Berita Sumenep

Muncul Penolakan Rencana Tambang Fosfat di Sumenep, Para Kiai dan Pengasuh Ponpes Datangi DPRD

Sejumlah kiai dan pengasuh pondok pesantren menyatakan menolak rencana penambangan fosfat.

Penulis: Ali Hafidz Syahbana | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
TRIBUNMADURA.COM/ALI HAFIDZ SYAHBANA
Sejumlah kiai dan pengasuh pondok pesantren di Sumenep saat berada di DPRD Sumenep untuk tolak segala proses penambangan fosfat, Rabu (10/3/2021). 

Mereka mendesak Kepala Bappeda Sumenep, Yayak Nurwahyudi agar segera dicopot dari jabatannya.

Selain itu, massa menyampaikan aspirasinya agar pemerintah daerah menghapus Pasal 40 Ayat 2 Perda RTRW Nomor 12 Tahun 2013 dalam reviewnya.

"Dengan tegas hari inu, kami mendesak segera dicopot Kepala Bappeda Sumenep, karena dengan mengupayakan perubahan RTRW, ini sudah jelas Bappeda tidak berpihak pada rakyat," kata korlap aksi, Abdul Basith dengan berteriak.

"Apalagi perubahan RTRW akan melegalkan pertambangan fosfat di Kabupaten Sumenep," sambung dia.

Menurutnya, sudah jelas ada benturan pasal dan masih saja menambah titik lokasi tambang fosfat di Kabupaten Sumenep.

"Ini kan sudah tidak mencerminkan bahwa dia (Yayak Nurwahyudi) tidak berpihak kepada rakyat, makanya kami minta dia dicopot saja," ujarnya.

Aktivis ini memaparkan, bahwa produk RTRW yang sekarang ada temuan benturan antara pasal 40 Ayat (2) tentang kawasan pertambangan dengan pasal sebelumnya, yakni nomor 32 dan 33.

Tak hanya itu katanya, bahkan dalam rencana perubahan RTRW Sumenep yang baru. Titik fosfat yang awalnya hanya delapan kecamatan dan ditambah menjadi 17 Kecamatan di Sumenep.

"Ini bukti kebijakan yang akan mengusir rakyat Sumenep dari tanahnya, bagaimana tidak sahabat, jika pertambangan fosfat dilakukan. Maka dampaknya para petani pasti akan terancam. Kerusakan lingkungan pasti terjadi dan belum lagi ancaman bencananya," tegasnya.

Sutrisno, salah satu dari massa aksi juga mengatakan bahwa pertambangan fosfat akan merusak kawasan kast yang selama ini menjadi tandon air bawah tanah.

Jika kawasan itu rusak kata ketua FKMS ini, maka pasti bencana kekeringan akan mengancam warga Sumenep. Belum lagi saat musim hujan, banjir pun akan terjadi karena pertambangan itu pasti merusak lingkungan.

"Ada apa ini kok malah ngotot melegalkan tambang fosfat dengan mengupayakan perubahan RTRW," tanya Sutrisno dengan nada heran.

Menurutnya, penghapusan pasal 40 ayat (2) tentang pertambangan dalam RTRW tersebut. Karena pasal tersebut bertentangan dengan pasal lainnya yakni pasal 32 tentang kawasan lindung geologi.

Menurut mahasiswa pasal 40 ayat (2) itu harus dihapus, bukan malah ditambah menjadi 17 kecamatan.

Apalagi hingga saat ini katanya, soal aturan pengelolaan limbah pertambangan fosfat belum jelas.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved