Berita Tulungagung

Isu Santet Muncul Usai Hewan Ternak Warga Mati Mendadak, Tim Dinas Peternakan Lakukan Investigasi

Penulis: David Yohanes
Editor: Aqwamit Torik
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi sapi (gambar tidak terkait berita) - Sapi-sapi pedagang di Pasar Keppo Pamekasan, Minggu (12/7/2020).

Reporter: David Yohanes | Editor: Aqwamit Torik

TRIBUNMADURA.COM, TULUNGAGUNG - Tim dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak dan Keswan) Kabupaten Tulungagung melakukan investigasi mengenai kematian beruntun 8 sapi dan satu kambing.

Mereka melakukan investigasi di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo.

Investigasi ini dilakukan untuk mencari penyebab dari kematian mendadak hewan ternak yang diyakini warga akibat santet.

Menurut Kabid Kesehatan Hewan Disnak dan Keswan Tulungagung, drh Eva Tutus Sumaryani, hewan-hewan yang mati mempunyai berbagai gejala klinis.

Hal ini mengindikasikan, kematian hewan ini disebabkan berbagai hal.

Baca juga: Isu Santet Mencuat Usai 8 Sapi dan Seekor Kambing Mati Mendadak, ada Potongan Besi di Perut Hewan

“Bukan satu gejala klinis yang sama. Jadi kemungkinan ada bermacam-macam penyakit,” terang Tutus.

Diakui Tutus, tidak banyak barang bukti yang ditemukan saat melakukan investigasi.

Namun ada benda yang sebelumnya ditemukan di dalam perut kambing.

Benda keras itu ternyata untaian kain panjang yang ditelan oleh kambing.

“Mengeras di perut, memang tidak mati mendadak. Efeknya baru beberapa hari,” sambung Tutus.

Selama investigasi tim Disnak dan Keswan tidak menemukan benda-benda asing yang dikeluhkan warga.

Seperti potongan besi, batu, maupun benda lain yang menyebabkan kematian.

Sementara untuk temuan pasir atau kerikil, masih dianggap wajar karena bisa saja tertelan bersama pakan.

“Penjelasan pemiliknya, terjadi gangguan pencernakan. Ada pula yang karena plasentanya tidak bisa keluar, sehingga terjadi infeksi,” papar Tutus.

Tutus menghimbau kepada peternak agar lekas mencari pertolongan tenaga kesehatan hewan, jika ternaknya sakit.

Menurutnya, kematian hewan-hewan ini disebabkan karena tidak lekas dilaporkan sehingga tidak segera mendapat pertolongan.

Sebelumnya delapan sapi dan satu kambing mati beruntun di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo dalam bulan Mei ini.

Isu jengges atau santet merebak, karena warga menemukan berbagai benda asing di perut hewan yang mati.

Pemerintah desa setempat bahkan harus meredam warga, agar tidak ada kecurigaan dan saling tuding di antara warga. (David Yohanes)

Kronologi isu santet mencuat

Warga terkejut saat ada delapan ekor sapi dan seekor kambing yang mati mendadak.

Diketahui, lokasinya berada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung

Sapi dan kambing itu ditemukan mati mendadak selama Mei 2021.

Warga yang membedah bangkai binatang-binatang ini menemukan berbagai benda, mulai dari potongan besi, potongan akar keras, pasir dan kerikil.

Isu santet atau dalam bahasa lokal disebut jengges pun merebak.

"Ternak yang mati ada delapan sapi milik 3 warga, dan satu kambing milik satu warga lainnya," tutur Kepala Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo, Mulyono.

Mulyono menuturkan, sapi yang mati jenis sapi perah yang masih produktif.

Gejala awalnya sapi tidak doyan makan, lalu mati mendadak.

Warga awalnya khawatir sapi yang mati disebabkan virus.

"Akhirnya warga berinisiatif membedah sapi yang mati. Di dalam perutnya ditemukan aneka benda tak wajar itu," ungkap Mulyono.

Kematian sapi-sapi itu membuat warga serah.

Isu aktivitas santet di antara warga pun merebak.

Sebab tidak mungkin sapi dan kambing makan potongan besi.

"Kalau dilogika kan gak bisa, bagaimana besi bisa masuk ke dalam perut sapi dan kambing?" ujar Mulyono.

Untuk meredam keresahan warga, pemerintah desa akan mengumpulkan warga.

Mulyono khawatir, ada aksi tuding di antara warga dan bisa memicu aksi main hakim sendiri.

Sementara warga juga mencari "pageran" supaya sapi-sapinya tidak ikut jadi korban.

"Semua cari cara sendiri-sendiri supaya sapinya tidak ikut jadi sasaran santet. Istilahnya cari pageran," terang Mulyono.

Kematian sapi yang disengaja biasanya dilakukan oleh pedagang nakal.

Sapi incarannya sengaja diracun agar mati dan bisa dibeli dengan harga murah.

Namun dalam kematian beruntun hewan ternak ini, tidak ada pedagang yang berminat membeli sapi yang mati.

Hal itu menguatkan kecurigaan warga, kejadian itu memang karena aksi santet.

Apalagi kejadian serupa sempat merebak di tahun 2013 silam.

Kala itu nyaris terjadi aksi massa yang menghakimi pelaku.

"Saat itu pelaku saya sembunyikan, dia mau tobat. Semua ilmunya sudah dirontokkan," kenang Mulyono.

Mulyono memastikan, pelaku tahun 2013 tidak beraksi lagi karena sudah tidak punya ilmu santet.

Ia menduga ada pelaku dari luar desanya.

Menurut pelaku yang sudah bertobat, ilmu santet harus diamalkan secara berkala agar tidak menyerang dirinya sendiri.

"Jadi kalau ilmu itu tidak dipakai menyerang hewan atau orang lain, maka akan memakan dirinya sendiri."

"Saya khawatir kematian ternak warga ini karena ada yang mengamalkan santetnya," pungkas Mulyono. (David Yohanes)

Berita Terkini