Berita Surabaya
Syarat Hajatan Pernikahan di Surabaya Digodok: Tak Ada Kursi Undangan, Tamu yang Hadir Dibatasi
SOP hajatan pernikahan warga di Kota Surabaya. Gedung harus steril dengan penyemprotan disinfektan, jumlah undangan dibatasi.
Penulis: Bobby Koloway | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Sejumlah aturan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) hajatan pernikahan warga di Kota Surabaya tengah digodok.
Diharapkan, dengan SOP tersebut, hajatan pernikahan warga di Kota Surabaya tak memunculkan kerumunan dalam jumlah besar dalam masa kenormalan baru.
Sebab, hajatan pernikahan menjadi satu di antara sejumlah kasus penyumbang penularan Covid-19 terbanyak.
Baca juga: Mayat Janin Ditemukan di Tumpukan Sampah Area Taman Surabaya, Separuh Kepalanya Dimakan Kucing
Baca juga: Rekrutmen CPNS 2021 di Pamekasan, Pemkab Ajukan 265 Formasi CPNS dan 1022 untuk PPPK, Ini Rinciannya
Wakil Sekretaris Satgas Pencegahan Penyebaran Covid-19 Surabaya, Irvan Widyanto menjelaskan detail aturan hajatan pernikahan.
Misalnya sebelum acara. Ruangan atau gedung harus steril dengan penyemprotan disinfektan.
Jumlah undangan yang hadir pada hajatan pernikahan juga harus terbatas.
Apabila lebih dari 100 undangan, maka harus dibagi ke beberapa sesi.
"Misalnya untuk 200 undangan, bisa dibagi ke empat sesi. Tiap sesi harus diberi jeda dengan penyemprotan desinfektan kembali," katanya.
Pada saat acara, seluruh yang datang wajib mengenakan masker.
"Hanya kedua mempelai yang diperbolehkan lepas masker, orang tua tetap wajib (pakai masker)," katanya.
Undangan yang datang tak boleh berlama-lama di acara pernikahan.
Begitu datang di tempat, undangan bertemu kedua mempelai, langsung pulang membawa makanan.
Makanan diberikan dengan sistem "bawa pulang" (take away).
"Itu pun harus diletakkan di pintu keluar. Sebab, kalau di pintu masuk, khawatirnya akan dimakan undangan di tempat acara," katanya.
Di tempat acara, juga tak menyiapkan kursi untuk undangan. Kursi hanya diperuntukkan kepada kelurga mempelai.
Untuk mempercepat proses, juga terbuka penggunaan E-Money dalam memberikan pembayaran.
Pun untuk hiburan musik hanya diperbolehkan untuk pengiring acara.
Tak diperbolehkan musik dengan penonton apalagi dengan menggelar semacam konser di acara pernikahan.
Irvan menjelaskan bahwa regulasi ini bukan hanya berlaku untuk pernikahan di gedung. Namun, juga berlaku di kampung.
"Kami akan panggil WO (Wedding Organizer), pengelola gedung, hingga katering (untuk sosialisasi sekaligus menerima masukan)," katanya.
"Hajatan dengan adat Jawa, Tiongkok, apapun itu dibuat mirip seperti nikah drive thru,” papar Irvan.
Kabag Strategis Bakebanglinmas Ucok Henri Perdamaian menambahkan, bahwa petugas juga akan melakukan assesment (penilaian risiko) sebelum acara.
Bukan hanya untuk hajatan, assesment juga dilakukan untuk tempat Rekreasi Hiburan Umum (RHU) di Surabaya.
Sehingga, tiap acara akan digelar, harus berkirim surat terlebih dahulu ke Pemkot. Isinya, untuk permohonan assessment.
Selanjutnya, Pemkot akan menerjunkan tim.
"Kami akan terjunkan tim ke lokasi. Tim ini menilai risiko: apa yang boleh atau tidak boleh. Sifatnya rekomendasi," katanya.
Misalnya, jumlah undangan yang bisa hadir dengan mempertimbangkan kapasitas tempat.
"Kami juga lihat sirkulasi udaranya. Kalau kapasitasnya menurut kami hanya muat 50 orang sedangkan total undangannya 200, ya harus dengan sistem sift," katanya.
"Sehingga, kami juga memeriksa kertas undangannya. Harus ada pembagian jam," katanya.
Susunan acara juga diperiksa. "Kami mewaspadai susunan acara yang menimbulkan risiko besar.
Misalnya, yang menimbulkan penonton atau kerumunan," katanya.
"Prinsipnya, aturan yang kami buat juga memperhatikan masukan dari pihak pakar kesehatan dan juga pelaku. Kami berupaya menekan angka penularan akibat hajatan," katanya. (bob)