Virus Corona di Jawa Timur
Ruang Isolasi 21 Kabupaten/Kota Jatim Overload Pasien Covid-19, Termasuk Surabaya, Sidoarjo & Gresik
Sebanyak 53,8 persen kabupaten kota di Jawa Timur mengalami overload atau tidak memiliki ruang rawat isolasi untuk menangani pasien Covid-19.
Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Elma Gloria Stevani
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Sebanyak 53,8 persen kabupaten kota di Jawa Timur mengalami overload atau tidak memiliki ruang rawat isolasi yang cukup untuk menangani pasien Covid-19.
Jumlah itu setara dengan 21 kabupaten kota di Jawa Timur yang ruang isolasi rumah sakitnya overload.
Hanya 17 kabupaten kota saja di Jawa Timur yang memiliki kecukupan layanan ruang isolasi untuk pasien Covid-19.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim Joni Wahyuhadi saat koordinasi dengan 99 rumah sakit rujukan se Jawa Timur, di Kantor Gubernur di Jalan Pahlawan, Selasa (30/6/2020).
“Dengan asumsi semua kasus positif dirawat di ruang isolasi di rumah sakit maka kabupaten kota yang punya ruang isolasi yang cukup hanya 17 kabupaten kota atau (43.5 persen) saja. Tapi untuk 21 kabupaten kota (53.8 persen) di Jatim tidak cukup,” kata Joni.
• Okupansi Penumpang Rendah, Operasional KA Ranggajati Relasi Jember - Cirebon Dihentikan Per 1 Juli
• Pengusaha Alat Pesta di Trenggalek Gelar Simulasi Hajatan Pernikahan, Tak Ada Makan dan Foto Bersama
• 20 Orang Terinfeksi Covid-19 Dalam Satu Hari, Alat Penunjang PCR di Gresik Masih Belum Ada
Kabupaten kota yang ruang rawat isolasinya tidak cukup atau overload tersebut adalah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Jombang, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bojonegoro, Kota Mojokerto, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kabupaten Tulungagung, dan Kabupaten Magetan.
“Kalau kita bicara mengenai virus ini, solusinya ada dua. Hindari atau matikan. Isolasi adalah masuk menghindari, yang kemudian virus ini akan mati sendiri. Nah yang di atas itu adalah RS yang ruang isolasinya tidak suitable,” kata Joni.
Lebih lanjut ia menyarankan rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 lebih baik dengan kondisi tekanan negatif.
Memang dari WHO membolehkan pasien Covid-19 tidak dirawat di ruang tekanan negatif.
Tapi kenyataannya, berdasarkan pengalaman di RSUD dr Soetomo, merawat pasien Covid-19 di ruang tidak bertekanan negatif sangat berisiko bagi tenaga kesehatan yang memberikan layanan.
• Pembakar Mobil Via Vallen Ngaku Vianisti, Datang dari Cikarang ke Rumah Sang Biduan Nggandol Truk
• Pemkot Malang Perluas Rasio Tracing Pasien Positif Covid-19 Sistem 1:30, Cari 30 Orang Terdekat
• Pembakar Mobil Via Vallen Ngaku Vianisti, Datang dari Cikarang ke Rumah Sang Biduan Nggandol Truk
• Adik Via Vallen Tak Percaya Pembakar Mobil Kakaknya adalah Vianisti: Masa Fans Senekat itu, Ngeri
Misalnya di ruang rawat poli yang tidak harus bertekanan negatif nyatanya justru nakesnya banyak yang terpapar.
“Maka di rumah sakit kami di Soetomo ruang rawat pasien Covid-19 semuanya akan dibuat bertekanan negatif. Untuk meminimalisir risiko penularan Covid-19 pada nakes,” ucapnya.
Oleh sebab itu, Joni menyarankan agar bagi kabupaten kota yang ruang rawat isolasinya tidak cukup, maka harus menyediakan ruanga karantina terpusat atau rumah sakit darurat. Ini penting untuk memisahkan kasus ringan dan kasus sedang serta kasus berat.
Dengan prioritas rumah sakit rujukan memprioritaskan ruang rawat isolasinya bagi pasien covid-19 yang kondisinya berat.