Bulan Ramadan adalah bulan di mana umat Muslim berlomba-lomba dalam kebaikan.
Selain puasa, banyak amalan lain yang dianjurkan, seperti membaca Alquran, bersedekah, serta melakukan salat tarawih dan tahajud.
Namun, semua ibadah ini tetap harus berlandaskan pada salat wajib yang lima waktu.
Buya Syafi’i Maarif juga menegaskan seseorang yang tidak melaksanakan salat saat Ramadan tetap sah puasanya.
Ia juga menyarankan agar setiap Muslim tidak meninggalkan salat karena salat adalah tiang agama.
Baca juga: Menangis saat Puasa Ramadan, Sah atau Tidak? ini Dalil dan Penjelasan dari Ustaz Maulana
"Tentu puasanya tidak batal, tetapi salat adalah fondasi utama dalam Islam," ujarnya.
Dalam Islam, salat adalah ibadah utama yang membedakan antara seorang Muslim dan orang yang tidak beriman.
Rasulullah SAW bersabda: "Antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan salat," (HR. Muslim).
Hal ini menunjukkan bahwa salat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim.
Meninggalkan salat bisa menjadi tanda lemahnya keimanan dan bahkan dapat mengarah pada kekufuran.
Dalam kitab Fiqih Taqrirotus Sadidah, disebutkan pembatal puasa terbagi menjadi dua kategori:
Muhbithat – Perbuatan yang merusak pahala puasa tetapi tidak membatalkan puasanya.
Mufthirat – Perbuatan yang membatalkan puasa sehingga wajib diganti di hari lain.
Meninggalkan salat termasuk dalam kategori muhbithat, yang berarti meskipun tidak membatalkan puasa, tetap dapat mengurangi nilainya.
Hal ini juga sejalan dengan hadis Rasulullah SAW: