Berita Jatim

Respon MUI Jatim soal Kasus Tukar Pasangan Gus Samsudin Blitar: Jangan Terkecoh

Kasus video viral 'Tukar Pasangan' yang menyeret Samsudin turut menjadi atensi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.

Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: Januar
TribunMadura/ Yusron
Ketua Umum MUI Jatim KH Moh Hasan Mutawakkil Alallah dalam kesempatan di Surabaya beberapa waktu lalu. 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Yusron Naufal Putra

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kasus video viral tukar pasangan yang menyeret Samsudin turut menjadi atensi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.

Dalam pernyataan resmi, MUI Jatim meminta agar publik tidak sembarangan menyematkan tokoh dengan panggilan gus atau kiai.

Ketua Umum MUI Jatim KH Moh Hasan Mutawakkil Alallah mengatakan, sebutan yang kurang tepat bisa berakibat tak baik pada orang lain bahkan pada institusi keagamaan.

"Mengingatkan masyarakat agar mempunyai pemahaman yang tepat soal literasi kegamaan," kata Kiai Mutawakkil dalam keterangannya, Senin (4/3/2024).

Konten video viral di medsos itu belakangan memang jadi sorotan lantaran dinilai menyimpang dengan seolah memuat narasi memberikan izin untuk ganti pasangan dengan syarat suka sama suka.

Baca juga: Warga Blitar Sebut Gus Samsudin Bikin Konten Viral Tukar Pasangan saat Dini Hari: Jadi Tidak Enak

Samsudin, pelaku dan pemilik akun konten tersebut merupakan pengasuh Padepokan Nur Dzat Sejati di Blitar dan sebelumnya dikenal dengan sebutan Gus Samsudin.

Sekretaris Umum MUI MUI Jawa Timur, Prof Akh Muzakki mengapresiasi langkah kepolisian. Menurutnya, bila pelaku menganggap konten itu sebagai edukasi, hal itu tidak bisa dibenarkan. Sebab, edukasi sedianya berorientasi positif.

"Islam sama sekali tidak mengajarkan sebagaimana yang ada di konten tersebut. Kami mendukung penuh langkah Polri supaya tidak ada lagi yang membuat konten agama untuk kepentingan pribadi, misalnya agar ratingnya tinggi," katanya dalam keterangan yang sama.

Prof Muzakki mengatakan tidak benar jika sang pelaku memiliki pondok pesantren. Karena awalnya disebut padepokan penyembuhan. Baru kemudian, ia merekrut seseorang dari pesantren dan mengubah padepokan penyembuhan itu menjadi pondok pesantren.

"Soal tukar pasangan suami-istri, ini betul-betul penyimpangan dari ajaran Islam dan yang diyakini umat Islam. Masuk kategori ajaran sesat," ungkap Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Menurut Prof Muzakki, sanad keilmuan penting untuk membantu memastikan keterjaminan mutu gagasan yang diproduksi. Apalagi terkait dengan keilmuan agama. Sebab itu, di banyak kitab kuning sering terdapat bagian awal pembahasan yang menyertakan rekam jejak akademik penulis.

"Maka jangan terkecoh dengan produksi konten, apalagi yang sembarangan. Lebih-lebih sanad keilmuannya tak jelas," ujarnya.
---

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved