Berita Terkini Pamekasan

Sentra PKL Food Colony Pamekasan Merana Ditinggal Pengunjung

Penulis: Muchsin Rasjid
Editor: Taufiq Rochman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Beginilah kondisi sentra PKL Food Colony, di Jalan Kesehatan Pamekasan, kini sepi pengunjung. Sehari-harinya, PKL yang buka tidak lebih dari lima kios, Minggu (19/11/2023)

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Muchsin Rasjid

TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN – Sentra pedagang kaki lima (PKL), Food Colony, di Jalan Kesehatan, Pamekasan, yang diresmikan Bupati Pamekasan, Baddrut Tamam, pada Januari 2023 lalu, kini nasibnya merana.

Ketika Food Colony diresmikan, saat itu terlihat puluhan kios sudah buka, terutama di los bagian depan. Baik sisi timur maupun sisi barat.

Sehingga terkesan, begitu Food Colony itu diresmikan, jumlah pengunjung terlihat mulai berdatangan. Begitu juga beberapa kios lainnya sudah buka.

Namun kondisi itu, semuanya berangsur-angsur berubah.

Kini pengunjung yang datang ke lokasi Food Colony yang dibangun di atas tanah bekas RSUD Pamekasan, kian menyusut.

Sehingga beberapa kios pun memilih tutup. Dan dari 240 kios yang tersedia, hanya antara 3 – 5 kios yang buka. Itu pun sepi pembeli.

“Sebenarnya ada 10 kios yang sudah ditempati. Tapi entah kenapa sekarang di antaranya ada yang tutup tidak jualan."

"Mungkin pemilik ada keperluan, sehingga tidak jualan. Untuk yang lain, kenapa masih kosong, banyak faktor. Di antaranya mereka menilai tempatnya ini tidak cocok,” kata Bambang, salah seorang pria, yang sehari-harinya mangkal di posko Gojek, di dekat los belakang, kepada TribunMadura.com, Minggu (19/11/2023).

Pantauan di lapangan, sebagian kios yang berada di dalam, sepertinya tak terawat.

Banyak debu dan sampah berserakan. Dan beberapa kios yang sebelumnya pernah dibuka, kini hanya tinggal tulisan nama kios, yang sudah luntur.

Sementara kios yang berada di depan, baik yang buka dan yang tutup, di depannya terdapat meja dan kursi untuk pengunjung.

Namun bila sore hari, mulai pukul 16.00 – 21.00, di depan sentra PKL yang disediakan untuk parkir sepeda motor dan mobil pengunjung, ditempati mainan anak-anak.

Hanya saja, keberadaan mainan anak-anak itu, tidak banyak berpengaruh terhadap keberadaan kios

“Kalau malam hari, sekitar pukul 21.00 agak ramai pengunjung, duduk di sini minum kopi,” kata salah seorang pemilik kios di bagian depan.

Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah (Diskop UKM) dan Tenaga Kerja Pamekasan, Muttaqin, yang dimintai konfirmasinya mengakui, jika saat ini kondisi sentra PKL Food Colony, yang berdiri di atas lahan seluas 8.855 m2, kios yang ditempati PKL dapat dihitung dengan jari.

Menurut Muttaqin, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seperti itu.

Di antaranya banyak PKL yang terpaksa kembali lagi berjualan di area Arek Lancor.

Walau saat itu pemkab sudah meminta agar mereka menempati kios yang sudah disediakan, namun tak dengan alasan sepi pengunjung.

"Mungkin, untuk membuat Food Colony ramai, perlu penertiban kembali terhadap PKL yang masih berjualan di pinggir jalan dan kawasan Arek Lancor."

"Jika tidak seperti itu, maka PKL terus bertahan di Arek Lancor."

"Dan kenapa sampai sekarang belum dilakukan penertiban, masih ditunda dulu karena ada pertimbangan lain,” kata Muttaqin.

Ketika disinggung alasan PKL tidak mau menempati di antaranya bentuk bangunannya seperti pasar dan tidak dibuat melingkar berbentuk huruf U, Muttaqin menyatakan, jika berbicara keinginan, maka setiap orang mempunyai keinginan sendiri-sendiri.

Sehingga, apapun bentuknya pasti di antara mereka ada yang tidak cocok.

“Kalau dibangun seperti keinginan PKL, maka lahannya tidak akan cukup untuk menampung PKL di sana. Sehingga dibangunlah seperti itu,” papar Muttaqin.

Ketua Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Madura (LP3M) di Pamekasan, Suroso menilai, faktor utama yang menyebabkan hanya beberapa kios yang buka di Food Colony, di antaranya desain pembangunan sentra PKL itu kurang memenuhi syarat dan tidak layak untuk ditempati PKL.

Menurut Suroso, dari beberapa pengakuan PKL yang ditemui dan ditanya kenapa tidak mau menempati lokasi itu, rata-rata beralasan, jika terpaksa menempatinya yang jelas dagangannya tidak laku, terutama yang berada di bagian dalam los.

“Kami kira, alasan PKL wajar. Jika sebelumnya mereka menempati lokasi itu dan kemudian ke luar, lalu memilih berjualan di Arek Lancor kembali, karena bangunannya yang tidak sesuai di hati mereka,” kata Suroso.

Karena itu, kata Suroso, agar Food Colony itu tidak jadi museum, maka bangunan dan tata letaknya perlu didesain ulang.

Entah bagaimana caranya, pemkab lebih paham, karena di sana terdapat dina pekerjaan umum (PU) yang lebih paham tentang bangunan.

Kalau pemkab tidak mampu mendesain ulang dengan konsep yang bagus, undang tenaga ahli dari luar,

Suroso sependapat dengan usulan PKL yang menghendaki bangunan PKL itu berbentuk huruf U. Sehingga semua PKL yang menempati lokasi itu terlihat dari depan.

“Namun sebelum desain ulang itu final, hendaknya mengundang perwakilan PKL, pemerhati PKL, agar terdapat persepsi yang sama, antara kemauan PKL dengan keinginan pemkab. Jangan langsung dibangun dan PKL disuruh menempati. Akhirnya seperti ini,” tambah Suroso.

Ikuti berita seputar Pamekasan

Berita Terkini