Oleh: Sholihin Hasan
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Provinsi Jawa Timur
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA-Salah satu bentuk ibadah yang dilakukan ummat Islam di bulan suci Ramadhan adalah mengeluarkan zakat fitrah.
Menurut pendapat mayoritas, zakat fitrah diwajibkan di tahun kedua hijriah.
Dalam hadits riwayat al-Bukhari disebutkan “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadhan kepada manusia sebanyak 1 sha’ kurma atau 1 sha’ gandum atas setiap orang merdeka laki-laki maupun perempuan, juga atas hamba sahaya laki-laki maupun perempuan yang telah masuk Islam.
Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 65 Tahun 2022 Tentang Hukum Masalah-Masalah Terkait Zakat Fitrah, bahwa zakat fitrah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok dengan kadar 1 sha’ yang jika dikonversi menjadi 2,7 kg beras.
Dalam fatwa itu juga disebutkan bahwa zakat fitrah dapat dibayarkan dengan uang yang diamanahkan kepada amil zakat untuk dibelikan makanan pokok yang kemudian disalurkan kepada para mustahiq (orang yang berhak menerima) zakat, seperti fakir miskin dan lain-lain.
Dalam hukum Islam, ada beberapa ketentuan yang menjadikan seseorang menjadi muzakki atau orang yang wajib mengeluarkan zakat fitrah.
Ketentuan yang dimaksud adalah; beragama Islam, berada di akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal dan telah tercukupi kebutuhan makan, pakaian dan tempat tinggal untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya di hari raya Idhul fitri.
Dari ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa pertama, non Muslim tidak wajib membayar zakat walaupun dia mampu, karena zakat terkait dengan ibadah yang memiliki ketentuan khusus, yaitu beragama Islam. Kedua, bayi yang lahir di malam satu Syawal dan orang yang meninggal di akhir Ramadhan, keduanya tidak wajib dikeluarkan zakatnya karena syarat kewajiban mengeluarkan zakat adalah ia berada di akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal. Ketiga, orang yang kebutuhan makan, pakaian dan tempat tinggalnya belum terpenuhi di tanggal 1 Syawal, maka ia tidak wajib membayar zakat fitrah.
Fungsi zakat fitrah
Zakat fitrah berbeda dengan dengan zakat mal. Zakat mal terkait dengan harta sedangkan zakat fitrah terkait dengan diri seseorang. Menurut Ibnu Qutaibah, zakat fitrah disebut dengan zakat badan. Nama ini diambil dari kata fitrah yang berarti asal kejadian. Dengan demikian, zakat fitrah adalah zakat sebagai pembersih diri manusia sebagaimana zakat mal sebagai pembersih harta dari hak penerima zakat.
Dalam hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah disebutkan “zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari kesalahan dan ucapan yang kurang baik saat berpuasa”. Artinya, posisi zakat fitrah untuk menyempurnakan kekurangan ibadah puasa.
Tidak mengherankan bila kemudian Imam Waqi’ mengatakan “zakat fitrah terhadap puasa Ramadhan seperti sujud sahwi terhadap shalat”. Dalam konteks ini, zakat fitrah menutupi kekurangan kualitas puasa, sebagaimana sujud sahwi menutupi kekurangan shalat karena meninggalkan sunnah ab’ad.
Mengingat posisinya yang sangat strategis kaitannya dengan puasa Ramadhan, tuntutan pelaksanaannya tidak spesifik kepada orang kaya tapi kepada seluruh umat Islam yang tercukupi kebutuhan makan, pakaian dan tempat tinggal untuk dirinya dan keluarganya yang menjadi tanggung jawabnya di tanggal 1 Syawal.
Di samping itu, dalam hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah disebutkan “zakat fitrah sebagai makanan untuk fakir miskin”. Artinya, setelah kita berpuasa, dituntut memiliki empati kepada fakir miskin dalam bentuk zakat fitrah untuk memenuhi kebutuhannya di hari raya Idhul Fitri. Dalam hadits riwayat al-Hakim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Cukupilah para fakir miskin agar tidak meminta-minta di hari raya Idhul Fitri”.
Dengan demikian, kebahagiaan di hari raya Idhul Fitri tidak hanya dirasakan oleh umat Islam yang mampu tapi juga semua lapisan. Semuanya merasa bahagia karena mampu melewati ujian ibadah puasa Ramadhan dan juga bahagia karena tercukupi kebutuhan makannya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com