TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Fetish kain jarik menjadi trending di media sosial Indonesia karena utas soal kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang mahasiswa bernama Gilang.
Salah satu utas yang viral dibuat oleh akun @m_fikris di Twitter.
Dalam utas tersebut, pemilik akun menceritakan awal mula ia berkenalan dengan Gilang yang meminta pemilik akun untuk membungkus dirinya sendiri dengan kain jarik lalu difoto atau video dan dikirimkan pada Gilang.
Pemilik akun juga diminta untuk membungkus orang lain dengan kain jarik seperti cara yang telah diperintahkan.
• BREAKING NEWS: MODUS Gilang Predator Fetish, Beri Minuman Berisi Obat Tidur, Korban Ditutupi Selimut
• Gilang Bungkus Cumbui Korban Pakai Kain Jarik, Pandemi Picu Pelecehan Seksual Lewat Media Sosial
• Psikolog Klinis dan Forensik: Fetish Ambisi Seseorang Melihat Objek hingga Timbul Rangsangan Seksual
Gilang beralasan aksi bungkus membungkus orang dengan kain jarik itu dilakukan untuk penelitian tugas akhir di kampusnya.
Semakin lama pemilik akun berkomunikasi dan melakukan hal-hal yang diminta Gilang, pemilik akun pun menyadari bahwa ia telah mengalami pelecehan seksual.
Setelah thread tersebut viral, banyak orang kemudian speak up dan mengungkap mereka pernah menjadi korban pelecehan seksual Gilang.
Sebagian besar korban diminta untuk membungkus diri sendiri atau orang lain dan dipegang bagian vital untuk melihat reaksinya.
Kini satu per satu korban Gilang 'fetish bungkus jarik' mulai angkat suara.
Salah satunya SW, salah satu mahasiswa PTN di Surabaya. Ia menjadi korban pelecehan Gilang saat keduanya sama-sama menjadi mahasiswa baru tahun 2015.
Kepada TribunMadura.com, korban SW mengatakan sempat trauma dengan kejadian tersebut. Namun, ia terus mengobati diri sampai akhirnya mau membuka cerita.
"Saat acara penerimaan mahasiswa baru kampus saya bareng sama Gilang. Sama sekali nggak ada yang aneh sama dia. Perilaku dan yang dia omongin nggak mencurigakan," kata SW.
• 5 Hikmah yang Bisa Diambil dari Momen Rayakan Idul Adha di Tengah Pandemi Menurut Gubernur Khofifah
• Program Pembinaan dan Pengembangan Kepemudaan di Sampang Ditiadakan, Anggaran Dipangkas Rp 900 Juta
• Apa Itu Fetish? Bukan Kelainan Seksual, Tapi Penderita Terangsang pada Benda yang Dikenakan Pasangan
Ia pun pada awalnya tak menyangka jika Gilang merupakan predator. Korban berinisial SW berpikir kejadian tersebut hanya keapesan.
"Setelah kejadian, saya langsung tanya ke dia. Suatu ketika baru saya berani cerita ke beberapa teman. Akhirnya, saya dan Gilang sama-sama didudukkan. Waktu itu Gilang ngaku dan minta maaf," katanya.
Saat itu, korban berinisial SW tidak melaporkan kejadian ini karena mengaku kurang mendapat pengetahuan yang jelas tentang sexual harrashment.
"Dulu saya menganggap ini sebagai kecelakaan, walaupun memang sebenarnya disengaja. Saat minta maaf, Gilang juga kelihatan nyesek. Tapi saya sudah nggak peduli," katanya.
Setelah kejadian itu, korban SW mengaku sempat merasa trauma. Apalagi, hampir setiap hari ia harus bertemu dengan Gilang.
"Sempat sedih, down. Apalagi sehari dua hari setelah kejadian, pasti ingat. Apalagi kami satu angkatan, tiap hari ketemu. Menjelang ospek jurusan, otomatis mau nggak mau ketemu soalnya kumpul satu angkatan," katanya.
Saat melakukan aksinya, korban SW mengatakan tidak mengalami kejadian sama persis dengan cerita yang saat ini viral.
"Kalau sekarang kan dibungkus kayak lontong gitu, dulu saya enggak. Cuman ditutup kain. Waktu itu saya nggak berkutik, nggak bisa ngapa-ngapain. Buat melawan nggak bisa. Kemungkinan karena air minum yang dikasih ke saya sudah dicampur sampai obat tidur," korban SW mengatakan.
Berharap Segera Ada Tindakan
Sebagai salah satu korban Gilang, SW berharap pelaku mendapatkan sanki yang tegas.
"Karena udah banyak banget yang speak up. Saya merasa ini sudah waktunya untuk dimajukan ke jalur hukum. Saya juga bakal kooperatif, baik sebagai saksi maupun korban," katanya.
Ia juga berharap para korban bisa mendapatkan pendampingan dari psikolog.
"Soalnya saya pernah baca bahwa korban bisa kemungkinan menjadi pelaku untuk melampiaskan kekesalan. Jadi, para korban butuh difasilitasi dan diakomodasi," tandasnya.