Hikmah Ramadan 2025
Nilai Pengorbanan dalam Mematuhi Aturan Industri Halal
Manusia akan merasakan penyesalan di alam kubur jika semasa hidupnya tidak melakukan sedekah.
Oleh: Ketua Badan Pengembangan Industri Halal MUI Provinsi Jawa Timur, Dr. M. Fathorrazi, M.M.
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA-Manusia akan merasakan penyesalan di alam kubur jika semasa hidupnya tidak melakukan sedekah. Hal ini karena sedekah merupakan amalan yang memiliki keutamaan besar dan menjadi salah satu bekal yang terus mengalir pahalanya meskipun seseorang telah meninggal dunia. Di alam kubur, manusia akan menyadari bahwa harta yang ditumpuk selama di dunia tidak lagi bermanfaat, kecuali yang telah disedekahkan di jalan Allah.
Penyesalan itu muncul karena kesempatan untuk berbuat kebaikan telah hilang, sementara sedekah yang ikhlas dapat meringankan hisab dan menjadi penolong di akhirat. Oleh karena itu, selagi masih hidup, manusia hendaknya memperbanyak sedekah sebagai bentuk investasi amal yang abadi. Sebagaimana di firmankan oleh Allah dalam Surah Al-Munafiqun ayat 10. Allah SWT berfirman:
"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), 'Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.'"
(QS. Al-Munafiqun: 10)
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia akan menyesal di akhirat karena tidak menggunakan kesempatan hidupnya untuk bersedekah. Allah memperingatkan bahwa harta yang tidak disedekahkan selama di dunia tidak akan bermanfaat setelah kematian. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan memperbanyak sedekah sebelum datangnya ajal, karena sedekah menjadi salah satu amal yang paling bernilai di sisi Allah.
Bersedekah merupakan amalan yang diwajibkan oleh Al-Qur'an sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan wujud kepedulian terhadap sesama. Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan umat-Nya untuk bersedekah sebagai cara membersihkan harta dan menumbuhkan rasa kasih sayang di antara manusia.
Salah satu firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 267 menegaskan bahwa setiap orang beriman hendaknya menafkahkan sebagian harta yang baik di jalan Allah. Kewajiban ini menunjukkan bahwa harta yang dimiliki bukanlah semata-mata milik pribadi, melainkan terdapat hak orang lain di dalamnya. Dengan bersedekah, manusia tidak hanya mendapatkan pahala di dunia dan akhirat, tetapi juga melatih diri untuk tidak bersikap kikir dan lebih peka terhadap kebutuhan orang lain.
Dengan kata lain, bila ditelaah secara menyeluruh akan kehidupan manusia rasanya memang diarahkan untuk senantiasa diarahkan kepada melakukan pengorbanan, baik kepada manusia lainnya, maupun kepada Tuhannya.
Manusia diwajibkan untuk melakukan pengorbanan terhadap agamanya sebagai bentuk ketaatan dan rasa syukur kepada Allah. Pengorbanan ini dilakukan secara bertahap sejak manusia dilahirkan hingga menjalani kehidupan dewasa. Pengorbanan tersebut meliputi aspek fisik maupun rohani, yang menjadi bentuk ibadah dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sejak awal kelahiran, manusia sudah diminta untuk melakukan pengorbanan melalui kewajiban ber-aqiqah. Aqiqah adalah penyembelihan hewan sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran seorang anak. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW.
"Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Aqiqah merupakan bentuk pengorbanan yang dilakukan oleh orang tua sebagai wujud syukur atas anugerah kelahiran anak sekaligus bentuk permohonan keberkahan kepada Allah SWT.
Setelah anak tumbuh, manusia diwajibkan melakukan pengorbanan fisik berupa khitan (sunat). Khitan merupakan syariat yang diwajibkan bagi laki-laki dan dianjurkan bagi perempuan. Pengorbanan ini bertujuan menjaga kebersihan, kesehatan, dan ketaatan terhadap syariat Islam. Rasulullah SAW bersabda:
"Fitrah itu ada lima: Khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan memendekkan kumis." (HR. Bukhari dan Muslim);
Khitan menunjukkan bentuk ketaatan dalam menjaga kebersihan tubuh sebagai bagian dari keimanan.
Pengorbanan selanjutnya adalah pengorbanan rohani yang diwujudkan melalui ibadah puasa seperti yang manusia lakukan pada bulan ini. Puasa merupakan bentuk pengendalian diri dari hawa nafsu, lapar, dan dahaga dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183).
Puasa tidak hanya melatih kesabaran dan keikhlasan, tetapi juga meningkatkan ketakwaan dan kepedulian sosial terhadap sesama. Puasa merupakan ibadah yang tidak hanya menahan diri dari rasa lapar dan haus, tetapi juga melatih manusia untuk menahan berbagai nafsu. Selama berpuasa, seseorang dituntut untuk mengendalikan amarah, menjaga ucapan, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat merusak ibadah. Pengendalian diri ini membentuk karakter sabar dan disiplin dalam menghadapi berbagai godaan. Dengan menahan nafsu, manusia belajar untuk lebih menghargai nikmat yang dimiliki dan meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan. Oleh karena itu, puasa tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga mendidik jiwa agar menjadi lebih baik.
Setelah itu, Allah menguji ketaatan umat-Nya melalui ujian pengorbanan lain dalam kehidupan, yaitu ketaatan untuk menjalankan ibadah haji. Ibadah ini bukan sekadar perjalanan fisik menuju Baitullah, tetapi juga perjalanan spiritual yang menuntut kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan hati. Setiap langkah dalam ibadah haji mengajarkan makna pengorbanan, baik dari segi waktu, tenaga, maupun harta.
Melalui ibadah ini, Allah menguji sejauh mana umat-Nya mampu meninggalkan segala kenyamanan dunia demi memenuhi panggilan-Nya, sebagai bentuk ketaatan dan kecintaan kepada-Nya.
Dengan demikian, pengorbanan dalam agama merupakan perjalanan spiritual yang bertahap, dimulai dari pengorbanan materi hingga pengorbanan rohani. Setiap bentuk pengorbanan tersebut memiliki nilai ibadah yang tinggi dan menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dari sekian arahan dari Allah SWT, akhir-akhir ini sedang digalakkan di Indonesia dan dunia ketaatan sebagai bentuk pengorban dalam memilih makanan dan minuman yang halal serta kegiatan yang sesuai syariah. Memilih makanan halal juga merupakan bentuk pengorbanan dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud ketaatan kepada Allah. Pengorbanan ini tidak hanya terbatas pada aspek materi, tetapi juga menuntut kesabaran dan kesadaran dalam menjaga kehalalan rezeki.
Dalam situasi tertentu, seseorang mungkin dihadapkan pada keterbatasan pilihan atau godaan makanan yang haram, namun tetap berusaha memilih yang halal demi menjaga kemurnian hati dan keberkahan hidup. Sikap ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada Allah SWT lebih diutamakan daripada memenuhi keinginan nafsu semata, sehingga menjadi bentuk pengorbanan yang bernilai ibadah.
Dengan demikian, dalam penggalakan industry halal di Indonesia yakni sejak diterapkannya Undang-Undang Nomer 33 tahun 2014 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka sejak saat itu terdapat nilai yang ditanamkan secara tersembunyi bahwa mematuhi aturan industry halal di Indonesia adalah merupakan salah satu bentuk ketaatan yang mulia dan bernilai ibadah sehingga akan bermuara pada terhindarnya manusia dari penyesalan di alam kubur.
Disamping itu, ketaatan untuk bersertifikat halal menuai banyak manfaat yang lain dalam kehidupan, bukan hanya bernilai ibadah yang yang tinggi namun masih banyak manfaat lainnya dalam kehidupan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengembangan Industri Halal MUI Provinsi Jawa Timur diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa manfaat bagi UMKM yang memiliki sertifikat halal, antara lain :
1.Bagi produsen, produsen akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Hal itu karena dipicu oleh rasa puas yang meningkat karena yang mereka jual adalah produk halal yang bukan hanya akan membawa barokah dalam kehidupannya melainkan juga akan membawa manfaat lainnya. Rasa percaya diri yang meningkat ini selanjutnya akan mendorong hasrat berproduksi lebih banyak sehingga menambah kuantitas dan kualtas di pasar;
2.Bagi konsumen, sertifikat halal akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan sertifikat halal akan mempengaruhi jumlah pembelian dari konsumen sehingga muara manfaatnya ialah sertifikat halal akan memperluas jangkauan pemasaran dan pangsa pasar.
Memang harus diakui bahwa untuk memiliki sertifikat halal tidak segampang memutar-balikkan telapak tangan melainkan memerlukan pengorbanan yang membutuhkan keimanan yang tinggi, mulai dari itikad Ikhlas untuk senantiasa hanya menjual makanan dan minuman yang halal, menggunakan bahan yang halal dan terjaga, memroses secara halal sampai menjualnya terhindari dari najis dan ditambah masih harus mengeluarkan uang untuk mengajukannya sehingga bukan meruakan pengorban yang ringan karena disamping sebagai wujud nyata untuk mematuhi perintah Allah SWT juga perasaan melawan hawa nafsu dan syetan yang senantiasa menggoda. Oleh karena itu pantas bila kemudian Allah SWT membalasnya dengan barokah yang melimpah sehingga mencukup kebutuhan hidupnya, maka benarlah kalimat indah bahwa :
“Janganlah putus asa bila berada di jalan yang benar karena hujan deras itu keluar dari awan yang paling gelap”
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat ditarik benang merah bahwa dalam kebijakan industry halal terdapat nilai intrinsik ketaatan kepada Allah SWT sehingga karenanya maka manusia menikmati manfaatnya bukan hanya ketenangan dalam hidup karena sudah menjalankan ibadah secara baik akan tetapi Allah SWT menambah dengan manfaat lainnya berupa kecukupan dalam hidup melalui peningkatan pendapatan karena keberhasilan dalam bisnisnya. Semoga dengan semakin meluasnya zona kehidupan bernuansa halal di Indonesia maka Allah SWT akan menambah kesejahteraan bagi Masyarakat Indonesia. Semoga. Amin.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.