Berita Pamekasan
Kesaksian Korban Selamat Longsor di Pamekasan, Dengar Sahabat Menjerit Tak Kuat Menahan Reruntuhan
Kesaksian korban tebing longsor di asrama santriwati Pondok Pesantren An-Nidhomiyah Pamekasan.
Penulis: Kuswanto Ferdian | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
CeReporter: Kuswanto Ferdian | Editor: Ayu Mufidah KS
TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Tia Muharramah menjadi satu di antara korban tebing longsor di Dusun Jepun, Desa Bindang, Kecamatan Pasean, Kabupaten Pamekasan, Madura, Rabu (24/2/2021).
Tidak seperti lima orang rekannya, santriwati Pondok Pesantren An-Nidhomiyah Pamekasan ini selamat dari tebing longsor yang menimpa asramanya.
Tia mengaku mengingat betul detik-detik menjelang peristiwa yang menelan lima korban meninggal dunia itu.
Baca juga: Ibu Jadi TKW, Gadis Kecil Tewas seusai Diperkosa, Jenazah Telanjur Dimakamkan, Siap Dibongkar: Robek
Baca juga: Puluhan Anggota Polres Bangkalan Berstatus Penyintas Covid-19, 15 di Antaranya Belum Bisa Divaksin
Baca juga: Daftar Korban Meninggal Akibat Tebing Longsor di Pasean Pamekasan, Korban Dikenal Sosok yang Rajin
Sebelum peristiwa tanah longsor itu terjadi, ia bersama tiga sahabatnya, Robiatul Adawiyah, Siti Komariyah, dan Nurul Komariyah tidur sekmar di asrama santriwati sebelah utara.
Seingatnya, sebelum tanah longsor terjadi, malam itu hujan mengguyur desa setempat cukup deras disertai angin kencang.
Saat Tia bersama tiga sahabatnya sudah tertidur lelap, seketika badannya merasakan sakit yang begitu nyeri.
Di waktu bersamaan itu pula, kelopak matanya langsung terbuka, dan terkejut ketika melihat tubuhnya tertimbun lemari.
Tak hanya dirinya saja yang tertimbun lemari berwarna coklat itu, namun ketiga sahabatnya, juga mengalami hal yang sama.
Namun, Tia mengaku beruntung, sebab saat sebagian tubuhnya tertimbun lemari, ia masih memiliki sedikit ruang untuk bergerak dan bernapas.
Sedangkan, ketiga sahabatnya, yang tidur tepat di samping kanannya, selain terhimpit lemari, juga tertimbun reruntuhan batu bata asrama.
"Tebing tanah yang longsor itu terjadi sekitar pukul 00.30 WIB. Saya dini hari itu langsung terkejut dan seketika bangun, tahu-tahu tubuh saya sudah tertimbun lemari bersama tiga sahabat saya," kata Tia kepada TribunMadura.com, Kamis (25/2/2021).

Baca juga: Jumlah Komulatif Covid-19 di Kota Blitar Tembus 2000 Kasus, Warga Kembali Diingatkan soal Prokes
Baca juga: Kecanduan Miras Sejak Muda, 4 Pemuda Keliling Surabaya Cari Sasaran Begal Motor untuk Beli Alkohol
Sekitar 30 menit Tia bersama tiga sahabatnya terjepit lemari dan tertimbun material reruntuhan bangunan.
Namun nahasnya, dua sahabatnya tak bisa tertolong, lantaran tertimbun pecahan material batu bata.
Sedangkan, satu sahabatnya yang lain, berhasil diselamatkan meski mengalami patah tulang di bagian kaki.
Kata Tia, ia dan sahabatnya yang patah tulang itu bisa diselamatkan karena masih bisa bernapas dan bisa bergerak.
Kala itu, ia mengaku langsung berteriak minta tolong untuk segera dikeluarkan dari himpitan lemari yang berisi tumpukan pakaian.
Seingat Tia, pertolongan pertama datang dari warga setempat yang langsung memindahkan lemari yang menghimpit tubuhnya.
Sedangkan, dua sahabatnya yang tertimbun longsoran tanah dan meninggal dunia itu, digali menggunakan tangan oleh warga setempat.
"Yang meninggal dunia Robiatul Adawiyah dan Siti Komariyah. Sedangkan Nurul Komariyah mengalami patah tulang di bagian kaki," ujar Tia.
Baca juga: Tak Mau Ditangkap, Maling Motor asal Pasuruan Bacok Polisi di Kota Malang, Berakhir Kakinya Ditembak
Baca juga: Gelagat Aneh Pengendara Motor setelah Kecelakaan Terendus Polisi, Panik hingga Buka Paving Gang
Sebelum kejadian tanah longsor, Tia bersama tiga sahabatnya tersebut sempat saling curhat di kamar mereka.
Kata dia, dua sahabatnya yang meninggal dunia itu bercerita kepada dirinya kalau ingin segera merasakan di Wisuda.
"Kok lama wisuda ya. Gimana ya rasanya kalau wisuda. Happy enggak?" ungkap Tia menirukan percakapan salah satu sahabatnya sebelum meninggal dunia.
Tia mengaku dadanya sesak ketika mengingat kejadian tanah longsor pada dini hari itu.
Sebab, ia bersama tiga sahabatnya, dini hari itu, tubuhnya saling terhimpit, tertimbun lemari dan berdesak-desakan untuk berusaha keluar dari reruntuhan material bangunan.
"Untung saya masih selamat, karena ada lemari yang menghalangi tubuh saya sehingga tidak terkena reruntuhan meterial bangunan," syukurnya.
Hingga hari ini, Tia mengaku masih tak menyangka akan mengalami kejadian sengeri itu.
Ketika ia mengingat kata terakhir yang diutarakan oleh dua sahabatnya itu saat hendak menghembuskan napas terakhirnya, Tia mengaku ingin menangis dan menutup telinga.
Sebab, suara sahabatnya masih terngiang-ngiang di telinganya hingga hari ini.
"Dua sahabat saya yang meninggal dunia itu sempat bilang gak kuat nahan reruntuhan material bangunan yang menimbun tubuh mereka," ucap Tia sembari menyeka air matanya.
Tia mengaku rindu dan ingin merasakan suasana saling curhat lagi dengan dua sahabatnya yang sudah dikebumikan itu.
Menurut dia, dua sahabatnya, di Ponpes An-Nidhomiyah dikenal sebagai santriwati yang rajin, baik dan suka membantu memasak.
"Ya kalau ingat mereka, dua sahabat saya itu. Pengin nangis. Ingat momen saat kami makan bareng, tidur bareng, nyuci bareng dan belajar bareng," pungkasnya.