Berita Terkini
Respon Santai Tom Lembong saat Tahu Hakim yang Mengadilinya Terlibat Suap: Dari Awal Saya Bilang
Inilah respon santai Tom Lembong saat tahu hakim yang mengadilinya terlibat kasus suap.
TRIBUNMADURA.COM-Inilah respon santai Tom Lembong saat tahu hakim yang mengadilinya terlibat kasus suap.
Tom Lembong mengaku hal itu patut disesalkan.
Dilansir dari Tribunnews, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi vonis lepas atau onslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Satu di antaranya adalah hakim anggota yang memeriksa dan mengadili perkara dugaan korupsi impor gula yang melibatkan Tom Lembong, yakni Ali Muhtarom.
Menanggapi mengenai hal tersebut, Tom Lembong mengatakan bahwa kejadian ini patut disesalkan.
Namun, Tom menyarankan agar sekarang ini tetap berpikir positif dan kondusif.
"Ya itu patut disesalkan," ucap Tom, saat ditemui menjelang sidang kasusnya, di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Senin (14/4/2025).
"Dari awal saya sempat bilang, kita serahkan ke Yang Maha Kuasa, tetap percaya sama Yang Maha Adil, Maha Mengetahui, senantiasa bersikap positif, kondusif," tambah Tom.
Akibat kasus yang menjerat hakim anggota yang mengadili perkara Tom Lembong tersebut, susunan majelis hakim kini dirombak.
Sebelumnya, susunan majelis hakim pada perkara Tom Lembong itu diisi oleh Dennie Arsan Fatrika sebagai ketua majelis hakim.
Kemudian, hakim anggotanya adalah Ali Muhtarom dan Purwanto S Abdullah.
Lalu, setelah kasus yang menjerat Ali Muhtarom itu, posisinya kini digantikan oleh hakim Alfis Setyawan.
"Menimbang bahwa oleh karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom SH MH sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, maka untuk mengadili perkara tersebut perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan yang susunannya akan ditetapkan di bawah ini," kata Dennie Arsan Fatrika, sesaat setelah membuka sidang lanjutan kasus Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap ekspor CPO tersebut.
Empat tersangka tersebut adalah:
MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara;
Marcella Santoso (MS), advokat;
Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.
"Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.
Suap tersebut, kata Abdul Qohar, diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.
"Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah," ujar Abdul Qohar.
"Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, di mana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG," imbuhnya.
Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun.
Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau onslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor CPO.
Adapun, ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni:
Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim;
Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota;
Ali Muhtarom sebagai hakim Ad Hoc.
Sebagai informasi, ketiga hakim itu yang memvonis bebas tiga korporasi yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Di mana, Djuyamto sebagai hakim ketua dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom.
Awal Mula Kasus Terbongkar
Kejagung mengungkapkan, kasus dugaan suap Rp60 miliar dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang melibatkan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) merupakan pengembangan dari kasus suap majelis hakim perkara Ronald Tandur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
"Jadi (kasus) ini bermula dari pengembangan perkara yang ditangani terkait dugaan korupsi gratifikasi di PN Surabaya," ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Sabtu malam.
Dari barang bukti yang didapatkan dalam perkara di PN Surabaya, ditemukan dugaan aliran dana ke PN Jakarta Pusat tentang kasus pemberian fasilitas ekspor CPO kepada tiga perusahaan besar.
Tiga perusahaan besar yang dimaksud itu adalah PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
"Kemudian pada tanggal 12 April 2025, penyidik kembali melakukan penggeledahan di berbagai tempat di Jakarta dan malam hari ini juga di beberapa wilayah di luar Jakarta," kata Qohar.
Muhammad Arif Nuryanta yang saat ini menjabat ketua PN Jakarta Selatan pun ditangkap Kejagung pada Sabtu, 12 April 2025 bersama Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara.
Kemudian, dua advokat yakni Marceila Santoso dan Ariyanto, juga diamankan.
Diduga ada aliran uang senilai Rp60 Miliar yang mengalir ke Arif Nuryanta.
Kemudian, hanya selang sehari, Kejagung menahan tiga orang hakim yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto sebagai tersangka, Minggu (13/4/2025).
"Dengan terbongkarnya kasus suap menyuap tersebut masyarakat berharap bahwa sistem peradilan bekerja secara adil, jujur, transparan dan bebas dari pengaruh politik dan uang," ujar Teguh.
Hakim dan Panitera Tersangka Kasus Suap Diberhentikan Sementara
Terkait kasus suap ini, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Yanto, mengatakan hakim dan panitera yang terlibat akan diberhentikan sementara.
"Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara," kata Yanto dalam jumpa pers yang berlangsung di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).
Apabila nantinya mereka semua benar terbukti melakukan suap, MA baru akan mengambil tindakan pemberhentian tetap.
"Jika telah ada putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) akan diberhentikan tetap," ujar Yanto.
Terkait kasus dugaan suap ini, Yanto menegaskan, ihwal MA adalah menghormati proses hukum yang kini sedang dilakukan oleh Kejagung.
Sebagai informasi, hakim yang tertangkap tangan memang dapat dapat dilakukan tindakan penangkapan dan penahanan atas perintah Jaksa Agung dengan persetujuan Ketua MA, sebagaimana tertuang dalam Pasal 26 UU Nomor 2 Tahun 1986.
Yanto juga mengatakan ihwal seluruh pihak untuk wajib menghormatinya asa praduga tidak bersalah selama prosesi hukum berlangsung.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
Sudah Resign dan Jualan Kue, Tita Digugat Bekas Tempat Kerjanya Rp120 Juta: Perusahaan Sakit Hati |
![]() |
---|
MBG Kembali Makan Korban, Pelajar SMP Alami Keracunan Massal seusai Makan Kuning Telur |
![]() |
---|
Selama 32 Tahun Tak Tergoyahkan, Megawati Soekarnoputri Kembali Dikukuhkan Jadi Ketua Umum PDIP |
![]() |
---|
Terjawab Misteri Sosok Sebenarnya Mulyono yang Disebut Calo Tiket, Jokowi: Coba Dicari |
![]() |
---|
Lerai Muridnya yang Cemburu Buta, Pak Guru Malah Kena Tikam, Pelaku Cari Pacarnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.