Ghosting
Ghosting itu Wajar? Begini Penjelasan Psikolog Soal Kata Ghosting yang Sedang Populer
Biasanya, ghosting disebutkan untuk seseorang yang sedang menjalin hubungan, namun salah satu pihak malah menghilang.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Aqwamit Torik
Tapi cuma ingin membalas begitu saja sebenarnya.
Jadi siklusnya jadi pelaku bisa jadi, unsur traumatiknya sebenarnya nggak,” tutur Ilham.
Umumnya, lanjut Sekjen Ikatan Psikologi Sosial (IPS) Indonesia itu, peluang atau risiko korban ghosting merasa menyalahkan dirinya sendiri.
“Karena pasti mereka merasa pasanganku atau relasiku karena aku. Nah justru aspek-aspek semacam itu dihilangkan.
Jadi untuk korban ghosting seharusnya tidak menyalahkan dirinya sendiri.
Anggap saja itu adalah kognitif, situasi semacam ini adalah situasi yang umum, yang wajar dalam sebuah relasi,” tambahnya.
Yang terpenting untuk korban ghosting adalah tetap menumbuhkan kepercayaan bahwa ada orang-orang yang lebih baik dari pasangan terdahulu yang membuat dia menjadi korban.
Hal itu dilakukan dengan cara mencari dukungan dari keluarga atau orang-orang terdekat yang memang selama ini bisa memberikan support.
Ilham menjelaskan bahwa harus dipahami bahwa fenomena ghosting adalah fenomena umum dalam komunikasi.
Harus siap secara mental dan kognitif dalam komunikasi virtual.
termasuk dalam banyak varian yang lebih menyenangkan.
“Harus siap dengan model-model interaksi virtual.
Peluang cepat merasa jenuh pasti ada.
Dalam konteks virtual komunikasi, variasi dengan mencari (relasi) yang baru atau lain lebih besar.
Aspek atraktifnya cenderung lebih banyak,” pungkasnya.