Berita Viral

Upah Sehari Cuma 120 Ribu, Yayat Tukang Las Menjerit PBB Rp300 Ribu Jadi Rp2 Juta: Makan Saja Susah

Yayat merupakan warga Cirebon, Jawa Barat, yang mengeluhkan kenaikan PBB berkali-kali lipat.

Editor: Mardianita Olga
Kompas.com/Muhammad Syahri Romdhon
KENAIKAN PBB - Tukang las di Cirebon, Jawa Barat, Yayat, mengeluhkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berkali-kali lipat. Menurut pengakuannya, pajak naik dari Rp300 ribu ke Rp2 juta. 

TRIBUNMADURA.COM - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terlampau tinggi tak ada habisnya menjadi perbincangan publik.

Kali ini Yayat, seorang tukang las di Cirebon, Jawa Barat, merasa tercekik dengan kenaikan PBB itu.

Jika dibandingkan dengan tahun 2022 dan 2023, PBB pada tahun 2024 naik berkali-kali lipat.

Bagaimana tidak? Dulu hanya Rp300 ribu per tahun, kini dia harus membayar sampai Rp2 juta.

Yayat dan keluarga menempati sebuah rumah di RW 10, Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk.

Meski tinggal di pinggir jalan yang dilalui banyak orang, penghasilannya sebagai tukang las tak seberapa.

Dalam sehari, dia biasanya mendapatkan Rp120 ribu.

Pria paruh baya itu lantas mengeluhkan kenaikan PBB tersebut. 

Memenuhi kebutuhan sehari-hari saja susah, apalagi membayar PBB dengan nominal tersebut.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Google News TribunMadura.com

Baca juga: Fakta Baru PBB Pati Naik 250 Persen: 3 Saran Penting Pemprov Diacuhkan, Ujug-ujug Dinaikkan

"Saya tinggal di pinggir jalan, tetapi lihat, pinggir jalan di sini, satu mobil berhenti saja langsung macet. Terus lihat kemampuan saya, buruh harian satu hari dapat Rp 120 ribu, untuk makan dan nafkah istri saja kadang kurang, itu kalau kerja, sedangkan kerjaan tidak setiap hari, bagaimana mau bayar pajak yang naik," keluh Yayat saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Senin (18/8/2025) petang.

Kepada Kompas.com, Yayat menunjukkan perbedaan nilai mencolok dari surat tagihan PBB tahun 2022 dengan tahun 2024, setelah Perda Nomor 1 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) ditetapkan pada tahun 2024 lalu.

Pada tahun 2022 dan 2023, Yayat masih mampu membayar sebesar Rp 389.231.

Sementara di tahun 2024, Yayat harus membayar Rp 2.377.450.

Mendapati hal itu, Yayat mendatangi BKD dan Bappeda di tahun 2024 untuk menyampaikan nota keberatan.

Baca juga: Ending Kasus Ismanto yang Didatangi Petugas Pajak dan Ditagih Rp2,8 Miliar:  Tak Punya Usaha Besar

Yayat disyaratkan melengkapi Surat Keterangan Tidak Mampu, Surat Keterangan dari Lurah, Camat, dan lainnya sebagai dokumen penyerta.

Yayat mendapatkan diskon potongan sebesar Rp 594.363 sehingga total nilai PBB yang harus dibayar Yayat menjadi Rp 1.783.087.

Meski telah mendapatkan bonus dan stimulan dari pemerintah, Yayat menilai jumlah tersebut masih sangat tinggi bagi dirinya yang merupakan buruh lepas tanpa penghasilan tambahan.

Baca juga: Kabar Gembira untuk Warga Sumenep, Bupati Achmad Fauzi Hapus Denda PBB-P2, Catat Tanggalnya

KENAIKAN PBB - Tak hanya di Pati, Jawa Tengah, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dikeluhkan oleh warga di Jombang, Jawa Timur, dan Semarang, Jawa Tengah.
KENAIKAN PBB - Ilustrasi Pajak Bumi dan Bangunan yang banyak dikeluhkan warga. (Pexels/kanchanachitkhamma)

Alhasil, Yayat tidak mampu membayar PBB tahun 2024 yang akhirnya menunggak.

Tak berhenti di situ, Yayat pun semakin kaget karena diskon tersebut tidak berlaku di tahun 2025, karena masa tenggat bonus di tahun 2024 yang diberikan pemerintah hanya dalam batas kurun waktu tertentu.

Hingga saat ini, Yayat masih belum dapat membayar pajak.

"Pajak tahun kemarin belum dibayar karena setelah dari Rp 2,3 juta dapat stimulus Rp 590-an jadi Rp 1.780-an, masih memberatkan sekali. Ini setelah saya ke BKD Dispenda minta keringanan, saya disuruh bikin SKTM, kelurahan, kecamatan, itu pun dipotong 50 persen itu, bagi saya masih memberatkan," keluh Yayat.

Yayat menyadari, kenaikan PBB yang sangat melonjak drastis terjadi karena Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) rumahnya melonjak drastis.

Tahun 2022 dan 2023, tertulis dalam PBB, NJOP rumahnya Rp 399 juta.

Sementara di tahun 2024, NJOP rumahnya mencapai Rp 1,198 miliar.

Kenaikan ini tidak sebanding dengan nilai upah yang Yayat dapat dari buruh harian.

Begitupun dengan upaya jual rumah senilai Rp 1,1 miliar yang sangat tidak mudah dalam waktu dekat.

Dia menunjukkan dua rumah yang tepat beriringan dengannya yang dijual di angka Rp 900 juta.

Sejak dipasang iklan tahun-tahun sebelumnya, hingga hari ini belum laku terjual.

Yayat memohon kepada Wali Kota Cirebon dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, agar dapat memberikan kepastian perhitungan pajak.

Baca juga: Madura Terpopuler:Isi Pertemuan Fattah Jasin dengan SBY hingga PBB Beri Surat Tugas ke Achmad Fauzi

Menurutnya, kondisi ini sangat memberatkan, tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga banyak warga lainnya.

Ia mengungkapkan bahwa banyak warga tidak bersuara karena takut, padahal mereka sama-sama merasakan keberatan.

Hingga artikel ini tayang, Senin (18/8/2025), pemerintahan terkait belum memeberikan respon terhadap kenaikan PBB yang dirasakan Yayat.

Gelombang protes mengenai kenaikan PBB tak hanya diutarakan Yayat.

Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, warga bahkan melakukan aksi demo memprotes kebijakan itu.

Hal itu maklum lantaran kenaikan yang dicanangkan Bupati Sudewo mencapai 250 persen.

Meski Sudewo secara resmi membatalkannya usai gelombang protes yang dahsyat, ternyata daerah lain tak bernasib sama.

Ya, kenaikan PBB tak hanya dialami oleh warga Pati.

Warga dari dua daerah ini juga memprotes pajak yang tiba-tiba melonjak tajam bahkan mencapai 400 persen, lebih tinggi dari Pati.

Baca juga: Baru 6 Bulan Menjabat, Nasib Bupati Pati Diminta Lengser Sampai Dilempar Sandal Imbas Ucapan Blunder

Warga Kabupaten Jombang, Jawa Timur, bernama Joko Fattah, sampai membawa segalon uang koin saat mendatangi Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Jombang, Senin (11/8/2025).

Uang koin itu merupakan tabungan anaknya yang sudah dikumpulkan sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Recehan-recehan itu dihitung secara manual lalu diberikan ke petugas untuk membayar pajak.

Menurutnya, hal itu menjadi aksi protes kenaikan PBB yang dinilai terlalu tinggi.

Bagiamana tidak? Biasanya dia ditagih Rp300.000 per tahun. Namun, sejak 2024, pajak itu melonjak hingga Rp1,2 juta per tahun.

“Kalau naik sedikit ya wajar. Tapi ini naik dari Rp 300.000 menjadi Rp 1 juta lebih,” kata Fattah, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/8/2025).

Senasib, nenek di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, juga dikagetkan oleh tagihan PBB yang melambung.

Baca juga: Ismanto Ketar-ketir Usai Viral Didatangi Petugas Pajak Perkara Rp2,8 M, Kini Minta Video Dihapus

Warga Kabupaten Jombang, Jawa Timur, protes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan membayar pajak menggunakan uang koin, Senin (11/8/2025).
Warga Kabupaten Jombang, Jawa Timur, protes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan membayar pajak menggunakan uang koin, Senin (11/8/2025). (Kompas.com/HO)

Dia adalah Tukimah berusia 69 tahun.

Rumah yang dia tempati itu merupakan peninggalan ibunya, Koyimah, seluas lebih dari seribu meter persegi.

Tak hanya sebagai tempat tinggal, lahan itu dipakai untuk menyambung hidup dengan membuka warung kecil-kecilan.

Di lahan itu juga berdiri satu rumah lagi yang menjadi milik adiknya dan satu bangunan kecil di bagian belakang.

Kenaikan PBB pertama kali disadari oleh keponakannya, Andri.

“Waktu terima surat pajaknya itu, Andri, keponakan saya, bilang kok banyak sekali naiknya,” kata Tukimah ketika ditemui TribunJateng.com, Jumat (8/8/2025).

PBB P-2 yang semula sekitar Rp161 ribu pada 2024, kini naik menjadi kurang lebih Rp872 ribu. 

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas lahan seluas 1.242 meter persegi itu naik dari Rp425.370.000 menjadi Rp1.067.484.000 dalam satu tahun.

Dia berharap pajak tersebut bisa turun.

“Ya harapannya tahun ini bisa diturunkan pajaknya, itu saja, tidak neko-neko saya. Kami ingin mengajukan keringanan, mudah-mudahan ada perhatian,” imbuh Tukimah.

Isu ramai beredar, instansi terkait pun buka suara.

Baca juga: Sempat Ditantang Bupati, Warga Demo Kenaikan PBB Malah Diusir Sampai Dibentak Meski Sudah Izin

Namun, keduanya sependapat bahwa kenaikan pajak disebabkan oleh naiknya nilai jual objek pajak (NJOP).

NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan jika tidak terdapat transaksi jual beli.

NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.

Melansir Tribun Jatim, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang, Hartono, menjelaskan bahwa fenomena ini terjadi di beberapa kawasan perkotaan.

Bahkan, katanya, ada yang mengalami kenaikan hingga ribuan persen. 

"Ada yang naiknya kecil, tapi ada juga yang sampai ribuan persen. Contohnya, PBB di Jalan Wahid Hasyim dulu Rp 1,1 juta, setelah survei nilainya bisa Rp 10 juta," ujarnya. 

Kepala Badan Keuangan Daerah (BKUD) Kabupaten Semarang mengatakan jumlah pajak tak dipukul rata. Mereka melakukan survei dan verifikasi lapangan.

“Kami tidak memukul rata, namun melakukan penilaian selektif didasarkan pada kenaikan NJOP yang disesuaikan nilai pasar setempat, juga hasil verifikasi lapangan,” kata Rudibdo kepada Tribunjateng.com.

Dalam persoalan yang menimpa warga seperti Tukimah, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap lokasi yang dimaksud.

Baca juga: Minat Masyarakat Sampang Bayar Pajak Kendaraan Meningkat Hampir 50 Persen Pasca Operasi Patuh

“Setelah kami cek, lokasi tersebut terletak dekat dengan Jalan Raya Ambarawa–Bandungan, yang merupakan jalan provinsi atau kelas dua. Selain itu, lokasi tersebut sudah belasan tahun belum dilakukan penilaian terbatas, maka saat dilakukan penilaian ulang, NJOP-nya menjadi naik,” ujarnya menjelaskan.

Hartono dan Rudibdo menambahkan, warga yang keberatan dapat mengajukan protes.

“Mekanismenya diatur dalam Perda 13 Tahun 2023 dan Perbup 87 dan 89 dan Bupati juga memberi ruang untuk insentif fiskal, seperti pengurangan atau penundaan pajak. Keringanan itu juga memperhatikan kondisi yang ada di lapangan, kemampuan warga membayar pajak, kondisi perekonomian lokal, regional, dan global,” ungkap Rudibdo.

Sementara itu di Kabupaten Jombang, keberatan bisa diajukan secara tertulis.

"Silakan ajukan keberatan secara tertulis. Kami akan turun ke lapangan dan menilai ulang jika memang ada ketidaksesuaian," kata dia.

----- 

Berita viral dan berita seleb lainnya.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved