji spesimen,” kata Khofifah Indar Parawansa.

Sebagaimana diketahui, kemarahan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ternyata dipicu karena dua unit mobile laboratorium PCR bantuan dari BNPB pada Pemprov Jatim dialihkan ke Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Tulungagung setelah sehari penuh dioperasionalkan di sejumlah titik di Surabaya.

Video Wali Kota Risma yang marah tersebut viral lantaran menganggap ada aksi serobot penggunaan mobil PCR yang diklaim seharusnya hanya dioperasionalkan di Kota Surabaya saja.

Padahal di sisi lain pula, disampaikan Gugus Tugas Jatim bahwa mobil PCR tersebut bukan hanya untuk Surabaya melainkan juga untuk daerah lain di Jatim dengan bergantung pada kebutuhan yang ada.

Di sisi lain Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur Joni Wahyuhadi menegaskan bahwa salah paham yang terjadi antara Pemprov Jatim dengan Pemkot Surabaya disebabkan karena adanya missed komunikasi atau salah paham.

Hal itu utamanya dikarenakan adanya pesan yang tak tersampaikan dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya ke Gugus Tugas Jawa Timur.

Dalam konferensi pers yang dilakukan di Gedung Grahadi pada hari Jumat (29/5/2020) malam, Joni yang menjadi penanggung jawab operasional dua unit mobil Laboratorium PCR bantuan dari BNPB itu sudah diprioritaskan sejak hari pertama dan hari kedua mobil itu datang.

Namun saat hari ketiga Pemkot tidak mengkomunikasikan kebutuhan atau agenda permintan pemeriksaan dengan menggunakan mobil tersebut.

Sehingga mobil tersebut sudah terlanjur dikirimkan ke daerah lain yaitu Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Lamongan yang juga memiliki antrian yang panjang.

Daftar Harga Samsung Galaxy pada Juni 2020, Mulai dari Galaxy M11 hingga Samsung Galaxy S20 Ultra

Spesifikasi dan Daftar Harga iPhone Juni 2020, Mulai iPhone SE, iPhone 7 Plus hingga iPhone 11 Pro

Ramalan Zodiak Senin 1 Juni 2020, Scorpio Dihadapkan Banyak Masalah, Suasana Hati Gemini Opstimistis

“Hari pertama kita kirim mobil itu ke RSUA Surabayakarena memang mobil PCR itu ditujukan untuk subsitusi RSUA yang ITD nya mengalami masalah. Jadi memang kita operasionalkan ke RSUA di hari pertama untuk melanjutkan PCR di sana,” jelas Joni

Kemudian penggunaan mobil PCR digeser ke Asrama Haji Surabaya namun lantaran sudah sore hanya mampu mengerjakan sebanyak 10 sampel.

Pemeriksaan di Asrama Haji kembali dilanjutkan di keesokan harinya untuk mendiagnosa secara pasti orang-orang yang tengah diisolasi di Asrama Haji.

Sehingga ada sebanyak 100 sampel yang dikerjakan di titik tersebut. Sehingga total di hari pertama dan kedua tersebut ada sebanyak 300 sampel spesimen yang dites oleh dua unit mobil PCR di Surabaya.

“Di tanggal 28 Mei 2020 itu saat malamnya mobil kedua datang. Kami pun rundingan dengan ternyata identifikasinya Sidoarjo juga membutuhkan dan sudah menunggu lama, bahkan ada pasien yang sudah berhari-hari belum di PCR maka kami kirimkan satu unit mobil dan seharian di sana,” kata Joni.

Saat dua unit mobil sudah standby di RS Darurat Covid-19, sore harinya Gugus Tugas Jatim kembali berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya terkait operasional mobil PCR. Gugus Tugas menanyakan terkait kebutuhan penggunaan mobil di Surabaya namun ternyata ada pesan yang tidak tersampaikan.

“Sorenya sebelumnya kita diskusi untuk memutuskan kemana mobil ini akan dioperasionalkan, Bu Feni (Kadinkes Surabaya) menugaskan stafnya namanya bu deni, tapi tidak disampaikan kepada kami hari ini Kota Surabaya acara (pemeriksaannya) apa."

"Maka kami kirimkan mobilnya ke Tulungagung dan Lamongan. Di tengah jalan (hari ini) pagi-pagi beliau telfon minta saya agar dua duanya mobil tersebut di Surabaya saja, padahal ini sudah jalan,” kata Joni.

Adanya pesan yang tak tersampaikan itulah yang akhirnya membuat salah paham dan viral terkait kisruh penggunaan mobil lab PCR antara Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya.

Padahal seharusnya jika missed komunikasi tersebut bisa diluruskan dengan baik dan benar, kejadian kisruh tersebut tidak perlu terjadi.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved