Berita Terkini Bangkalan

Alasan Legislator Asal Bangkalan Ini Dukung Kenaikan PPN 12 Persen

Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen rencananya mulai digulirkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto pada 1 Januari

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Taufiq Rochman
TribunMadura.com/Ahmad Faisol
Anggota Komisi VI DPR RI sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Bangkalan, Hasani bin Zuber 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol 

TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen rencananya mulai digulirkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto pada 1 Januari 2025 mendatang.

Kenaikan tarif PPN tersebut bersifat selektif, menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium.

Anggota Komisi VI DPR RI sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Bangkalan, Hasani bin Zuber menegaskan, pentingnya mitigasi dampak bagi masyarakat kecil untuk memastikan bahwa  barang-barang kebutuhan pokok tetap bebas dari PPN sehingga tidak membebani masyarakat miskin.

Menurutnya, kenaikan tarif PPN berpotensi memicu penurunan daya beli atau konsumsi rumah tangga, tekanan inflasi, serta terjadinya perlambatan ekonomi yang marginal.

Subsidi dan insentif tepat sasaran hingga paket stimulus lainnya perlu diberikan ke sektor-sektor strategis guna memastikan, terlaksananya belanja yang efisien sebagai trigger pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.   

“Di situlah perlu adanya pengawasan ketat agar kebijakan ini tidak dimanfaatkan oleh oknum untuk menaikkan harga barang secara tidak wajar."

"Selain itu, kenaikan PPN harus dibarengi dengan kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat, seperti subsidi atau insentif lainnya,” tegas Hasani, Rabu (25/12/2024).

Dengan begitu, Hasani secara terbuka mendukung terhadap rencana pemerintah berkaitan dengan kenaikan tarif PPN 12 persen.

Menurutnya, penerapan PPN 12 persen diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan memperkuat stabilitas fiskal negara, serta menjadi bagian dari upaya penguatan struktur ekonomi.

“Kenaikan PPN ini menjadi salah satu strategi penting untuk meningkatkan penerimaan negara."

"Dari pendapatan pajak yang lebih besar, pemerintah akan memiliki ruang fiskal yang cukup untuk melaksanakan berbagai program pembangunan dan pelayanan publik,” papar Hasani. 

Seperti diketahui, dasar kebijakan tersebut adalah usulan Revisi Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang kemudian disahkan dalam Rapat Paripurna DPR menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 7 Oktober 2021 silam.

Hingga saat ini, gelombang petisi berisikan seruan pembatalan kebijakan kenaikan PPN 12 persen terus menggelinding ke ruang kerja Presiden Prabowo.

Pasalnya, sasaran penerapan PPN 12 persen yang bersifat selektif menuai kebingungan di kalangan masyarakat. 

Seperti halnya beras premium dan buah-buahan premium sebagai komoditas pangan strategis ke dalam daftar barang mewah kena PPN 12 persen berpotensi menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.

Banyak yang khawatir kebijakan ini akan berdampak langsung pada harga beras yang beredar di pasaran.

Selain beras premium dan buah-buahan premium, tarif PPN 12 persen menyasar rumah sakit dengan layanan kesehatan kelas VIP, institusi pendidikan taraf internasional, listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3600-6600 VA, ikan berkualitas tinggi seperti salmon dan tuna, daging premium dengan harga jutaan seperti wagyu dan kobe.

Hasani menjelaskan bahwa kenaikan PPN ini merupakan bagian dari agenda reformasi perpajakan yang telah dirancang pemerintah sejak beberapa tahun terakhir.

Ada tiga alasan utama yang mendasari kebijakan ini; Meningkatkan Penerimaan Negara, Mendukung Program Sosial, Menyesuaikan dengan Standar Global.  

Ia memaparkan, dalam situasi ekonomi global yang tidak menentu, penerimaan negara harus ditingkatkan untuk memastikan keberlanjutan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

PPN sebagai pajak konsumsi adalah salah satu instrumen yang paling efektif dalam memberikan kontribusi besar terhadap APBN.

Sebagian besar hasil dari kenaikan PPN, lanjutnya, harus dialokasikan untuk mendanai program-program sosial.

Seperti subsidi energi, bantuan langsung tunai (BLT), dan pengembangan wilayah tertinggal.

“Melalui program sosial itu, masyarakat akan tetap mendapatkan manfaat langsung dari kebijakan ini melalui program-program pemerintah yang pro-rakyat,” tegasnya.

Hasani menambahkan, penerapan PPN 12 persen masih relatif moderat dibandingkan dengan negara-negara lain.

Beberapa negara di kawasan ASEAN seperti Vietnam dan Filipina telah menetapkan tarif PPN di atas 12 persen.

“Kita perlu mengikuti standar global untuk memastikan daya saing ekonomi kita tetap terjaga,” pungkas Hasani.

 Ikuti berita seputar Bangkalan

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved