Berita Jember
Ghufron Pimpinan KPK Terpilih Asal Madura Siap Gugat ke MK Beda Usia UU KPK, Begini Isi Curhatnya
Nurul Ghufron Pimpinan KPK Terpilih Asal Madura Siap Gugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Perbedaan Usia UU KPK, Begini Isi Curhatnya.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Mujib Anwar
Nurul Ghufron Pimpinan KPK Terpilih Asal Sumenep Madura Siap Menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Perbedaan Usia di UU KPK,
Dosen Sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember ini juga Menyampaikan Isi Curhatnya soal Polemik Usia di UU KPK tersebut.
TRIBUNMADURA.COM, JEMBER - Komisioner terpilih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menunggu Undang-Undang / UU KPK hasil revisi secara resmi.
Pernyataan ini disampaikan Nurul Ghufron ketika diwawancarai perihal perbedaan usia minimal pimpinan KPK di UU KPK hasil revisi bulan September 2019.
Pada Pasal 29 huruf e UU KPK lama menyatakan syarat pimpinan KPK sekurang-kurangnya berumur 40 tahun.
Sementara, pada UU KPK hasil revisi menyebutkan ketentuan umum pimpinan KPK paling rendah 50 tahun.
Nurul Ghufron, pria asal Sumenep, Madura ini mengatakan, dirinya masih mengetahui revisi UU KPK itu yang beberapa waktu lalu masih di tangan DPR RI.
Dalam draft itu tertulis usia paling rendah pimpinan KPK (dalam angka) adalah 50 tahun, kemudian diikuti dalam kurung tulisan empat puluh tahun.
Ketika itu tersiar kabar jika ada kesalahan ketik.
• Menjelang Pelantikan Jokowi-Maruf Amin, Ini Sikap Keras dan Tegas DPD GMNI Jatim
• Karena Celana Dalam, Cewek Surabaya ini Dituntut Hukuman Delapan Tahun Penjara
• VIRAL di Facebook (FB), Sopir Truk Asal Madura Tabrak dan Lindas Relawan Pengatur Lalin di Pasuruan
• Mahasiswi Picu Laka Beruntun di Jember, Usai Tabrak Motor Lalu Hantam Atoz, Daihatsu Xenia dan Ayla
Saat diwawancarai Surya (Grup Tribunmadura.com), Nurul Ghufron mendengar jika Badan Legislasi DPR RI telah meralat jika batas minimal usia pimpinan KPK yang benar di UU KPK hasil revisi adalah 50 tahun.
"Namun saya tidak bisa menyebutnya itu sebagai kepastian, karena saya belum membaca langsung UU KPK hasil revisi yang telah resmi diundangkan.
Jadi saya perlu memastikan apakah memang benar 50 tahun, atau 40 tahun.
Harus secara resmi yang sudah ada nomornya, atau diundangkan," tegas Nurul Ghufron kepada Surya.
Jika batas usia minimal 40 tahun, maka tidak akan berpengaruh kepada Nurul Ghufron yang saat ini masih berusia 45 tahun.
Namun beda cerita jika batas minimal usia pimpinan KPK adalah 50 tahun.
Jika yang berlaku itu, maka Ghufron terancam tidak bisa dilantik sebagai pimpinan KPK.
Sementara, namanya sudah terpilih secara paripurna di Komisi III DPR RI sebagai komisioner KPK periode 2019 - 2023.
Jika nantinya yang berlaku batas minimal 50 tahun, maka Nurul Ghufron bakal melayangkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jika yang berlaku batas minimal 50 tahun, maka saya akan mengajukan judicial review," tegas Nurul Ghufron.
Nurul Ghufron adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember yang pada September 2019, lalu terpilih sebagai Komisioner KPK periode 2019 - 2023.
Namanya masuk dalam lima nama pimpinan KPK yang terpilih di KOmisi III DPR RI, dari 10 nama yang disodorkan oleh panitia seleksi. Dalam pemilihan di Komisi III, Ghufron mengantongi suara ketiga terbanyak dari lima orang, yakni 51 suara.
Ghufron yang juga mendaftar dalam ajang Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Jember juga akhirnya 'mundur' dari ajang tersebut.
Saat penyampaian visi dan misi bakal calon rektor pada 1 Oktober lalu, Ghufron meminta para pemilik suara di ajang Pilrek Unej untuk tidak memilih dirinya karena dia sudah terpilih sebagai pimpinan KPK.
Dia meminta para senat universitas memilih bakal calon rektor lain. Nurul Ghufron juga memilih turun podium setelah menyampaikan hal itu kepada para pemilik suara.
Akhirnya pada tahapan pemilihan tiga nama calon rektor, tidak ada nama Nurul Ghufron.
Para senat disodori nama Bacarek Dafik, Djoko Poernomo, Agus Lutfi, Zulfikar, Iwan Taruna, Bambang Sujanarko, dan I Dewa Ayu Susilawati.
Dari tujuh nama, terpilih tiga nama calon rektor yakni Zulfikar (44 suara), Iwan Taruna (21), dan Dafik (17).
Pakar hukum tata negara dari IPDN Juanda dikutip dari Kompas.com berpendapat, bahwa Nurul Ghufron terancam tidak bisa dilantik karena UU KPK hasil revisi mengatur pimpinan KPK minimal berusia 50 tahun.
Sedangkan Nurul Ghufron baru berusia 45 tahun.
"Kalau berlaku, berdasarkan undang-undang itu, jelas seseorang yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang itu tidak bisa dilantik" kata Juanda kepada Kompas.com, Jumat (11/10/2019).
Menurut Juanda, pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 pada Desember 2019 mesti didasari pada UU KPK hasil revisi.
Situasi ini menimbulkan problematika karena Nurul Ghufron telah sah terpilih sebagai pimpinan KPK bila berdasarkan UU KPK lama.
"Ini kan membuat seseorang itu dirugikan. Ini harusnya tidak boleh terjadi karena dia itu sudah terpilih, berdasarkan undang-undang lama sah dia, cuma waktu pelantikannya berdasarkan undang-undang yang baru," kata Juanda.
Menurut Juanda, jika Nurul Ghufron dipaksakan untuk dilantik sebagai pimpinan KPK dapat dianggap tidak sah.
Akibatnya, Nurul Ghufron dianggap tidak berhak memperoleh kewenangan sebagai pimpinan KPK.
"Kalau seseorang itu dilantik tidak sesuai undang-undang yang berlaku, konsekuensinya kan cacat."
"Kalau cacat, itu berarti tunjangan segala macam yang ia terima itu terindikasi pada korupsi," tegas Juanda.
Meski demikian, mantan anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu memastikan, Nurul Ghufron tetap dapat dilantik sebagai salah satu komisioner KPK terpilih.
"Tidak masalah. Sama seperti Pasal 69 D itu terkait Dewan Pengawas yang belum terbentuk, terkait tugas dan kewenangan penyidik KPK dalam melakukan penyidikan dan penyadapan, itu menggunakan UU KPK lama," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Menurut dia, ketika Nurul Ghufron resmi dipilih DPR, KPK masih menerapkan UU lama sehingga meskipun setelah itu terbit UU KPK hasil revisi, yang menjadi dasar hukum pelantikan Nurul Ghufron adalah UU lama KPK.
Dikutip dari Kompas.com, Berikut Profil dan Biodata Nurul Ghufron:
Dr Nurul Ghufron, SH, MH merupakan 1 dari 10 orang yang terpilih menjadi calon pimpinan (Capim) KPK periode 2019-2023.
Nurul Ghufron lahir di Sumenep, 22 September 1974, dan berasal dari Madura.
Nurul Ghufron sudah menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) selama dua periode.
Pada periode pertama, dia menggantikan dekan sebelumnya, Widodo Eka Tjahjana yang ditunjuk menjadi Dirjen Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM.
Berpangkat golongan III d, Nurul Ghufron sering menulis karya ilmiah bertema pidana korupsi.
Beberapa contoh di antara tulisan-tulisannya yaitu:
Kedudukan Saksi Dalam Menciptakan Peradilan Pidana Yang Bebas Korupsi
Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor
Komparasi Perlindungan Saksi dalam Sistem Peradilan Amerika Serikat dan Inggris
Selain menjabat sebagai dekan sekaligus dosen di fakultasnya, Nurul Ghufron juga kerap dipercaya sebagai saksi ahli bidang hukum dalam berbagai persidangan.
Pendidikan
Pada tahun 1997, Nurul Ghufron menyelesaikan pendidikan S1-nya di Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej).
Kemudian ia melanjutkan ke Universitas Airlangga (Unair) dan lulus pada tahun 2004.
Pendidikan S3-nya Nurul Ghufron tempuh di Universitas Padjajaran (Unpad) dan selesai pada tahun 2012.
Ketika belum menjadi dosen PNS, Nurul Ghufron pernah memiliki pengalaman sebagai pengacara.
Dia mengungkapkan bahwa pengalaman dan pendidikan di bidang pemberantasan korupsi dapat menjadi bekal untuk memenuhi syarat sebagai kader bangsa.
Nurul Ghufron kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) sudah mengajar di sana sejak 2003.
Pada tahun 2019, Nurul Ghufron masih aktif terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di Unej.
Beberapa mata kuliah yang diajar Nurul Ghufron sebagai berikut:
Sistem Peradilan Pidana
Hukum Acara Peradilan Militer
Legal Opinion dan Legal Memorandum
Perlindungan Saksi dan Korban
Advokatur
Filsafat Hukum
Teori Hukum
Hukum Pembuktian dan Eksekusi
Perbandingan Hukum
Pengantar Ilmu Hukum
Hukum Acara Pidana
Pilihan Penyelesaian Sengketa (*)