Ia juga menegaskan, UU ITE tidak serta merta ujuk-ujuk ingin membawa orang ke ranah pidana dan memenjarakan orang.
Tujuan UU ITE bukan untuk menakut-nakuti rakyat, melainkan untuk menghindari maupun mengurangi potensi pelanggaran dalam transaksi elektronik.
“Saya mengkampanyekan ini karena tujuannya kan untuk menghindari dan mengurangi, bukan menakut-nakuti masyarakat," tukas dia.
"Maka tadi saya sampaikan juga terkait mens rea atau niat batin. Artinya apa, jangan sedikit-sedikit lapor pidana, urusan polisi. Bahwa jika tidak ada niat batin, jangan buru-buru berurusan dengan polisi,” paparnya.
Dijelaskannya, pidana adalah senjata pamungkas dan pilihan terakhir atau ultimum remedium.
Pelaku dan korban perlu dipertemukan dulu dalam sebuah mediasi.
“Kalau dengan cara kekeluargaan selesai, kenapa harus ke polisi? Hukum pidana itu senjata pamungkas. Kalau misalnya privat, maka deliknya aduan," tuturnya.
" Aparat penegak hukum tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengurusi hal-hal seperti itu, maka kata kuncinya adalah mens rea,” paparnya.
Inisiator Sekolah Srikandi Desa (SSD), Salma Safitri menjelaskan, perempuan harus melek transaksi elektronik.
Keberadaan internet harus dimanfaatkan dengan baik, terutama untuk mengetahui hak-hak perempuan.
Salma mendorong perempuan agar bisa mengetahui hak-hak dari lingkungan terdekat, misal desa tempat ia tinggal.
Sebenarnya, kata Salma, banyak hak-hak perempuan di tingkat desa, namun belum terpenuhi dengan baik.
“Konsepnya adalah perempuan perlu pengetahun untuk mengakses hak-haknya. Contoh UU Desa memberikan hak perempuan untuk ikut Musrenbang Desa. Kebanyakan tidak tahu dan tidak diberitahu ke perempuan atau perempuan tidak mengaksesnya secara mudah,” terangnya.
Acara yang berlangsung di Pendopo Balai Desa Giripurno itu diikuti oleh 25 peserta perempuan dari Desa Giripurno.
Salma memang menargetkan peserta yang rumahnya dekat dengan diselenggarakannya acara.