Pajak ekspor maksimum saat ini adalah 200 dolar AS per ton.
Reuters menulis, Menteri Perdagangan Indonesia, Muhammad Lutfi, sudah mengumumkan kenaikan retribusi pada sidang DPR pada Kamis (17/3/2022).
Dia menarik pembatasan volume ekspor minyak sawit yang dikenal sebagai domestic market obligation (DMO).
Dalam sidang enam jam, Lutfi meyakinkan anggota parlemen bahwa bahkan setelah penghapusan ekspor DMO akan terus dibatasi oleh pungutan tinggi.
Reuters mengungkap, beberapa anggota parlemen menuduh Lutfi "membuat kebijakan panik" setelah kementeriannya telah mengubah peraturan setidaknya enam kali sejak Januari 2022.
Lutfi membela tindakannya dan mengatakan kenaikan harga komoditas global sejak tahun lalu telah memukul semua ekonomi global, sementara invasi Rusia ke Ukraina telah memperburuk situasi.
"Kesalahan saya adalah saya tidak memprediksi akan ada perang yang menyebabkan harga melonjak," kata dia sambil bersumpah untuk tidak dikalahkan oleh apa yang disebutnya "mafia dan spekulan" yang berdampak pada sektor kelapa sawit.
Anggota DPR mendesak Menteri siap membatasi volume ekspor lagi jika kebijakan terbaru gagal mencapai harga pasar minyak goreng yang "wajar".
Dilaporkan Reuters, pergeseran kebijakan Indonesia telah memicu perubahan besar dalam minyak sawit berjangka Malaysia di pasar yang sudah gelisah karena produksi yang lemah dan setelah konflik di Ukraina memukul pasokan minyak lobak dan minyak bunga matahari.
Selain Reuters
Media Singapura Channel NewsAsia (CNA) dan media yang berkantor pusat di Washington, DC, AS, UN News juga menerbitkan artikel terkait persoalan minyak goreng yang terjadi di Indonesia di situs web mereka pada Jumat.
Serupa dengan apa yang dilakukan Reuters, baik CNA maupun UN News lebih menyoroti soal Pemerintah Indonesia yang akan menaikkan pungutan ekspor minyak sawit menjadi maksimal 375 dolar AS per ton lewat aturan terbarunya.
Diberitakan UN News, pihak berwenang di Indonesia telah berusaha untuk mengendalikan pasar lokal untuk minyak goreng yang terbuat dari minyak sawit mentah olahan, setelah harga melonjak 40 persen di awal tahun karena harga global yang tinggi. (*)