Dengan warna yang sudah pudar karena usianya yang lama, Bendera Pusaka disimpan dalam vitrin yang terbuat dari flexi glass berbentuk trapesium di Ruang Bendera Pusaka, Istana Merdeka.
Bendera Pusaka tersebut diletakkan dalam posisi tergulung, dimana bagian atas bendera dilapisi kertas bebas asam, dengan suhu ruangan 22,7 derajat celcius dan kelembapannya 62 persen.
Bagian luarnya dilapisi semacam kertas singkong (abklatsch) berkualitas tinggi dan diikat pita merah putih.
Pada 12 April hingga Juli 2003, Bendera Pusaka pernah dikonservasi oleh Balai Konservasi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta.
Konservasi tersebut bertujuan membersihkan noda dan kotoran, menghilangkan bekas lipatan, serta merestorasi bagian yang robek dan hilang.
Baca juga: Gubernur Ganjar Pranowo Temui Veteran Indonesia, Kapten CPM Sanjoto Beri Pesan untuk Generasi Bangsa
Baca juga: Akrabnya Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat Bersama Perwakilan Negara Tetangga di HUT RI ke-78
Baca juga: Promo Kemerdekaan di KFC, McD, JCO, Pizza Hut, Hokben Hingga Es Teh, Banyak Diskon Menarik
Sejarah perumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Berikut ini sejarah perumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Diketahui, bangsa Indonesia memperingati HUT ke-78 RI tahun 2023 pada Kamis (17/8/2023).
Pada tanggal 17 Agustus 1945 silam, pembacaan teks Proklamasi telah membawa perubahan yang besar bagi bangsa Indonesia.
Pembacaan teks Proklamasi ini diselenggarakan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta (yang sekarang menjadi Jalan Proklamasi Nomor 1) pada pukul 10.00 WIB.
Sebelum membacakan naskah Proklamasi, Soekarno terlebih dahulu menyampaikan pidato pengantar.
Setelah pembacaan teks Proklamasi selesai, Suhud dan Latief Hendraningrat mengibarkan Bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sejarah Perumusan Teks Proklamasi
Pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945, setelah sampai di Jakarta, rombongan Soekarno-Hatta diantar oleh Laksamana Maeda ke rumah Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto (Kepala Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia).
Namun, Yamamoto tidak mau menerima kedatangan rombongan Soekarno-Hatta.