Berita Sumenep

Muncul Penolakan Rencana Tambang Fosfat di Sumenep, Para Kiai dan Pengasuh Ponpes Datangi DPRD

Penulis: Ali Hafidz Syahbana
Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah kiai dan pengasuh pondok pesantren di Sumenep saat berada di DPRD Sumenep untuk tolak segala proses penambangan fosfat, Rabu (10/3/2021).

Reporter : Ali Hafidz Syahbana | Editor: Ayu Mufidah KS

TRIBUNMADURA.COM, SUMENEP - Sejumlah kiai dan pengasuh pondok pesantren yang tergabung dalam Forum Sumenep Hijau (FSH) di Kabupaten Sumenep mendatangi kantor DPRD Sumenep, Rabu (10/3/2021).

Kedatangan sejumlah kiai dan pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Sumenep itu untuk menyatakan penolakan rencana penambangan fosfat.

Baca juga: Warga Madura Tewas Dibacok, Ada Luka Sabetan di Beberapa Bagian Tubuhnya, Polisi Buru Pelaku

Baca juga: Dibuang ke Tempat Sampah, Bayi Perempuan Kritis setelah Ditemukan Tanpa Pakaian, Alami Hipotermia

Di sana, mereka melakukan rapat dengar pendapat soal penambangan fosfat dengan wakil rakyat dan instansi di lingkungan Pemkab Sumenep.

Selain para kiai dan pengasuh ponpes, rapat ini juga dihadiri OPD Pemkab Sumenep, di antaranya perwakilan dari Bappeda, DPMPTSP dan Satpol PP Sumenep.

Mereka ditemui langsung oleh Ketua DPRD Sumenep, Abdul Hamid Ali Munir, perwakilan fraksi-fraksi dan perwakilan  keorganisasian mahasiswa.

"Kami menolak segala proses yang mengarah pada rencana tersebut," kata Jubir Forum Sumenep Hijau, KH Moh Naqib Hasan.

Ia menyebut, jika nanti dibiarkan dan diizinkan, penambangan fosfat dipastikan berdampak buruk, baik terhadap lingkungan, sosial dan dari sektor lainnya.

Baca juga: Perumda Trunojoyo Sampang Ancam Hentikan hingga Putus Saluran Air Minum Pelanggan yang Menunggak

Baca juga: Biro Jasa Pembuatan SIM Beredar di Ponorogo, Pelaku Janjikan Langsung Jadi, Begini Kata Polisi

"Salah satu dampak misalnya, sumber air akan berkurangdan kemungkinan timbulnya konflik ditengah-tengah Masyarakat," katanya.

"Intinya kita menolak tambang fosfat di Sumenep dan segala proses yang mengarah pada hal itu, seperti perubahan Perda, penambahan titik fosfat, kita tolak total semuanya," tegasnya.

Dikonfirmasi Ketua DPRD Sumenep, Abdul Hamid Ali Munir mengatakan, dari semua aspirasi tersebut katanya nanti akan segera membuat surat rekomendasi kepada Bupati Sumenep dan Pemprov Jatim.

"Kami kan sekarang sebagai publik hearing, ya kami akan buat surat rekomendasi dulu dan selanjutnya menjdi pertimbangan dan masukan bagi pemerintah provinsi," kata Abdul Hamid Ali Munir.

Sebelumnya, aksi penolakan penambangan fosfat juga dilakukan sejumlah mahasiswa.

Massa saat demo di depan Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumenep, Selasa (9/3/2021). (TRIBUNMADURA.COM/ALI HAFIDZ SYAHBANA)

Mahasiswa yang tergabung daam Aliansi Mahasiswa Sumenep (AMS), FKMS, FPM, GARDA, FKPS, GEMPAR dan Semar mengelar unjuk rasa di depan Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumenep di Jalan Trunojoyo, Selasa (9/3/2021).

Aksi unjuk rasa ini dilakukan sebagai bentuk penolakan penambangan fosfat di Kabupaten Sumenep, Madura.

Mereka mendesak Kepala Bappeda Sumenep, Yayak Nurwahyudi agar segera dicopot dari jabatannya.

Selain itu, massa menyampaikan aspirasinya agar pemerintah daerah menghapus Pasal 40 Ayat 2 Perda RTRW Nomor 12 Tahun 2013 dalam reviewnya.

"Dengan tegas hari inu, kami mendesak segera dicopot Kepala Bappeda Sumenep, karena dengan mengupayakan perubahan RTRW, ini sudah jelas Bappeda tidak berpihak pada rakyat," kata korlap aksi, Abdul Basith dengan berteriak.

"Apalagi perubahan RTRW akan melegalkan pertambangan fosfat di Kabupaten Sumenep," sambung dia.

Menurutnya, sudah jelas ada benturan pasal dan masih saja menambah titik lokasi tambang fosfat di Kabupaten Sumenep.

"Ini kan sudah tidak mencerminkan bahwa dia (Yayak Nurwahyudi) tidak berpihak kepada rakyat, makanya kami minta dia dicopot saja," ujarnya.

Aktivis ini memaparkan, bahwa produk RTRW yang sekarang ada temuan benturan antara pasal 40 Ayat (2) tentang kawasan pertambangan dengan pasal sebelumnya, yakni nomor 32 dan 33.

Tak hanya itu katanya, bahkan dalam rencana perubahan RTRW Sumenep yang baru. Titik fosfat yang awalnya hanya delapan kecamatan dan ditambah menjadi 17 Kecamatan di Sumenep.

"Ini bukti kebijakan yang akan mengusir rakyat Sumenep dari tanahnya, bagaimana tidak sahabat, jika pertambangan fosfat dilakukan. Maka dampaknya para petani pasti akan terancam. Kerusakan lingkungan pasti terjadi dan belum lagi ancaman bencananya," tegasnya.

Sutrisno, salah satu dari massa aksi juga mengatakan bahwa pertambangan fosfat akan merusak kawasan kast yang selama ini menjadi tandon air bawah tanah.

Jika kawasan itu rusak kata ketua FKMS ini, maka pasti bencana kekeringan akan mengancam warga Sumenep. Belum lagi saat musim hujan, banjir pun akan terjadi karena pertambangan itu pasti merusak lingkungan.

"Ada apa ini kok malah ngotot melegalkan tambang fosfat dengan mengupayakan perubahan RTRW," tanya Sutrisno dengan nada heran.

Menurutnya, penghapusan pasal 40 ayat (2) tentang pertambangan dalam RTRW tersebut. Karena pasal tersebut bertentangan dengan pasal lainnya yakni pasal 32 tentang kawasan lindung geologi.

Menurut mahasiswa pasal 40 ayat (2) itu harus dihapus, bukan malah ditambah menjadi 17 kecamatan.

Apalagi hingga saat ini katanya, soal aturan pengelolaan limbah pertambangan fosfat belum jelas.

Berita Terkini