Dari Mana Sumber Dana Teroris di Indonesia? BNPT Ungkap Dugaan 7 Aliran Dana Biayai Aksi Terorisme
Gerakan teroris di Indonesia ternyata memiliki berbagai sumber pendanaan agar bisa melaksanakan aksinya. BNPT menyebut jika setidaknya ada 7 sumber
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Aqwamit Torik
Reporter: Luhur Pambudi | Editor: Aqwamit Torik
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Aksi teroris di Indonesia mulai menampakkan diri kembali.
Mulai dari peristiwa ledakan bom di Gereja Katedral Makassar hingga baku tembak di Mabes Polri.
Selain itu, sejumlah terduga teroris juga ditangkap oleh polisi.
Gerakan teroris di Indonesia ternyata memiliki berbagai sumber pendanaan agar bisa melaksanakan aksinya.
BNPT menyebut jika setidaknya ada 7 sumber pendanaan untuk teroris di Indonesia.
Baca juga: Kemenkumham Tak Akui Demokrat Kubu Moeldoko, Partai Demokrat Jember Minta Tak Terlalu Larut Euforia
Baca juga: Teriakan Korban Bikin Bapak Satu Anak yang Baru Mencoba Curi Motor Berakhir di Jeruji Tahanan
Baca juga: Ibu Hamil Boleh Berpuasa, Ini Makanan Rekomendasi Dokter untuk Penuhi Nutrisi Sang Bayi
Direktur Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT-RI), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengungkapkan, terdapat tujuh cara memperoleh pendanaan gerakan yang dilakukan kelompok teroris di Indonesia.
1. Pendanaan melalui Iuran Antar Anggota
Anggota kelompok teror yang berjejaring secara sembunyi-sembunyi (underground) tetap melakukan pembayaran iuran rutin untuk menghimpun dana yang akan digunakan untuk membiayai setiap kepentingan dan misi organisasi.
2. Penghimpunan Kotak Amal
Nurwakhid tidak menampik bahwa kelompok teror tesebut memanfaatkan sarana kotak amal yang di sebar di berbagai area publik di banyak daerah Indonesia.
“Kotak amal seperti yang di Lampung yang kami ungkap itu. Kemungkinan di Jatim juga ini baru kami dalami. Untuk fenomena penggalangan dana melalui kotak amal,” ujarnya dalam wawancara ekslusif liputan khusus (Lipsus) SURYA via Zoom, Minggu (14/3/2021).
3. Melakukan Aksi Kriminalitas dengan Prinsip Fa'i
Fai merupakan suatu prinsip menguasai harta benda orang lain yang dianggap sebagai kafir.
Tak pelak, sejumlah anggota kelompok teror dalam beberapa temuan aparat terlibat dalam aksi kejahatan seperti perampasan, perampokan, pembobolan perbankan, bahkan juga terlibat dengan jaringan narkotika.
“Yang penting mereka ini karena menganggap negara ini negara kafir, negara togut, sehingga dia kelompok teroris ini cenderung menghalalkan atas nama agama,” ungkapnya.
4. Suntikan Dana Jaringan Internasional
Fenomena radikalisme dan terorisme, ungkap Nurwakhid, juga didanai oleh kepentingan politik kotor, yang bersumber dari jaringan transnasional.
“Tapi kalau untuk terorismenya ini bisa jadi juga ada sumber dari beberapa jaringan internasional. Karena jaringan terorisme itu kan transnasional,” tuturnya.
5. Mendulang dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan atau pengusaha, menggunakan penyamaran (Taqqiyah)
Nurwakhid mengatakan, kelompok teroris juga melakukan penyamaran dalam mencari peluang pendanaan yang bersumber dari pengusaha atau perusahaan dengan program CSR.
“Dan mungkin orang-orang kaya yang memang ahli atau rajin sedekah.
Dia kan ndak ngerti, ini siapa, ini siapa, yang penting kan tampilannya kan agamis, pakai jubah, pakai koko, apalah, dengan ayat-ayat,” jelasnya.
6. Donatur Organisasi Ideologi Agama Internasional
Mantan Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polisi Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu tak menampik bahwa donatur internasional yang bersumber dari sejumlah organisasi ideologi besar di Timur Tengah turut menyuntikan dana kepada kelompok teror yang ada di Indonesia.
“Misalnya kayak Wahabi internasional, mohon maaf, ini saya bicara radikalismenya, karena terorisme ini hilirnya, radikalisme itu hulunya.
Misalnya Wahabisasi internasional masih merebak, ada support dana dari internasional, misalnya kayak untuk media, untuk apa yang ini kan juga tetap.
Meskipun belum jaringan teror ini.
Tapi semua paham itu akan menjiwai ke sana,” ungkapnya.
7. Penggalangan Dana Klaim Bantuan Warga di Negara Konflik
Mekanisme pendanaan ini lazim diketahui dari poster dan baliho yang bertebaran di area publik dengan meminta donasi berupa uang.
Uang dapat dikirim melalui nomor rekening perbankan yang tertera di poster atau baliho tersebut.
Klaimnya, uang tersebut membantu warga negara-negara yang sedang menghadapi konflik.
Perihal mekanisme pendanaan ini, BNPT-RI masih terus mendalami keterlibatan sejumlah lembaga-lembaga penghimpun hasil donasi dengan modus semacam itu.
Nurwakhid juga tak menampik bahwa mekanisme pendanaan dengan modus semacam itu diduga kuat menjadi celah pendanaan kelompok teror.
“Iya. Melalui ACT segala macam itu banyak juga yang lari ke sana.
Tidak semuanya pure ke kelompok-kelompok bantuan sosial, atau untuk kemanusiaan.
Tapi juga diarahkan di kelompok-kelompok radikal. Ini masih kami dalami terus,” jelasnya.
Fenomena radikalisme yang belakangan memicu banyak aksi terorisme mengatasnamakan agama Islam, bagi Nurwakhid, merupakan fitnah terbesar yang dialami penganut Agama Islam.
Karena paham ideologi sikap dan tindakan kelompok teror semacam itu, bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Agama Islam yang sejatinya memberi rahmat sekalian alam (Rahmatan lilalamin).
Sebuah prinsip beragama Islam yang mewajibkan penganutnya mengajarkan kelembutan, kebaikan, kasih sayang, dan toleransi.
Radikalisme dan terorisme mengatasnamakan agama adalah musuh agama, sekaligus musuh negara.
Pasalnya, ideologi dan tindakan yang direpresentasikan oleh aksi kelompok teror bertentangan dengan prinsip agama.
Karena menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam, dan memantik waham ketakutan secara mental terhadap Islam, atau populer disebut Islamofobia.
“Musuh negara. Karena sikap tindakannya, ideologi yang di bawahnya, yang diusungnya, bertentangan dengan perjanjian-perjanjian yang sudah menjadi kesepakatan segenap warga bangsa.
Yaitu yang tertuang di dalam konstitusi nasional kita berupa konsensus nasional yaitu bertentangan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” pungkasnya.
Berita terkait teroris