Polemik JHT, Menaker Ida Fauziyah Beri Respon Pasca Dipanggil Presiden Jokowi, Bakal Direvisi?
Presiden memberikan arahan agar keberadaan JHT bisa bermanfaat untuk membantu pekerja atau buruh yang terdampak, khususnya mereka yang ter-PHK
Mengenai hal tersebut, Bhima Yudhistira menilai waktu yang diperlukan untuk pencairan JHT terlalu lama.
Menurutnya, tidak semua pekerja Indonesia berstatus karyawan tetap, sehingga yang paling membutuhkan jaminan hari tua jangka pendek adalah pekerja kontrak maupun outsourcing.
Mereka membutuhkan modal setelah diputus kontaknya atau terkena PHK.
“Terlalu lama ya karena ada kondisi-kondisi tertentu.”
“Kita lihat di Indonesia, tidak semua pekerja tetap banyak yang sifatnya bukan karyawan tetap,” kata Bhima dalam program Panggung Demokrasi Tribunnews, Rabu (16/2/2022).
“Sehingga kalau pekerja kontrak diputus begitu saja masih proses mencari pekerjaan, tentu butuh modal,” imbuhnya.
Sementara itu, lanjut Bhima, realisasi dari jaminan kehilangan pekerjaan seperti amanat di UU Cipta Kerja masih belum terimplementasi secara baik.
Untuk itu, Bhima menyebut, jaminan hari tua ini penting dan perlu dibuat lebih fleksibel.
Khususnya untuk pekerja kontrak, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan oursourcing.
“Jadi JHT ini sangat penting dan memang harusnya bisa dibuat fleksibel, dalam kondisi tertentu bisa dicairkan tanpa menunggu usia 56 tahun.”
“Yang paling butuh dana JHT jangka pendek, itu adalah pekerja yang kontrak, PKWT, dan outsourcing,” jelas Bhima.
Lebih dari 100 Ribu Orang Teken Petisi Penolakan Aturan Pencairan JHT pada Usia 56 Tahun
Aturan terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) soal pencairan Jaminan Hari Tua atau JHT tengah menjadi sorotan publik.
Sejumlah pihak mengkritisi aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Hingga muncul sebuah petisi di laman Change.org yang menolak pencairan JHT saat peserta berusia 56 tahun.