Berbeda dengan Adies, anggota DPR Swedia, Per-Arne Hakansson justru merasa tak pantas diistimewakan lewat tunjangan.
Melansir dari Kompas.com, hal tersebut diungkapkan oleh politikus dari Partai Sosial Demokrat kepada jurnalis BBC News Indonesia, Claudia Wallin pada 2019.
"Kami ini tak berbeda dengan warga kebanyakan. Tugas utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistemewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi," kata ujar Per-Arne Hakansson, anggota DPR dari Partai Sosial Demokrat kala itu.
"Yang membuat kami istimewa adalah kesempatan untuk ikut menentukan kebijakan negara," imbuhnya, sebagaimana dilansir BBC News Indonesia pada 5 Juni 2019.
Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU TNI Jadi Undang-Undang, Berikut 3 Poin Perubahan yang Perlu Diketahui
Semua anggota DPR Swedia tidak mendapatkan mobil dinas atau tunjangan untuk membeli mobil.
Parlemen hanya punya tiga mobil dinas, Volvo S80, dan ini hanya diperuntukkan untuk ketua dan tiga wakilnya dan hanya boleh dipakai untuk tugas-tugas parlemen.
Untuk urusan mobilitas, anggota DPR boleh menggunakan semua trasportasi umum secara cuma-cuma.
Saat ditanya soal mobil dinas, seorang pejabat mengaku tak mendapat fasilitas itu.
"Kami bukan perusahaan taksi," kata pejabat parlemen, Rene Poedtke.
Ia menjelaskan, tiga mobil dinas tak boleh dipakai untuk mengantarkan anggota DPR dari kantor ke rumah.
Satu-satunya pejabat tinggi negara yang punya mobil dinas adalah Perdana Menteri Stefan Lofven.
Anggota DPR Swedia menerima gaji sekitar 6.900 dollar AS atau sekitar Rp 98 juta per bulan kala itu, setengah dari anggota Kongres Amerika Serikat yang menerima gaji 14.000 dollar AS.
Gaji rata-rata di Swedia saat itu adalah 2.800 dollar AS atau sekitar Rp 40 juta per bulan.
Anggota DPR yang mewakili daerah pemilihan di luar ibu kota Stockholm boleh mengeklaim semacam tunjangan harian yang besarannya sekitar 12 dollar AS atau setara dengan Rp 171.000.
Di Stockholm, uang itu hanya bisa dipakai untuk membeli makanan sederhana.