Berita Sampang
Tajul Muluk Menjadi Suni, Bupati Sampang: Mereka Belum Bisa Pulang, Kami Hanya Sebagai Fasilitator
Pembacaan ikrar pengungsi Syiah, Tajul Muluk beserta keluarga dan pengikutnya untuk kembali ke pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah telah selesai.
Penulis: Hanggara Pratama | Editor: Elma Gloria Stevani
TRIBUNMADURA.COM - Pembacaan ikrar pengungsi Syiah, Tajul Muluk beserta keluarga dan pengikutnya untuk kembali ke pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) di Pendopo Trunojoyo Sampang, Madura telah selesai, Kamis (5/11/2020)
Prosesi tersebut berakhir pukul 12.30 WIB dengan disaksikan ulama dan kiai se Madura.
Ada 274 orang dibaiat menjadi Suni.
Meski begitu, mereka belum bisa pulang kampung di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, dan Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang.
Eks pimpinan penganut Syiah Tajul Muluk, menyampaikan terima kasih dan bersyukur permasalahan 8 tahun silam itu telah selesai pasca berikrar ke Suni. Banyak harapan dirinya bersama pengungsi lain bisa kembali ke kampung halaman.
“Ke depannya kami berharap bisa pulang semua setelah berikrar, tapi ini butuh proses dan kerjasama pemerintah daerah hingga pusat,” kata Tajul Muluk.
Kendati demikian, kata Tajul, tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun dalam memilih ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah.
Dia menambahkan, bukan persoalan pulang kampung menjadi prioritas melainkan proses pembaiatan. Sebab, pihaknya tidak ingin mempunyai hutang dihadapan Allah dan masyarakat.
“Kami ingin menyambung apa yang terputus dan memperbaiki yang rusak karena makna dari berikrar sebuah pilihan dan berfikir bahwa Aswaja adalah pilihan terbaik,” ungkap Tajul.
Bupati Sampang Slamet Junaidi menyampaikan bahwa ratusan warga penganut aliran syiah tersebut lebih memprioritaskan pembacaan ikrar untuk kembali ke ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah.
Sehingga, pihaknya memfasilitasi permintaan tersebut melalui koordinasi dengan para ulama dan kiai di Kabupaten Sampang hingga Kabupaten lainnya di Madura.
"Kami disini hanya memfasilitasi sedangkan, pembacaan ikrar ini berangkat dari permintaan sendiri dari Tajul Muluk dan pengikutnya," pungkasnya.
Ia berharap kedepan semua masyarakat di dua desa itu ada kebersamaan hidup dalam menciptakan situasi keamanan dan ketertiban.
Diakui Slamet Junaidi bahwa proses pembacaan ikrar berjalan sukses dan lancar.
“Alhamdulilah sudah dilaksanakan, tinggal ke depan kita pikirkan bersama,” ucapnya.
Slamet Junaidi menyampaikan terkait keinginan mantan penganut Syiah pulang kampung sepenuhnya diserahkan kepada tokoh ulama untuk melakukan pembinaan.
Namun sementara ini proses pemulangan belum ada bahkan mereka masih ingin tetap tinggal di Rusun Puspa Agro, Jemondu, Sidoarjo.
“Tergantung nanti proses ke depan, jadi sekarang mereka belum bisa pulang, kami pemerintah daerah hanya sebagai fasilitator dalam menyelenggarakan pembaiatan,” tuturnya.
Pengakuan Penganut Aliran Syiah di Sampang
Ratusan penganut aliran Syiah membacakan ikrar kembali ke ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) di Pendopo Trunojoyo Sampang, Madura, Kamis (5/11/2020).
Pembacaan dilakukan secara bergantian di depan para ulama, kiai, tokoh masyarakat, bahkan di hadapan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sampang.
Seorang pengikut Syiah, Rusiyah mengaku sedih bercampur senang setelah membacakan ikrar.
Warga Desa Karang Gayam Kecamatan Omben itu mengaku sudah bertahun-tahun menunggu momen tersebut.
"Kami sudah delapan tahun di tempat pengungsian, rindu sama kampung halaman," ujarnya kepada TribunMadura.com.

Selama delapan tahun suka duka dilewati di tempat pengungsian bahkan, rela bekerja sebagai pengupas kelapa demi memenuhi kehidupan enam kekuarganya.
Ia mengatakan, sistem kerjanya pun tergantung terhadap pabrik si pemilik kelapa, dalam sepekan bisa bekerja selama enam hari dan juga bisa empat hari.
Namun, jika kondisinya sepi bisa sepekan tidak bekerja sama sekali.
"Untuk bayarannya tidak nentu, tapi sering mendapatkan Rp. 400 ribu dan hasinya cukup memenuhi ekonomi keluarga di sana," tuturnya.
Kendati demikian, setelah pembacaan ikrar ini dilakukan, Rusiyah menyampaikan tidak tahu setelah ini apakah langsung menuju tempat tinggalnya di Desa Blu'uran Kecamatan omben atau tidak.
Menurutnya, jika kembali ke tempat tinggalnya dirasa tidak mungkin lantaran rumahnya sudah ludes terbakar pada insiden 2012 lalu.
Sehingga, mau tidak mau pihaknya berharap kepada pemerintah daerah untuk memperhatikan nasib yang dialami oleh dirinya beserta teman-teman yang lain karena audah tidak ada tempat tinggal untuk ditempati.
"Selesai ikrar ini kami tidak tahu, rumah sudah tidak ada, kami berharap kepada pemerintah," pungkasnya.
Pulang Kampung ke Sampang Belum Jadi Prioritas Bagi Tajul Muluk
Pulang ke kampung halaman di Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura masih belum menjadi prioritas Tajul Muluk atau Ali Murtadho.
Padahal, pemimpin alirah Syiah tersebut sudah delapan tahun mengungsi Rumah Susun (Rusun) Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo bersama ratusan pengikutnya.
Ali Murtadho mengatakan, bahwa saat ini pulang ke kampung halaman masih belum menjadi prioritas sebab, harus melewati proses yang panjang, yang pastinya harus ada bantuan pemerintah daerah hingga pusat.
Sehingga, pihaknya lebih menitik beratkan hutangnya kepada kehadapan Allah SWT untuk kembali ke ajarannya yakni, Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja).
"Yang paling prioritas sebenarnya masalah pembacaan ikrar ini karena kami tidak ingin memiliki utang dihadapan Allah SWT dan di hadapan masyarakat.
Kami ingin menyambung apa yang terputus dan memperbaiki apa yang rusak," ujarnya setelah melakukan," ujarnya.
Menurutnya, ikrar ini merupakan sebuah pilihan setelah berpikir panjang bahwa di aliran Ahlussunnah Wal Jamaah memang terbaik jika dibandingkan saat berada di Syiah.
"Kami kembali ke ahli sunah ini tanpa adanya tekanan dari siapa pun, terlebih jika ada yang mau tetap di Syiah saya tidak bisa melarang," tegasnya.
Dari ratusan penganut aliran Syiah yang mengungsi di Rumah Susun (Rusun) Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo, sekitar 21 warga diantaranya menolak ikut pembacaan ikrar untuk kembali ke ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja).
Hal tersebut dispaikan oleh Tajul Muluk atau Ali Murtadho pasca membacakan ikrar di Pendopo Trunojoyo Sampang, Madura Kamis, (5/11/2020).
Ia mengatakan, bahwa ada 274 warga yang mengikuti pembacaan ikrar pada hari ini dan ada 21 warga lainnya menolak kembali ke ajaran Aswaja.
Tajul Muluk mengaku tidak mengerti alasan mereka tidak ingin kembali ke ajaran Aswaja hanya saja dirinya tidak ingin memaksakan kehendak sejumlah rekannya tersebut lantaran ini kepentingan masing-masing.
"Kami tidak bisa memaksakan karena itu adalah hak, semuanya apa kata mereka segala konsekuensinya yang jelas kami hanya ingin membayar hutang di hadapan Allah SWT.
Andai saja mereka semua tidak ingin mengikuti saya, saya tetap akan kembali ke ahli sunah karena ini urusan akhirat saya," ujarnya.
Mengetahui ada 21 mantan pengikutnya yang menolak kembali ke Aswaja, Tajul Muluk menuturkan, direncanakan akan ada pemisahan saat tinggal di tempat pengungsian Rusun Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo.
Namun, hal itu belum dapat dipastikan lantaran masih menunggu keputusan dari pemerintah.
"Say tidak bisa mempengaruhi mereka, Rosululloh saja tidak bisa mempengaruhi pamannya," ucapnya
Lebih lanjut, saat disinggung setelah menyelesaikan Ikrar itu, pihaknya mengaku senang karena sudah tidak memiliki utang di hadapan Allah SWT dan di hadapan masyarakat Madura.
"Selanjutnya kami berharap bisa saling memaafkan kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan sebeumnya dan mari membangun Sampang kedepannya lebih baik lagi," pungkasnya.