Berita Bangkalan Terkini

Apa Itu Pembelajaran Mendalam yang Dikeluhkan Kepsek SD di Bangkalan Gegara Memberatkan Guru?

Kepala sekolah di Bangkalan bersuara mengkritik pembelajaran mendalam yang dicanangkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Editor: Mardianita Olga
Kompas.com
MENGENAL PEMBELAJARAN MENDALAM - Ilustrasi kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Pendekatan pembelajaran mendalam atau deep learning dibawa masuk ke sekolah-sekolah di Tanah Air oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mulai tahun ajaran 2025/2026. Belum setahun berjalan, pembelajaran mendalam dikeluhkan oleh kepala sekolah di Bangkalan, Jawa Timur, karena membebankan para guru. Kenapa? 

TRIBUNMADURA.COM - Pembelajaran mendalam atau deep learning telah diterapkan dalam pembelajaran di sekolah-sekolah Indonesia.

Pendekatan belajar ini sudah dikembangkan sejak 1940 dan telah diterapkan oleh banyak negara.

Namun, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti baru membawa pembelajaran mendalam ke kelas-kelas pada tahun ajaran 2025/2026.

Abdul Mu’ti menilai para peserta didik belum menguasai keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Keterampilan tersebut mengacu pada membaca, matematika, dan sains.

Selain itu, melansir dari Kompas.com, para siswa sering kali tak benar-benar terlibat dalam kegiatan belajar di sekolah meskipun telah hadir.

Hal itulah yang membuat Kemendikdasmen menggembar-gemborkan pembelajaran mendalam ke sekolah-sekolah.

Para guru mengikuti pelatihan agar bisa menerapkannya di kelas tingkat PAUD hingga SMA.

Baca juga: Madura Terpopuler: Kepsek SD Berani Kritisi Pembelajaran Mendalam hingga Firawat Siswi SD Meninggal

Meski berniat baik, pendekatan ini tetap mendapat kritik, salah satunya dari para tenaga pendidik di Bangkalan, Jawa Timur.

Pendekatan ini dianggap memberatkan para guru karena cenderung menyita waktu.

Lantas, seperti apa sebetulnya pembelajaran mendalam yang diterapkan oleh Kemendikdasmen?

Melansir dari naskah akademik yang dirilis Kemendikdasmen, pembelajaran mendalam atau deep learning merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar.

Tak hanya kognitif, emosional siswa juga dilibatkan dalam pendekatan ini sehingga nantinya dapat menghargai dan menghormati semua pihak yang terlibat.

Tiga prinsip akan diterapkan dalam pembelajaran mendalam, yaitu berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful), dan menyenangkan (joyful).

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Google News TribunMadura.com

Baca juga: Kepsek SDN di Sampang Kuak Kondisi Chromebook Setelah 2 Tahun Pemakaian

Secara singkat, siswa secara bersama-sama menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan positif agar termotivasi menjadi pembelajar aktif yang dapat meregulasi emosi serta menerapkan ilmu pengetahuan di kelas ke kehidupan nyata.

Kemendikdasmen membuat siswa melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga demi mencapai prinsip itu.

Pada akhirnya, lulusan pembelajaran mendalam diharapkan bisa menjadi individu yang beriman, cinta tanah air, kritis, kreatif, mandiri, komunikatif, dan kolaboratif yang sehat secara jasmani.

Selain itu, dalam pendekatan ini, guru akan menjadi tokoh utamanya, bukan lagi pemerintah pusat atau daerah yang menyusun kebijakan dan langsung mengatur.

Baca juga: Fakta Siswi SD Bangkalan Tewas Tertimpa Dahan saat Jalan Sehat, Sempat Dibawa ke RS Pakai Pikap

Guru dianggap sebagai sumber inovasi dan informasi untuk kebijakan yang disusun.

Meski begitu, pembelajaran mendalam menuai kritik dari berbagai pihak.

