Berita Tulungagung

Awas, Obat Setelan Dijual Bebas di Kabupaten Tulungagung, Ketahui Risiko Besarnya Jika Mengonsumsi

Penulis: David Yohanes
Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi - obat-obatan

TRIBUNMADURA.COM, TULUNGAGUNG - Obat setelan masih ditemukan dijual bebas di masyarakat Kabupaten Tulungagung.

Ditemukan 569 bungkus obat setelan di Kabupaten Tulungagung selama rentang Januari hingga awal Maret 2021.

Obat setelan ini dijual bebas di toko hingga pasar tradisional di Kabupaten Tulungagung.

Dalam kasus itu, Satreskoba Polres Tulungagung menangkap dua tersangka karena meracik dan mengedarkan sediaan farmasi secara ilegal.

Baca juga: Gabungan LSM se-Pamekasan Demo di Inspektorat, Minta Pengusutan Mobil Sigap Dikembalikan ke Kejari

Baca juga: Akibat Korsleting Listrik, Toko Milik Warga Desa Gesikan Kabupaten Tuban Terbakar, Seisi Toko Ludes

Mereka adalah Ny S dan I, keduanya berasal dari Kecamatan Besuki.

"Obat ini dibeli dari apotek, kemudian diracik sendiri oleh tersangka," terang Kasat Reskoba Polres Tulungagung, AKP Andri Setya Putra.

Lanjut Andri, obat yang dibeli adalah obat bebas tanpa resep dokter.

Andri juga berkomunikasi dengan pihak apotek untuk memastikan obat-obat tersebut dibeli secara legal.

Jangan sampai ada apotek yang menyuplai obat dalam jumlah besar, dan memudahkan para tersangka.

"Kami pastikan tidak ada apotek yang menyuplai. Tersangka ngecer obat, kemudian dikemas sendiri," sambung Andri.

Dua tersangka ini tidak punya latar belakang keahlian farmasi.

Baca juga: Depresi Usai Di-PHK, Warga Duduksampeyan Kabupaten Gresik Bunuh Diri, Lehernya Terikat Tali Tampar

Baca juga: Video Raja Terakhir Young Lex Disebut Nyontek Video Musik Lay EXO, Disinggung Media Asing Koreaboo

Kemampuan meracik obat setelan ini dipelajari otodidak dari mendengar informasi pihak lain.

Paket obat yang ditawarkan antara lain, obat sakit gigi, obat nyeri otot dan pegal linu.

"Keuntungan setiap bungkus antara Rp 1.500 sampai Rp 2.500. Jadi sangat menjanjikan," ungkap Andri.

Para tersangka ini mengedarkan sendiri hasil racikannya.

Salah satunya adalah residivis yang pernah dipenjara dengan kasus yang sama.

Setelah jeda satu tahun tersangka mengulangi perbuatannya.

Lebih jauh Andri mengingatkan masyarakat, agar tidak mengonsumsi obat racikan.

Sebab obat racikan bukan diracik ahli farmasi sehingga dampaknya belum diketahui pasti.

Apalagi obat itu diberikan tanpa mengetahui kondisi pasien. (David Yohanes)

Berita Terkini