Dalam satu paket tersebut berisi lebih kurang 20 ekor chameleon dengan berbagai jenis dan warna. Saka tidak bisa memilih satu persatu bunglon yang akan dikirimkan ke dirinya.
"Karena kalau dari sana, semua chameleon sama saja, kalau beruntung bisa dapat yang bagus dan langka. Jadi yang menentukan bagus atau tidak, mahal atau murah itu orang-orang di sini," kata Saka.
Baca juga: Ulah Neymar di Medsos Soal Postingan Tentang Kylian Mbappe, Like Postingan Hingga Beri Isyarat
Lebih lanjut, untuk cara yang kedua yaitu breeding. Saka akan melihat chameleon dewasa yang sudah siap kawin.
Untuk jantan, chameleon yang siap kawin ditandai dengan warna di sekujur tubuhnya yang semakin terang. Sedangkan chameleon betina akan ditandai dengan tubuh terutama di bagian perut yang berwarna merah muda.
Jika sudah menunjukkan tanda-tanda tersebut, kedua chameleon akan diletakkan dalam satu kandang selama 1-5 hari yang kemudian akan dipisahkan dan tinggal menunggu sang betina bertelur.
"Satu kali bertelur bisa 25-30 telur. Telurnya kita ambil lalu kita pindahkan ke dalam inkubator dingin sesuai dengan habitatnya di sana di pegunungan," jelas Saka.
Layaknya manusia hamil, inkubasi telur bunglon Afrika ini membutuhkan waktu 9 bulan hingga akhirnya menetas sebelum akhirnya dipindahkan ke kandang yang sudah didesain sedemikian rupa oleh Saka.
"Dua tahun ini saya sudah berhasil breeding 200an ekor chameleon," tambahnya.
Kandang dari Chameleon sendiri harus teduh dan sejuk. Untuk itu, Saka memasukkan tanaman ke dalam kandang bunglonnya untuk mengatur suhu dan sebagai tempat bersembunyi.
"Suhu maksimalnya 31 derajat Celcius, dan harus ada tempat rimbun untuk bersembunyi. Selain itu tumbuhannya harus tidak bergetah dan berduri, yang aman itu tumbuhan Walisongo, atau Sirih Gading," terang Saka.
Baca juga: AS Roma Vs Inter Milan, Cobaan Berat Giallorossi Tanpa Kehadiran Jose Mourinho
Walaupun suka suhu yang sejuk, setiap pagi Saka tetap harus memastikan bunglonnya mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk menjaga kecerahan warna dari peliharaannya.
"Saya juga semprot tanaman-tanamannya untuk minum chameleonnya. Mereka tidak bisa minum langsung di wadah, bisanya ambil air yang menempel di daun-daun," ujarnya.
Pelanggan Saka sendiri semua berasal dari luar luar Trenggalek, mulai dari Malang, Surabaya, Jabodetabek, hingga terjauh ia pernah mengirim ke Lampung.
Menurut Saka, reptil termasuk binatang yang aman untuk dikirim jarak jauh karena bisa tidak makan berhari-hari.
"Di rumah pun, saya kasih makan jangkrik 1-2 kali per pekan. Jadi gampang sekali merawatnya, tidak seperti ternak kambing yang harus setiap hari mencari rumput," ucap Saka.