Berita Pamekasan

Sepanjang Tahun 2020, Kekerasan Anak di Pamekasan Capai 26 Kasus, Rata-Rata Pelaku Masih Pelajar SMA

Penulis: Kuswanto Ferdian
Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator Divisi Hukum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Pamekasan, Umi Supraptiningsih saat diwawancarai di ruang kerjanya, Senin (8/2/2021).

Reporter: Kuswanto Ferdian | Editor: Ayu Mufidah KS

TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP3A) Kabupaten Pamekasan, Madura mencatat, ada sekitar 26 kasus kekerasan anak sepanjang tahun 2020.

Koordinator Divisi Hukum PPTP3A Pamekasan, Umi Supraptiningsih mengatakan, 26 kasus kekerasan anak yang terjadi sepanjang tahun 2020 ini terbagi dari beberapa jenis kasus.

Kasus itu di antaranya, seksual anak 9 kasus, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa anak dan istri ada 10 kasus, penganiayaan anak 5 kasus, dan pencurian yang dilakukan anak ada 1 kasus.

Liar Aksi Suami Gigit Tubuh Istri Karena Tolak Ajakan Hubungan Badan, Celana Pendek Jadi Bukti

Tragedi Berdarah di Kamar Rumah Janda Sidoarjo, Kakek Nenek Tergeletak Tanpa Busana, Warga Berteriak

Khofifah Tinjau Vaksinasi Covid-19 di RSUD Syamrabu, Pelaksanaan Vaksin di Bangkalan Masih 85 Persen

Kata dia, kasus kekerasaan anak di Pamekasan saat ini masih terbilang sangat tinggi.

Menurutnya, kasus yang paling memprihatinkan selama ia tangani, yaitu mengenai kasus kekerasan seksual anak.

Ia mencatat, sepanjang tahun 2020, ada 9 kasus kekerasan anak yang sudah diproses ke jalur hukum.

Rata-rata usia pelaku sekitar 16 - 17 tahun ke atas yang masih duduk di bangku sekolah SMA kelas 1 - 3.

Bahkan, ada sebagian kasus seksual anak yang menimpa anak SMP.

"Sekarang saya sangat sedih sekali, karena pelaku dan korban kebanyakan sama-sama anak-anak," kata Umi Supraptiningsih kepada TribunMadura.com saat diwawancarai di ruang kerjanya, Senin (8/2/2021).

"Kalau pelakunya orang dewasa dan anak-anak, kita tinggal jebloskan saja ke penjara, dan minta dijerat hukuman setinggi-tingginya," sambung dia.

Erupsi Gunung Raung, Masyarakat Diimbau Kurangi Aktivitas di Luar Rumah Cegah Sebaran Debu Vulkanik

Guru SD di Sawojajar Malang Jadi Korban Aksi Pencurian, Kehilangan Motor saat Hadir Rapat Sekolah

Umi menjelaskan, kasus kekerasan seksual yang banyak menimpa anak-anak tersebut berupa hubungan seksual di luar nikah layaknya suami istri.

Bahkan, kata dia, ada sebagian korban yang saat ini sudah hamil dan melahirkan akibat dampak dari hubungan terlarang tersebut.

Umi menduga, tingginya jumlah kekerasan anak di Pamekasan ini, diakibatkan karena banyaknya anak-anak yang memiliki waktu kosong setelah pulang sekolah.

Sebab, saat ini, kata dia, anak-anak SMA banyak melakukan pembelajaran tatap muka terbatas yang berlangsung selama dua jam dan ada sebagian sekolah yang masih menerapkan pembelajaran daring.

Sehingga, waktu di sekolah untuk belajar, menjadi lebih sedikit, dan banyak waktu kosong di luar jam sekolah yang terkadang digunakan untuk melakukan perbuatan negatif dengan pasangannya.

Selain itu, penyebab masih tingginya kasus kekerasan anak di Pamekasan, akibat bebasnya anak-anak mengakses informasi apa pun di media sosial melalui Hp yang mereka pegang.

Sedangkan, peran orang tua dalam mengawasi anak-anaknya saat bermain Hp tersebut, kurang terlalu intens.

Aturan Penting PPKM Mikro di Kota Malang, Sutiaji Pastikan Tak Ada Penyekatan dan Penutupan Jalan

"Sebagian orang tua kadang kurang terlalu intens memantau aktivitas anaknya saat bermain Hp, dan kadang orang tua juga tidak tahu konten apa yang dilihat dan disimpan oleh anak-anak mereka," ujarnya.

Umi juga mengaku repot, bila menangani kasus kekerasan seksual anak yang pelakunya sama anak-anak.

Sebab di satu sisi, pihak keluarga korban menuntut keadilan agar diberikan sanksi hukuman terhadap pelaku.

Sedangkan di sisi lainnya, pelaku sebagai anak juga mendapatkan hak perlindungan hukum.

"Sehingga dalam kasus ini yang harus kita lakukan, menyampaikan secara pelan-pelan kepada keluarga korban bahwa pelaku yang kita tangani ini juga masih anak-anak. Jadi jangan kira kami tidak obyektif dalam menangani kasus, karena dua-duanya kami lindungi," ungkapnya.

"Mereka ini para pelaku dan korban pacaran, ya mungkin dampak dari anak-anak bebas pegang Hp sehingga mengakibatkan hubungan seksual di luar nikah itu terjadi," duganya.

Umi menyarankan, untuk mengurangi tingginya kasus kekerasan anak dan seksual anak ini, orang tua dan guru wajib memberikan pemahaman mengenai pembelajaran seks terhadap anak-anaknya.

Sebab hal itu menurut dia sangat penting untuk diajarkan sejak dini.

Tujuannya, agar anak bisa mengetahui dampak negatif yang akan dialami setelah melakukan hubungan seks di luar nikah.

"Akibat dari hubungan seks di luar nikah itu dampaknya akan hamil sebelum waktunya, ada dampak terhadap pendidikan, dampak sosial dan dampak hukum," peringatnya.

Menurut Umi, di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, peran orang tua sangat dibutuhkan untuk selalu mendampingi anak-anaknya agar tidak melakukan perbuatan negatif dan menyimpang dari norma agama serta hukum.

Namun saran dia, saat orang tua mulai memberikan pengawasan intens terhadap anaknya, jangan sampai melakukan ancaman, cukup lakukan pendampingan saja.

"Pendidikan mental dan karakter terhadap anak-anak itu sangat penting diajarkan oleh orang tua saat di rumah. Karena mereka yang lebih banyak waktu bersama anak di rumah. Jadi, ajarkan sejak dini perihal pendidikan seks, supaya anak paham mengenai perbuatan yang boleh dilakukan dan hal apa yang tidak boleh dilakukan," pesannya.

Berita Terkini