Berita Sampang

Januari - Februari 2019 Sebanyak 186 Wanita di Sampang Jadi Janda, KDRT Hingga Ekonomi Jadi Faktor

Penulis: Hanggara Pratama
Editor: Aqwamit Torik
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Perceraian

Laporan wartawan TribunMadura.com, Hanggara Pratama

TRIBUNMADURA.COM, SAMPANG - Saat ini kasus perceraian yang ada di Sampang tergolong tinggi, sehingga menyebabkan ratusan perempuan di Sampang harus menyandang status sebagai janda.

Terbukti sejak bulan Januari sampai Februari 2019, ada ratusan kasus percerai yang diputus Pengadilan Agama (PA) Sampang.

Data yang di himpun oleh TribunMadura.com, Ada sebanyak 186 perkara perceraian yang di putus oleh Majelis Hakim PA Sampang.

Komunitas Alumni Perguruan Tinggi Inginkan Pemilu 2019 Hadirkan Pemimpin yang Jawab Tantangan Zaman

Acara Kapolda Cup Gebyar Budaya Madura 2019 Disambut Antusias Ribuan Masyarakat Madura

Diduga Terdapat Cacat Hukum, Pemilihan Ketua Komisi Informasi Sumenep Menuai Polemik

Dalam kasus tersebut mayoritas istri lebih banyak melayangkan gugat cerai dari pada suami.

Pada Januari 2019 sebanyak 131 istri yang menggugat cerai suaminya. Sementara kasus suami yang mengajukan cerai talak hanya 69 orang.

"Sedangkan Februari 2019 sebanyak 64 istri yang melayangkan cerai gugat. Sementara suami yang melayangkan cerai talak hanya 47 orang," katanya.

Panitera PA Sampang, Fa'iq mengatakan dari 195 gugatan cerai yang diajukan oleh istri, majelis hakim mengetok palu 127 gugatan, Sabtu (23/4/2019).

"Untuk cerai talak yang diajukan suami, ada 59 yang dikabulkan oleh Majelis Hakim," ujarnya.

"Sementara untuk sisanya ada yang diselesaikan melalui mediasi, ada yang dicabut dan juga ada yang masih dalam proses," Tambahnya.

Timnas Indonesia Siapkan Jurus Ampuh Lawan Vietnam di Laga Hidup Mati Piala Asia U-23

Bambang Haryo Ungkap Motivasi Dirinya Siap Maju di Pilwali Kota Surabaya 2020

Resmi Gabung Persib, Mantan Bek Madura United Fabiano Akan Jadi Rekrutan Naturalisasi Ketiga

Kemudian Fa'iq menjelaskan terdapat beberapa faktor yang diajukan untuk bercerai.

Di antaranya, meninggalkan salah satu pihak, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), judi, cacat badan, kawin paksa, perselisihan dan pertengkaran terus menerus serta ekonomi.

"Dari beberapa faktor pengajuan perceraian tersebut, yang paling banyak adalah karena faktor ekonomi dan perselisihan terus menerus" jelasnya.

Majelis hakim PA Sampang tidak langsung memutus semua perkara perceraian yang ada, melainkan masih melakukan proses mediasi antara kedua pihak.

"tujuannya agar bisa rujuk kembali. Ketika proses beserta usaha sudah dilalui dan dilakukan, namun juga tidak membuahkan hasil maka biasanya kami baru memutusnya," paparnya.

Angka Perceraian di Jatim Masih Tinggi

Tingginya angka perceraian dan pernikahan tinggi menjadi salah satu masalah di Jawa Timur yang ingin ditangani oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Ini lantaran berdasarkan data yang ada angka perceraian di Jatim mencapai sekitar 121 ribu, dan penyebab tertingginya antara lain karena ketidakharmonisan dan ekonomi.

Untuk itu, Khofifah Indar Parawansa koordinasi antar instansi, ormas serta lembaga perguruan tinggi untuk menurunkan angka perceraian dan nikah usia dini di wilayah Jatim.

Meski Bawa PSS Sleman Promosi ke Liga 1, Cristian Gonzales Pilih Hengkang ke Bogor FC Karena Gaji

Kecelakaan Maut Mobil MPV Tabrak Dump Truck, 6 Nyawa Melayang, Dua di Antaranya Anak Kecil

"Saya ingin ini menjadi starting point kita untuk mengintervensi semaksimal mungkin untuk menurunkan angka perceraian dan nikah usia dini di Jatim," ungkap Khofifah, Rabu (6/5/2019).

Menurutnya upaya ini penting karena dengan makin tingginya perceraian semakin banyak berpengaruh pada kualitas hidup keluarga terutama anak- anak yang membutuhkan perlindungan dan tumbuh kembang dengan baik.

Salah satu caranya yakni dengan memperkuat pelaksanaan kursus calon pengantin (suscatin).

Dengan mengikuti suscatin, muda-mudi atau pasangan calon pengantin akan dibekali materi dasar tentang pengetahuan dan ketrampilan tentang dinamika kehidupan berumah tangga.

"Masalah ini merupakan tanggung jawab kita semua, maka yang harus diperkuat adalah di sisi preventif dan promotif," tegasnya.

Legenda Timnas Perancis Imbau Griezmann Pindah ke Barcelona, Daripada Menderita di Atletico Madrid

Viral di Instagram (IG) Arogansi Turis Asing Terobos ke Kawah Gunung Bromo yang Sedang Erupsi

Selain itu, Khofifah ingin membuat focus group discussion (FGD) terkait masalah ini terutama di Kabupaten Malang yang angka perceraiaan dan nikah usia dininya masih tinggi.

Sinergitas sangat dibutuhkan mulai dari Pemprov, Kemenag, Pengadilan Tinggi Agama serta pemda setempat untuk fokus menyelesaikan masalah ini.

"Saya ingin betul kita serius menangani hal ini, dan yang terlibat passion nya harus disitu. Jika kita sukses memberikan intervensi pada suatu daerah maka akan bisa jadi role model," urai Khofifah yang pernah menjabat sebagai Kepala BKKBN.

Ditambahkan, pihaknya juga akan menyisir pelaksanaan istbat nikah untuk kepentingan pencatatan pernikahan serta melindungi hak-hak anak. Menurutnya, salah satu penyebab kemiskinan akut yang terjadi di pedesaan yakni karena belum adanya legalitas keluarga.

"Ketika sebuah keluarga miskin tidak memiliki legalitas, maka mereka tidak bisa mendapatkan fasilitas dari negara seperti KIP atau KIS," terang Gubernur Khofifah.

Berlarut-Larut, Pelecehan Seksual Terhadap Relawan Prabowo-Sandi Dilimpahkan ke Polres Tanjung Perak

Ternyata, ini Besaran Honor KPPS Pemilu 2019, dari Rp 400 Ribu Hingga Rp 550 Ribu

Sementara itu, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya H. Bahrussam Yunus menyambut baik tawaran baik Gubernur Jatim, dan pihaknya akan siap untuk fokus mengurangi angka perceraian di Jatim.

"Kami akan membantu ibu, apalagi kami memiliki 37 pengadilan agama yang tersebar di Jatim," tuturnya.

Disampaikan, selain angka perceraian yang masih tinggi masalah lain yang dihadapi Jatim yakni dispensasi kawin/diska atau pernikahan dini. Salah satu wilayah yang cukup tinggi untuk masalah ini yakni Malang selatan.

"Jika program suscatin bisa disosialisasikan dengan baik maka anak-anak muda akan paham terkait resiko pernikahan dini," terangnya. (Hanggara Pratama, Fatimatuz Zahroh)

Berita Terkini