Demo Pekerja Seni Surabaya
Isak Tangis Penyanyi di Surabaya, Rela Jual Cincin Kawin Demi Bisa Makan, ini Pintanya untuk Risma
Isak tangis mewarnai unjuk rasa yang digelar oleh Aliansi Pekerja Seni Surabaya di depan Balai Kota Surabaya, Rabu siang (12/8/2020).
Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Aqwamit Torik
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Sepi job di tengah pandemi membuat pekerja seni di Surabaya harus berjuang demi bertahan hidup.
Hal itu diungkapkan pekerja seni tersebut saat menggelar aksi di depan Balai Kota Surabaya.
Ia juga meminta kepada Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini agar bisa mendengarkan suara hati para pekerja.
Isak tangis mewarnai unjuk rasa yang digelar oleh Aliansi Pekerja Seni Surabaya di depan Balai Kota Surabaya, Rabu siang (12/8/2020).
Aksi itu terjadi saat salah satu perwakilan penyanyi di Surabaya, menceritakan kehidupannya saat tidak mendapatkan job manggung.
• Pintu Kamar Dokter Wanita Tak Dikunci, Jadi Kesempatan Pelaku Masuk, Rekaman CCTV Jadi Bukti
• Deretan Drama Korea Tayang Agustus 2020, Drakor Secret Forest, Do Do Sol Sol La La Sol, hingga Alice
• Gelar Patroli Rutin, Satpol PP Pamekasan Amankan Pengamen yang Beroperasi di Lampu Merah
Sambil terisak isak, keluhan itu disampaikan di depan ribuan lautan seniman surabaya dan para petugas keamanan yang sedang berjaga jaga di depan kantor Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.
"Mohon bu wali kota, dengarkan suara hati kami.
Cabut perwali nomor 23 sama 33. Kami pontang panting cari makan," kata Desi saat melakukan orasi.
Usai menyampaikan orasinya, kepada awak media, Desi mengatakan, semua usaha telah ia lakukan agar bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarganya sehari hari.
"Cincin kawin sudah saya jual. Walaupun tidak sampai jutaan.
Tapi cukup untuk makan setiap hari. Meskipun tidak tahu sampai kapan," ujarnya.
Desi menyebutkan, kondisi yang berat ini sudah dilalui selama 5 bulan.
Ia juga menanggung kebutuhan sekolah 3 anaknya dengan mandiri.
Lantaran, suaminya sebagai karyawan swasta telah dirumahkan.
"Padahal di bulan bulan tahun kemarin, sebelum puasa dan setelah lebaran, apalagi saat idul kurban dan hari kemerdekaan biasanya banyak permintaan job nyanyi," ungkapnya.
Karena banyaknya agenda tersebut, lanjut Desi, ia sempat kewalahan menolak permintaan dari pelanggan.
Bukan karena tidak bisa, melainkan tidak sanggup menerima semuanya.
"Kami nyanyinya di hajatan dari panggung ke panggung," imbuhnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Reza, penyanyi sekaligus ibu dua bayi itu mengaku, banyak sekali job permintaan yang mendadak dibatalkan oleh tuan rumah.
"Karena tuan rumah takut kena sanksi akibat mengadakan kegiatan mengundang keramaian.
Takut dipenjara.
Kondisi itu mulai terasa pada sekitar 6 bulan yang lalu," ujarnya.
Dengan kondisi itu, ia berusaha menjual barang berharga dan perhiasannya agar kebutuhan rumah tangganya terpenuhi.
Apalagi suaminya juga dirumahkan
Reza berharap, pemerintah bisa memberikan izin pelaksanaan kegiatan keramaian dalam bentuk seni dan hajatan.
"Tolong kasihani kami ibu.
Nasib kami tergantung dari kebijakan bu wali kota," pungkasnya.
Tuntutan pekerja seni
Ada dua tuntutan yang dibawa oleh massa dari aliansi pekerja seni Surabaya saat menggelar aksi di Balai Kota Surabaya, Rabu (12/8/2020). Yaitu, untuk mencabut dua Perwali serta memperbolehkan hajatan dan kesenian di Surabaya.
"Meminta sikap dengan tegas," kata perwakilan massa saat melakukan audiensi dengan perwakilan Pemkot Surabaya.
Menurut mereka, adanya Perwali 28 dan Perwali 33 membuat pekerja seni terdampak.
Ketentuan didalamnya, dianggap menghambat mata pencaharian, seperti sepinya job hajatan dan sebagainya.
Diungkapkan, proses perizinan yang menghambat hajatan berdampak besar pada penghasilan mereka.
Padahal di tempat lain seperti mal, aktivitasnya sudah diperbolehkan.
• Pintu Kamar Dokter Wanita Tak Dikunci, Jadi Kesempatan Pelaku Masuk, Rekaman CCTV Jadi Bukti
• Ramalan Zodiak Cinta Rabu 12 Agustus 2020, Hari Menyenangkan Aries Hingga Kekhawatiran Capricorn
• Dua Lembaga Bimbingan Belajar Ditegur Satpol PP Kota Kediri Setelah Membuka Pembelajaran Tatap Muka
Keluhan semacam itu terus mengemuka dalam audiensi yang digelar di Dapur Umum Balai Kota Surabaya.
Selain dari Pemkot dan perwakilan massa, audiensi itu juga dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti dan anggota DPRD Budi Leksono.
Kemudian juga hadir di lokasi, Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Jhonny Edison Isir.
Kepala BPB Linmas Surabaya Irvan Widyanto yang mewakili Pemkot menanggapi tuntutan mereka.
Menurut Irvan, dalam dua Perwali itu tidak ada larangan mengenai acara hajatan.
Hanya saja, apakah tuan rumah memakai jasa pekerja seni, Pemkot tidak bisa ikut campur soal itu.
"Di dalam Perwali 28 dan Perwali 33 tidak melarang acara sosial budaya salah satunya hajatan, tidak ada larangan," kata Irvan menanggapi tuntutan mereka.
Di Perwali hanya mengatur tentang protokol kesehatan.
Sebab menurut Irvan, esensi adanya Perwali tersebut adalah untuk mengatur protokol kesehatan.
Pandemi Covid-19 harus membiasakan protokol kesehatan.
Rapat itu akhirnya dapat diterima oleh perwakilan massa.