General Manager WMO Ani Surahman mengungkapkan, Program Keberlanjutan atau upaya menjaga keseimbangan ekologi di TPM telah dilakukan oleh WMO sejak tahun 2014 silam.
"Tiga tahun kemudian atau pada 2017 keberadaan TPM sudah exist, sudah ada kemandirian," ungkap Ani.
Terjaganya keseimbangan ekologi di kawasan konservasi TPM akhirnya menarik perhatian ribuan burung migran. Beberapa di antaranya berasal dari Alaska dan Rusia. Seperti Gajahan dan Terik Asia.
Ani menjelaskan, para pengunjung bisa mengakses seluruh Taman Pendidikan Mangrove (TPM) dengan meniti geledak kayu sepanjang 350 meter yang sengaja dibangun membelah hutan mangrove.
Di geladak tersebut, pengunjung bisa melihat langsung ragam mangrove dan burung-burung migran yang transit
"Di ujung geladak, dibangun tower setinggi 10 meter yang akan dijadikan pemantau burung-burung migran," jelasnya.
Ia menambahkan, kemandirian dan terjaganya keseimbangan ekologi yang telah tercipta di TPM saat ini diharapkan mampu dipertahankan dan dilestarikan.
"Saat ini PHE WMO hanya memback-up Pemkab Bangkalan dalam proses pembukaan resmi TPM. Selanjutnya akan dilakukan program lanjutan replikasi wilayah timur ke barat," pungkasnya.
Taman Pendidikan Mangrove (TPM) merupakan hasil binaan Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO), korporasi yang bergerak di sektor hulu migas dan menjadi kontraktor kontrak kerja sama dengan SKK Migas.
Kader Lingkungan, Moh Syahril mengungkapkan, lebih dari 10 ribu mangrove yang ditanam pada 2013 di atas lahan seluas kurang lebih delapan hektare.
"TPM ni sudah berkembang. Bahkan setiap Sabtu dan Minggu, banyak mahasiswa datang berkemah melakukan penelitian jenis mangrove dan aneka burung migran," ungkapnya.
Ia memaparkan, puluhan ribu mangrove di TPM itu terdiri dari jenis Sonneratia Alba (Prapat), Rizhophora Stylosa, Stenggi, Rhizopora Apiculata, Sonneratia Alba, Rhizophora Mucronata, Ceriops Tagal, Avicenna Marina, hingga Cemara Casuarina.
"Pada tahun 2013, PHE WMO membawa saya berkeliling untuk studi banding ke kota-kota yang ada wisata mangrove seperti di Nusa Lembongan Bali," paparnya.
TPM kebanggaan masyarakat Kecamatan Sepulu dan Bangkalan umumnya, kini menjadi kawasan konservasi di bawah pengawasan Badan Pengelola Hutan Mangrorve (BPHM) Wilayah I Bali.
Ketua Dewan Pertimbangan Proper Prof Dr Sudharto P Hadi menyatakan, keberadaan TPM sejak 2014 merupakan usia yang cukup dan sudah dipandang mandiri.
"Kini waktunya PHE WMO exit (keluar), sudah banyak datangkan pengunjung, datangkan kesemparan kerja, pendapatan sudah ada," katanya.
Ia menjelaskan, berdasarkan comdev kooperatif, tidak hanya PHE yang turut serta tapi juga Pemkab Bangkalan dan masyarakat melalui BUMDes.
"PHE WMO sudah saatnya pindah ke tempat lain agar mamfaat lebih besar. Ada kerja sama dan lebih menjamin keberlanjutan karena pemkab akan terus ada. Kalau perusahaan bisa berhenti," pungkasnya.