Bahkan menurut Kepala Unit Pelaksana Daerah (UPTD) SDN Jambu 2 Kecamatan Burneh, Bangkalan, Suraji, penerapan pembelajaran mendalam realitanya masih jauh dari harapan sang menteri.

Pasalnya pelatihan pembelajaran mendalam masih bersifat top down atau kebijakan dari atas turun ke bawah.

Guru tak banyak dilibatkan, malah harus menyelesaikan tugas-tugas yang cenderung menyita waktu.

“Sementara hasilnya tidak memberikan dampak signifikan pada pembelajaran di kelas. Mengapa pola pelatihan guru di Indonesia masih seperti ini, mengapa reformasi seolah hanya berganti nama tanpa substansi yang berarti?” ungkap Suraji kepada Tribun Madura, Minggu (3/8/2025).

Beban administratif guru makin berat dengan tugas ini apalagi harus menyelesaikannya dalam waktu singkat.

“Namun kenyataannya, pelaksana teknis di bawahnya, khususnya Balai Besar Guru Penggerak (BBG TK) Provinsi Jawa Timur, masih menerapkan pola pelatihan top down yang memaksa guru dan kepala sekolah menyelesaikan tugas-tugas LMS dalam waktu singkat. Ini bertentangan dengan semangat kebijakan menteri,” tegas Suraji.

Dia lantas menyinggung negara maju yang sudah menghilangkan pelatihan yang cenderung seragam.

Mereka justru memberikan pelatihan yang menyesuaikan kebutuhan guru itu sendiri tanpa beban administratif, tugas, unggahan file, atau laporan naratif yang menguras energi.

“Sistem pendidikan di negara unggul seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan telah lama meninggalkan pendekatan pelatihan massal yang seragam."

Baca juga: KRONOLOGI Bocah SD Tewas Ditabrak Dump Truk di Simpang Empat Sekarputih Mojokerto

"Mereka lebih memilih model pelatihan berbasis kebutuhan lokal, refleksi sejawat, mentoring profesional, dan waktu yang cukup untuk belajar."

"Tidak ada beban tugas administratif yang hanya mengukur kehadiran atau kepatuhan,” tuturnya.

Yang mencengangkan, pelatihan pembelajaran mendalam diajarkan oleh sesame guru yang dinilai kurang kompeten dibandingkan pakar atau akademisi yang memiliki kualifikasi.

“Jika hanya menghadirkan narasumber sesama guru sebagai fasilitator, lebih baik kegiatan tersebut dilaksanakan di tingkat KKG atau MGMP tanpa memerlukan biaya yang besar,” beber Suraji.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan disebut Suraji sejatinya tidak kekurangan kebijakan yang baik.

Namun, kebijakan yang tidak dilaksanakan dengan semangat dan substansi yang sama di tingkat teknis akan gagal mencapai tujuannya.

Karena itu, Suraji menekankan perlunya reformasi secara menyeluruh dalam pelaksanaan pelatihan guru.

Baca juga: Puluhan SD Negeri di Trenggalek Tak Laku dan Sulit Dapat Murid, Ada yang Tak Dapat Murid Baru

Mulai dari evaluasi total terhadap pola pelaksanaan pelatihan oleh BBGTK dan pelaksana teknis lainnya, menghentikan model pelatihan yang proyek-sentris dan administratif.

Selanjutnya, pelatihan difokuskan pada kebutuhan riil guru di kelas dan bukan sekadar pengumpulan tugas LMS, menggunakan narasumber berkualitas, bukan sekadar ‘pengisi waktu’ dengan gelar seadanya, serta membuka ruang bagi pelatihan kolaboratif di tingkat sekolah, KKG, dan MGMP yang terbukti lebih murah dan efektif.

“Transformasi pendidikan yang sesungguhnya dimulai dari kepercayaan terhadap guru."

"Jangan lagi membebankan mereka dengan pelatihan yang melelahkan, membingungkan, dan tidak berdampak."

"Dengan anggaran pelatihan yang besar, seharusnya kualitas dan manfaatnya pun sebanding,” pungkas Suraji.

----- 

Berita viral dan berita seleb lainnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved