PPKM Darurat

Akibat PPKM Darurat Diperpanjang, Pengusaha Siapkan Skenario Pengurangan Karyawan: Mau Tidak Mau

Meminta pemerintah segera memberikan relaksasi pajak dan subsidi upah kepada pekerja agar pusat perbelanjaan dapat bertahan di tengah PPKM Darurat.

Editor: Aqwamit Torik
Tribunnews/Herudin
Ilustrasi PPKM Darurat di Jakarta Timur - Petugas gabungan Polisi, TNI, Dishub, dan Satpol PP melakukan penyekatan sebelum underpass Jalan Jenderal Basuki Rachmat atau yang dikenal dengan Underpass Basura, Jakarta Timur, Kamis (15/7/2021). Polisi menambah titik penyekatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat termasuk sebelum Underpass Basura untuk mengurangi mobilitas warga. 

"Potensi ledakan PHK ratusan ribu, jika PPKM Darurat diperpanjang jadi enam pekan. Berarti satu bulan setengah, sampai Agustus 2021," tutur Presiden KSPI Said Iqbal.

Menurut Said, buruh yang berpotensi di PHK yaitu di sektor manufaktur, dan perkiraan angka ini hanya untuk wilayah Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.

"Hitungan saya sederhana, angka buruh terpapar Covid-19 itu 10 persen atau sekitar 75 ribu. Kalau penyebarannya makin besar, pabrik mau tidak mau tutup dan tidak ada keuntungan, maka manajemen memutuskan pengurangan," papar Said.

Hariyadi Sukamdani juga meminta kepada pemerintah agar mengizinkan perusahaan industri manufaktur sektor kritikal dan esensial, serta industri penunjangnya, dan industri berorientasi ekspor tetap beroperasi dengan kapasitas maksimal 100 persen karyawan operasional.

"Kemudian 25 persen karyawan penunjang operasional, apabila sudah melakukan vaksinasi dua kali untuk seluruh karyawannya," kata Hariyadi.

Akan tetapi, kata Hariyadi, apabila ada kasus konfirmasi positif Covid-19 dalam industri manufaktur tersebut, evaluasi akan cepat dilakukan dengan menurunkan kapasitas menjadi 50 persen karyawan operasional dan 10 persen karyawan penunjang operasional.

Selain itu, Hariyadi menyebut pemerintah juga perlu mengizinkan industri manufaktur sektor non esensial, serta industri penunjangnya tetap beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen karyawan operasional dan 10 persen karyawan penunjang operasional.

"Jika ada kasus konfirmasi positif, menurunkan kapasitas menjadi 25 persen karyawan operasional dan 5 persen karyawan penunjang operasional," tutur Hariyadi.

Pengusaha juga mengeluhkan tidak adanya bentuan dari pemerintah ke pelaku usaha yang terdampak dari penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor, Yuno Abeta Lahay mengatakan, pelaku usaha sampai saat ini masih ditagih pajak dari pusat maupun daerah, padahal kondisinya sedang mengalami kesusahan keuangan akibat PPKM Darurat.

"Pajak tetap ditagih, mereka beralasan ini sudah sistem. Kemudian sama PLN soal listrik juga sudah diskusi, tapi tidak ketemu jalan keluar," tutur Yuno.

"Saat normal, kami diminta jadi pelanggan yang premium untuk support mereka, kami lakukan. Tapi ketika ada masalah, ternyata susah sekali ada kelonggaran itu dan sekarang kami rasakan tidak ada kompensasinya," sambung Yuno.

Menurutnya, PPKM Darurat yang berlangsung di Jawa dan Bali, juga berdampak terhadap hotel maupun restoran yang ada di daerah karena pasar terbesar berasal dari Pulau Jawa.

"Meskipun hotel masuk sektor esensial dibatasi 50 persen. Tapi kendalanya kedatangan tamu kami, okupansi tidak lebih dari 10 persen, 8 persen sampai 9 persen," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Kemarik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menyebut, PPKM Darurat sangat menganggu dari sisi kegiatan perdagangan, karena lumpuh akibat banyaknya titik penyekatan jalan.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved