Berita Bangkalan
Begini Tanggapan dan Penjelasan Menko Polhukam Mahfud MD, Saat Ulama Madura Sepakat Tolak RUU HIP
Menko Polhukam Mahfud MD memberikan tanggapan dan penjelasan kepada para ulama di Madura terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Mahfud MD mengungkapkan, protes dan penolakan secara pribadi di media sosial dan secara kolektif oleh Bassra kini telah menjalar ke berbagai elemen masyarakat.
"Penolakan pertama datang secara kolektif dari ulama dan Habaib Madura.
Boleh saja dan itu menjadi pedoman pemerintah dalam menilai situasi," ungkapnya.
Melansir dari Catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan Atas Penyusunan RUU tentang HIP pada 22 April 2020, RUU HIP adalah RUU yang diusulkan oleh DPR RI dan disebut telah ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas 2020.

Mahfud menjelaskan, pemerintah dalam hal ini pihak eksekutif telah mempelajari draft RUU HIP yang merupakan usulan dari pihak legislatif tersebut.
Termasuk mempelajari pernyataan para ulama, ormas-ormas yang keseluruhannya menolak dengan sangat keras atas dua hal dan meminta untuk diperbaiki dalam banyak hal terhadap RUU itu.
Lalu apa yang ditolak?
Lanjut Mahfud, bahwa dalam RUU itu ternyata tidak menyebutkan ketetapanan TAP MPRS Nomor 20 Tahun 1966 yang jelas-jelas di situ melarang berkembangnya ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme.
Mahfud memaparkan, disebutkan dalam RUU HIP itu sejumlah rujukan undang-undang termasuk sejumlah TAP MPR.
• Peserta BPJS Kesehatan Ingin Periksa Mata? Tak Perlu ke RS, Mulai Juni 2020 Bisa Langsung ke Optik
• Tetangga Mahfud MD Meninggal Akibat Covid-19, Ibunda Mahfud MD Langsung Dipindah ke Rumah Famili
"Namun tidak disebutkan TAP MPRS Nomor 20 Tahun 1966.
Padahal berkaitan dengan ideologi.
Kok sepertinya ini sengaja memprovokasi," tegasnya.
Penolakan kedua, lanjut Mahfud, Pancasila yang disebut dalam Pasal 7 Ayat 2 dapat diperas menjadi Trisila, trisila diperas lagi menjadi Ekasila yaitu gotong royong.
"Itu ditolak semua masyarakat karena dianggap sebagai pintu awal hilangnya sila-sila Pancasila yang berprinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari sini nanti Komunisme bisa masuk.
Apalagi cantolannya (TAP MPRS Nomor 20 Tahun 1966) tidak dipasang," paparnya.