Penulis Buku Ludah Nabi di Lidah Syekh Raba mengkritik Pamekasan Menulis yang baru saja dilaunching Pemkab Pamekasan
Laporan Wartawan TribunMadura.com, Kuswanto Ferdian
TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Launching Pamekasan Menulis yang merupakan program gagasan Pemkab Pamekasan menuai kritik dari kalangan penulis.
Pamekasan Menulis sudah dilaunching oleh Bupati Pamekasan, Baddrut Tamam di aula Mandhapa Aghung Pamekasan, Selasa (3/12/2019) malam.
Pemkab Pamekasan memiliki visi untuk menjadikan Pamekasan sebagai kabupaten literasi yang target capaiannya tahun 2022 dengan dilaunchingnya Pamekasan Menulis tersebut.
• Nikahi Pemuda Indonesia, Bule Cantik asal Jerman ini Masuk Islam dan Ucapkan Kalimat Syahadat
• Kasus Keperawanan Atlet Senam Makin Memanas, Beredar Video Wali Kota Kediri Usir Pengurus KONI Jatim
• Bayi Usia 25 Hari Menghilang Tanpa Jejak, Pelaku Penculikan Diduga Orang Terdekat Keluarganya
Penulis Buku Ludah Nabi di Lidah Syekh Raba, Royyan Julian mengatakan, Pemkab Pamekasan agak salah langkah.
Mestinya, kata dia, Pemkab Pamekasan membuat program 'Pamekasan Membaca' bukan 'Pamekasan Menulis'
Sebab, menurut Royyan, hasrat menulis seseorang akan muncul ketika dia banyak membaca.
"Mungkin logika bupati begini, dorong orang untuk menulis karena dia pasti akan gemar membaca," kata Royyan kepada TribunMadura.com, Rabu (4/12/2019).
"Saya tak sependapat dengan logika itu," sambung dia.
Royyan mengungkapkan, orang yang didorong menulis tidak lantas gemar membaca.
• Kenalan Lewat Facebook, Pelajar SMP Mojokerto Diajak Hubungan Intim Pria Dewasa, Kini Hamil 7 Bulan
• Panik Dikejar Polisi, Jambret Tas Wanita di Surabaya Tabrak Trotoar hingga Terjatuh dengan Motornya
Menurut dia, orang bisa gemar membaca karena dibiasakan membaca dalam jangka waktu lama.
"Seorang mahasiswa yang terpaksa menulis skripsi akan banyak membaca untuk bahan skripsinya," jelas dia.
"Habis menulis skripsi, dia tidak akan membaca lagi karena sejak awal tidak punya tradisi membaca," ujarnya.
Royyan mengaku, sudah hampir lima tahun menjadi misionaris baca buku di kalangan mahasiswa.
Royyan menyebut, sulit untuk mengubah kebiasaan orang dari tidak suka membaca buku untuk menjadi suka baca buku.
"Tidak semudah kata-kata motivator untuk merubah kebiasaan itu. Lalu tiba-tiba pemkab mau semua orang menulis dalam waktu tiga tahun ke depan?" katanya.
"Gimana bisa membuat orang suka menulis kalau tradisi membacanya tidak dibangun? Orang yang gemar membaca buku saja belum tentu bisa menulis," tegasnya.
• Galakkan Cinta Literasi Kalangan Siswa, Komunitas Pamekasan Membaca Gelar Kompak Goes to Sekolah
• Wanita Sepuh Jember Diduga Korban Pemerkosaan, Ditemukan Terlentang di Kasur dengan Leher Terluka
Menurut Royyan, membaca itu fardu ain, sedangkan menulis fardu kifayah.
Tidak hanya itu, kata Royyan, orang boleh tidak menulis, tetapi wajib membaca.
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra di Universitas Madura itu juga menyebut, yang paling penting dari efek membaca, yaitu membangkitkan kesadaran seseorang.
Bagi Royyan, orang suka menulis itu bonus, yang merupakan konsekuensi dari membaca.
"Jadi, membacalah yang mestinya gencar dicanangkan pemkab, bukan menulis," sarannya.
Selain itu, kata Royyan, perpustakaan merupakan salah satu alat penting untuk membangun tradisi literasi masyarakat.
"Saat menyampaikan pidato, waktu bupati melaunching program Pamekasan Menulis itu sama sekali tidak menyinggung perpustakaan," katanya.
"Mungkin bupati merasa tidak ada masalah dengan perpustakaan daerah, atau bupati sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di dalam perpustakaan daerah," keluhnya.
"Gedungnya memang bagus dan adem. Sayang, perpustakaan Pamekasan cuma dimanfaatkan pengunjung sebagai tempat nongkrong wifi gratis; juga pengunjung yang cuma mengerjakan tugas sekolah atau kuliah," sambung dia.
Bahkan menurut Royyan, kalau Bupati Pamekasan berkomitmen membangun Pamekasan sebagai kabupaten literasi, mestinya masalah buku bajakan sudah dibereskan terlebih dahulu.
"Bagaimana mungkin bupati punya itikad baik terhadap dunia literasi? sedangkan pembajakan buku yang menjadi ancaman paling serius penulis dan penerbit tidak diberantas?" ujar dia.
"Anak-anak muda di Pamekasan gemar membeli buku bajakan penulis idola mereka (termasuk buku bajakan dalam bentuk pdf)," ungkapnya.
Royyan juga mengungukapan, Pemkab punya wewenang menindak toko yang menjual buku-buku bajakan agar tak ada lagi anak-anak muda yang membeli barang haram itu.
"Kalau anak-anak itu mengeluh harga buku yang dianggap mahal (sedangkan nongkrong di kafe tiap hari tidak mahal), solusinya, arahkan mereka kepada iPusnas," sarannya.
Lebih lanjut, pria lulusan Magister Ilmu Sastra Universitas Gadjah Mada tersebut, meminta Pemkab Pamekasan untuk peka terhadap penulis lokal yang dimiliki Pamekasan.
Kata dia, sebenarnya di pojokan Pamekasan, ada sosok Muna Masyari, penulis perempuan yang pernah menyisihkan cerpenis sekaliber Putu Wijaya, Martin Aleida, Budi Darma, dan Seno Gumira Ajidarma.
"Kalau bupati beserta teman-temannya di Malang yang hebat itu bisa menjadi insan literasi, itu bukan hal yang spesial, sebab mereka punya privilese dan akses yang mudah kepada pengetahuan," lanjutnya.
"Namun, prestasi Muna Masyari menjadi spesial karena dia dengan segala keterbatasannya (tinggal di tempat terpencil, perempuan, dan SD saja tidak tamat) tiba-tiba mengejutkan kita," bebernya.
Sementara Bupati Pamekasan, Baddrut Tamam Bupati mengatakan, persiapan untuk menjadikan Pamekasan sebagai kabupaten literasi di tahun 2022 sudah dimulai saat ini dengan melakukan permulaan kajian indikator dan program pendukung.
"Saya ini bukan orang yang Bombastis tapi ingin bekerja yang sistematis. Untuk mencapai kabupaten literasi itu butuh beberapa kajian indikator terlebih dahulu," katanya.
Baddrut Tamam menyebut, terkait dengan kajian indikator tersebut jika atmosfer budaya literasi di Pamekasan hanya berlaku di satu tempat saja yang dinilai bagus, maka hal itu menjadi tidak adil.
"Menciptakan kabupaten literasi itu diantaranya adalah menciptakan atmosfer membaca dan menulis. Kalau Malang, Jogja mendedikasikan sebagai kabupaten literasi itu benar dan bagus," ujarnya.
Bahkan Baddrut Tamam mengaku ingin menjadikan perwajahan dan atmosfer di Pamekasan berkaitan dengan akan digagasnya Pamekasan sebagai kabupaten literasi yang sama persis menggelora seperti Malang dan Jogja.
"Harus ada indikator yang jelas untuk mencapai itu semua dan hal tersebut tidak mudah untuk dicapai. Saya mau bekerja dengan kerja standard serta ukuran yang jelas," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Baddrut Tamam berjanji akan membuat indikator terlebih dahulu dan akan berdiskusi dengan instansi terkait serta beberapa pihak untuk mencapai tujuan agar Pamekasan menjadi kabupaten literasi di tahun 2022.
"Kita akan buat indikator dulu, misal jumlah pemuda di Pamekasan berapa, nah akan kita targetkan minat bacanya dalam satu hari minimal satu jam. Untuk mencapai itu tidak mudah," tegasnya.
Lebih lanjut Politisi Partai PKB itu mengatakan masih dalam kebingungan untuk menggeser kebiasaan lama ke kebiasaan baru, dan untuk menggeser kebiasaan tersebut butuh energi yang luar biasa.
"Indikatornya juga misal semua sekolah SLTP dan SLTA bisa menerapkan membaca buku di sela-sala jam pelajaran. Nah indikator itu yang perlu kita ukur dulu," pungkasnya.
• Fenomena Hujan Es Terjadi di Mojokerto Selama 20 Menit, Begini Proses Terjadinya Menurut BMKG
• Tipu Calon Jemaah Haji, Warga Gresik Dituntut Penjara Setahun, Kantongi Uang Korban Ratusan Juta