Breaking News

Kilas Balik

Sosok AH Nasution, Jendral TNI Selamat dari Amukan G30S/PKI Berkat Ajudan, Pernah Jadi Guru

AH Nasution menjadi saksi hidup kebengisan PKI dalam peristiwa G30S. Ia selamat setelah menjadi incaran penculikan dan pembunuhan berkat ajudannya.

Wikipedia
AH Nasution (kiri) bersama anak bungsunya (kanan) yang meninggal dunia usai terkena tembakan dari pasukan tentara G30S/PKI. 

TRIBUNMADURA.COM - Sosok AH Nasution merupakan salah satu saksi hidup yang menyaksikan kebengisan peristiwa G30S/PKI pada 1965 lalu.

Bagaimana tidak, jendral Angkatan Darat ini menjadi salah satu sasaran penculikan PKI kala itu.

Namun, ia selamat berkat aksi istri dan ajudan, Pierre Tendean.

Meski selamat, AH Nasution harus kehilangan Pierre dan anak bungsunya yang masih berusia 5 tahun.

Lantas, seperti apa sosok AH Nasution tersebut?

Seperti apa kisah AH Nasution sampai-sampai selamat dari kejaran Pasukan Cakrabirawa?

Baca juga: Alasan Soeharto Tak Diculik saat Peristiwa G30S, Padahal Seorang Jendral TNI, Betulkah Sang Dalang?

Kesaksian AH Nasution saat hendak diculik saat G30S/PKI

Untuk diketahui sebelumnya, dalam peristiwa G30S/PKI ini, sejumlah jendral TNI ditangkap lantaran diduga ingin mengkudeta Presiden Soekarno.

Sebab perencanaan kurang matang, mereka malah dibunuh alih-alih membawanya ke hadapan Soekarno.

Salah satu jendral TNI yang disebut hendak menurunkan presiden pertama Indonesia ini adalah AH Nasution.

Usaha penculikan Nasution dimulai pada 1 Oktober 1965 pada pukul 4 pagi di rumah sang jendral di Jalan Teuku Umar no. 40, Menteng, Jakarta Pusat, seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (4/10/2023).

Sekira 15 tentara pasukan Pasopati yang dipimpin oleh Letnan Doel Arif mendatangi kediaman Nasution dan keluarganya.

Untungnya, Nasution dan sang istri, Johanna Suniarti masih terjaga dan menyadari kedatangan tak terduga itu.

Pintu dibuka paksa oleh pasukan Pasopati, namun Suniarti segera menutupnya begitu melihat mereka berdiri di ambang pintu.

Perlawanan Suniarti lantas memecah keheningan subuh saat itu sebab pasukan tentara membombardir pintu dan tembok kamar.

Alhasil, suara keras tembakan itu membangunkan ibu dan adik Nasution, Mardiah.

Nasution dan Suniarti melarikan diri ke pintu lain dan menyusuri koridor pintu samping rumah.

Baca juga: Sosok Mbah Suro, Dukun PKI yang Kebal Senjata, Pasukan RPKAD Harus Turun untuk Melumpuhkannya

Abdul Haris Nasution
Abdul Haris Nasution (Wikipedia.org)

Pun hal serupa dilakukan Mardiah yang kemudian menggendong putri Nasution, Ade Irma, saat berusaha kabur.

Nahas, Ade Irma Suryani terkena tembakan sebanyak tiga kali di bagian punggungnya dan meninggal dunia usai dirawat lima hari di rumah sakit.

Dia sempat hendak kembali masuk ke rumahnya ketika putrinya tertembak.

Namun, upaya itu dicegah oleh istrinya yang memohon agar Nasution menyelamatkan diri.

Dikutip dari Museum Nusantara, Nasution dan keluarganya berhasil lolos setelah memanjat pagar menuju halaman Kedubes Irak.

Berdasarkan kesaksian Nasution pada media, dia dan keluarganya yang sedang terluka bersembunyi di balik tumpukan drum bekas di halaman Kedubes Irak.

Dalam persembunyiannya itu, Nasution sempat mendengar salah seorang berteriak, "....seseorang melarikan diri di samping."

Saat subuh, pasukan Pasopati membubarkan diri, pada saat itulah Nasution mulai berlarian mencari pertolongan untuk keluarganya.

Hingga pada 2 Oktober 1965, G30S berhasil diatasi. Namun, Nasution kehilangan sosok ajudannya, Lettu Pierre Tendean yang turut berperan menyelamatkannya dengan menyamar sebagai dirinya.

Pierre Tendean gugur di tangan pasukan Cakrabirawa setelah menghadap dan dieksekusi oleh pasukan itu.

