Berita Pamekasan
Nasib Pengelola Bukit Bintang Pamekasan usai Fasilitas Wisata Dibakar Massa, ASPRIM Akui Prihatin
Aksi pembakaran fasilitas Bukit Bintang di Desa Larangan Badung, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan mengundang keprihatinan sejumlah pihak.
Laporan Wartawan TribunMadura.com, Kuswanto Ferdian
TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Pegiat pariwisata di Madura merespons aksi pembakaran fasilitas Bukit Bintang di Desa Larangan Badung, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan, Madura, Senin (5/10/2020) kemarin.
Fasilitas Bukit Bintang itu dibakar massa ketika melakukan aksi demo ke tempat wisata yang baru beroperasi beberapa bulan tersebut.
Ketua Asosiasi Pariwisata Madura (ASPRIM), Ahmad Vicky Faisal mengaku, prihatin dengan peristiwa pembakaran Bukit Bintang tersebut.
• Suami Syok usai Dobrak Pintu Rumah yang Terkunci, Pergoki Istri Berduaan dengan Perangkat Desa
• Kebakaran dan Angin Kencang Dominasi Kejadian Bencana Alam di Kota Batu pada September 2020
• Undang Kecurigaan Polisi, Truk Box Berlabel PT Pos Indonesia ini Malah Angkut Kayu Sonokeling Curian
Ia mengatakan, pengelola sudah membangun wisata dengan susah payah dan mengeluarkan banyak biaya.
"Ketika masyarakat sekitar sudah merasakan manfaat ekonominya dengan berjualan dan jadi tukang parkir serta ikut mengelola harus merasakan dampak dari ke anarkisan oknum yang melakukan pembakaran," kata Ahmad Vicky Faisal kepada TribunMadura.com, Selasa (6/10/2020).
Menurut pria yang akrab disapa Vicky ini wisata Bukit Bintang itu sebuah karya masyarakat setempat untuk menciptakan sebuah karya, harus peras otak, peras keringat, dan peras biaya.
Ia menyarankan, setelah adanya permasalahan ini, Pemkab Pamekasan harus hadir, dan harus memberikan jalan keluar.
"Energi habis untuk urusan kayak gini. Sedangkan di tempat lain Pemda yang menghampar tikar untuk membangun potensi wisata di daerahnya," ujarnya.
Kata Vicky, sering munculnya polemik pariwisata di Pamekasan karena belum punya regulasi yang jelas tentang izin berdirinya usaha wisata.

• Jawa Timur Tinggalkan Status Zona Merah Kota/Kabupaten, Gubernur Minta Warga Tak Tinggalkan 3M
• Kemenhub Sosialisasi Keselamatan Jalan di Kota Blitar, Ajak Pengendara Disiplin Protokol Kesehatan
Termasuk, peraturan Bupati (Perbup) operasional usaha pariwisata.
"Misal (jika harus islami) akhirnya pelaku usaha kan bingung, mau dijalankan seperti apa, jika islami yang seperti apa," bebernya.
Saran Vicky, jika pariwisata Kabupaten Pamekasan harus islami, maka Pemkab perlu merancang regulasi.
Jika tidak ada regulasi, maka pelaku usaha pariwisata bingung, mau membuat maka akan serba salah.
Apalagi kalau Pariwisata sudah dibenturkan dengan Agama pasti tidak akan ketemu.
Padahal menurut dia, hadirnya pariwisata itu universal, salah satunya wujud mensyukuri nikmat Tuhan sebagai karunia pesona alam sebagai ciptaan.
"Kuncinya harus ada komunikasi. Contoh di Aceh Timur bahkan pantai gak boleh. Tapi di Lhokseumawe di sana boleh. Komunikasi pihak Teuku dan Tengkunya dengan pengelola pantai jalan," sarannya.
• Warga Bojonegoro Ditangkap Polsek Rungkut Surabaya, Terlibat Aksi Pencurian Kotak Amal di 2 Masjid
• Gempa 5,0 Magnitudo Guncang Pesisir Lumajang, Tak Berpotensi Tsunami, Ini Imbauan BPBD
Vicky menginginkan beberapa kasus penolakan hadirnya pariwisata di Pamekasan dicukupkan kali ini saja, dan tidak berlangsung berlarut-larut.
Kata dia, jika Pemda tidak hadir memberi jalan keluar, maka berpotensi akan terulang kembali.
"Sudah cukup beberapa kassus penolakan terhadap aktifitas pelaku usaha pariwisata di Pamekasan," harapnya.
Berdasarkan catatan TribunMadura.com, sejumlah pariwisata di Pamekasan yang pernah didemo dan sempat ditolak, di antaranya:
1. Penolakan bangunan hotel di Kecamatan Tlanakan dengan gaya perahu yang didemo dan pada akhirnya disegel dan ditutup paksa.
2. Sejumlah tempat karaoke di Pamekasan didemo, disegel dan akhirnya ditutup paksa.
3. Pembangunan Hotel Front One didemo.
4. Pembuatan Gedung Bioskop Kota Cinema Mall (KCM) yang berada di Jalan Raya Nyalaran didemo.
5. Yang terbaru, wisata Bukit Bintang dibakar dan ditutup paksa.
Kata Pemilik
Pemilik Kedai Bukit Bintang, Mohammad Saleh mencurahkan isi hatinya setelah sejumlah fasilitas yang ada di kedai miliknya dibakar oleh oknum massa yang melakukan demonstrasi, Senin (5/10/2020) kemarin.
Ia mengaku sakit hati dengan aksi arogan yang dilakukan oleh oknum yang tega membakar dua gazebo yang ada di kedai miliknya.
Selain dibakar, sejumlah peralatan yang ada di kedainya ada yang dicuri oleh oknum massa.
Barang yang dicuri ini meliputi, sejumlah lampu penerang kedai, rantai pembatas kedai, sound system, ampli, dan aki.
"Hancurnya perasaan saya dengan adanya kejadian itu karena sampai dibakar, dijarah sejumlah fasilitas yang ada di sini dan dirusak," kata Mohammad Saleh kepada TribunMadura.com, Selasa (6/10/2020).
Pria yang akrab disapa Saleh ini juga mengaku tidak terima dengan tuduhan tempat kedainya yang diduga dijadikan tempat maksiat.
Menurut dia, isu ini tidak benar dan tidak sesuai dengan di lapangan.
"Kalau mau ditutup silakan saya tidak masalah, tapi jangan sampai dibakar, sakit hati saya, trauma saya melihat kejadian itu," keluhnya.
Mulanya, ia membuat kedai itu berkat utang Sapi Limosin ke rekannya.
Semua fasilitas yang dia beli hingga kedai itu jadi, menghabiskan dana sekitar Rp 150 juta berkat menjual Sapi Limosin hasil utangan.
Saat ini, Saleh mengaku trauma ketika melihat kondisi kedainya yang sudah hancur berantakan setelah kejadian aksi demo kemarin.
Ia mentaksir, setelah sejumlah fasilitas kedainya dirusak dan dibakar oleh oknum massa merugi hingga Rp 75 juta rupiah.
"Saya mohon belas kasih dari Pemkab Pamekasan seperti apa solusinya dengan masalah ini, karena saya orang pas-pasan," pintanya.