Sosok AH Nasution

Adul Haris Nasution atau AH Nasution merupakan jendral Angkatan Darat saat G30S/PKI mengincarnya.

Ia merupakan anak pertama dari H. Abdul Nasution dan Hj. Zahrah Lubis yang lahir pada 3 Desember 1918 di Katanopan, Tapanuli Selatan

Lahir di antara keluarga guru membuat Nasution bekerja sebagai guru sebelum akhirnya mendaftar ke pendidikan militer.

Ayahnya merupakan pedagang dan guru pesantren, sementara sang kakek adalah guru silat yang dihormati di kampungnya.

Nilai akademik Nasution juga menonjol kala itu.

Nasution kecil kala itu berhasil diterima di sekolah dasar unggulan yang didirikan Belanda, Hollandse Inlandse School (HIS).

Naik ke jenjang sekolah menengah, ia melanjutkan ke Holandsche Indische Kweekschool (HIK) di Bandung.

Kala itu, ia bertemu dengan Van der Werf, guru Belanda yan gjuga pemimpin partai Katolik di Bandung.

Sejak itulah ia tertarik dengan dunia politik dan militer.

Baca juga: REKAM JEJAK Arifin C Noer, Sang Sutradara Film G30S PKI, Ini Sederet Penghargaan yang Pernah Diraih

Usai lulus dari HIK, ia pergi ke Algemeene Middlebare School (AMS).

Ia berhasil lulus ujian AMS B di Jakarta dan diterima menjadi guru di daerah Bengkulu.

Nasution dan keluarga kecilnya. Putri bungsunya, Ade Irma Suryani (dua dari kiri), tewas terkena tembakan pasukan Senopati yang mendobrak rumah Nasution.
Nasution dan keluarga kecilnya. Putri bungsunya, Ade Irma Suryani (dua dari kiri), tewas terkena tembakan pasukan Pasopati yang mendobrak rumah Nasution. (Wikipedia/Military Collection of Indonesia)

Di situ ia bertemu dengan Soekarno. Setelah berkali-kali bertukar sapa, Soekarno menyarankan Nasution untuk bergabung dengan organisasi pemuda bernama Indonesia Muda.

Namun, tidak lama kemudian ia dipindahkan ke Palembang, Sumatera Selatan untuk menjadi kepala sekolah.

Kendati demikian, AH Nasution masih menyimpan mimpinya untuk bergabung di militer.

Ia lantas memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya sebagai guru dan lanjut menempuh pendidikan militer di Jawa, tepatnya di Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO).

Prestasi Nasution di militer terbilang gemilang. Beberapa bulan sejak masuk CORO, Nastuion diangkat menjadi kopral dan naik pangkat ke sersan usai tiga bulang berselang.

Karier AH Nasution di militer semakin naik seiring berjalannya waktu. Belum setahun setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya pada Maret 1946 AH Nasution diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan.

Tak lama kemudian, ia kembali diangkat sebagai Panglima Regional Divisi Siliwangi yang bertugas di Provinsi Jawa Barat. Selama menjabat ia banyak terlibat dengan peristiwa perang pasca-kemerdekaan.

AH Nasution melepas masa lajangnya satu tahun kemudian. Ia bertemu dengan Johana Sunarti, seorang mahasiswi Universitas Gajah Mada (UGM). Ia merupakan putri dari R.P. Gondokusumo, seorang tokoh pergerakan sekaligus petinggi Sarekat Islam.

Ia merupakan tokoh yang disegani kala itu, termasuk oleh Belanda dan dijuluki sebagai 'Jago Tua'. Pernikahan antara Sunarti dan AH Nasution berlangsung di Ciwidey, Jawa Barat pada 30 Mei 1947.

Baca juga: Pierre Tendean Bukan Sasaran Utama G30S/PKI, Lalu Siapa Sebenarnya? Simak Juga Biografi Singkatnya

Dari pernikahan tersebut, ia dikaruniai dua orang anak. Anak pertamanya bernama Hendrianti Shara Nasution, sedangkan anak kedua adalah Ade Irma Nasution.

Nasution menjadi saksi sejarah mencekam peristiwa G30S/PKI di Indonesia. Dia tutup usia pada 6 September 2000 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
Sebelum tutup usia, tepatnya pada 1997, AH Nasution mendapat gelar kehormatan Jenderal Besar.

Hanya ada dua perwira lain yang mendapatkan gelar tersebut, yaitu Jenderal Soedirman dan Soeharto.

-----

Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunMadura.com

Berita Madura dan berita viral lainnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved