Berita Surabaya

Khawatir Tertular, Warga Protes Sekolah Jadi Tempat Isolasi Terpusat Pasien Covid-19 di Surabaya

Gelombang penolakan penggunaan sekolah menjadi tempat isolasi pasien Covid-19 dari warga di Surabaya.

Penulis: Bobby Koloway | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
TRIBUNMADURA.COM/HABIBUR ROHMAN
Warga Kelurahan Barata Jaya, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, menolak SDN Barata Jaya jadi tempat isolasi pasien Covid-19, Jumat (23/7/2021). 

TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Sejumlah warga di beberapa kelurahan di Kota Surabaya resah dengan rencana penggunaan sekolah menjadi tempat isolasi pasien Covid-19.

Warga berharap, Pemkot Surabaya mengkaji ulang program isolasi terpusat bagi pasien Covid-19 yang menggunakan SD di beberapa kelurahan.

Satu di antaranya yang dirasakan warga di RT 3, RW 6, Kencanasari Timur, Kecamatan Dukuh Pakis.

Mereka keberatan jika SDN Gunungsari 1 dijadikan tempat isolasi pasien Covid-19.

"Banyak warga yang menyesalkan. Program ini tanpa sosialisasi dari pejabat pemerintah dan terkesan mendadak," kata Ketua RW 6, Setyo Nugroho, Jumat (23/7/2021).

Baca juga: Muncul Penolakan SDN Barata Jaya Surabaya Jadi Tempat Isolasi Pasien Covid-19, Warga Pasang Spanduk

Ia menuturkan, banyak warga yang khawatir jika tempat isolasi ini justru akan menimbulkan klaster penyebaran Covid-19.

"Mengingat, kawasan ini padat penduduk dan di sekitar sekolah juga banyak manula," kata pria yang akrab disapa Gus Nug ini.

Dari sisi lokasi, letak SD ini memang cukup strategis sebagai tempat isolasi.

Selain akses dari jalan protokol yang relatif dekat, SD ini juga berada tepat di samping Puskesmas Pembantu Gunungsari.

Sekalipun tempat isolasi mandiri ini diperuntukkan bagi pasien Covid tanpa gejala, namun efektif untuk membantu dalam kondisi darurat. Terutama, yang membutuhkan bantuan medis cepat.

Ia lantas mengusulkan sejumlah solusi jalan tengah yang bisa dilakukan Pemkot.

Solusi pertama, yakni mencari tempat lain yang bisa diterima masyarakat. Di antaranya, halaman Balai RW 6 atau halaman Kantor Kelurahan.

"Ini agak berat, sebab harus menyiapkan beberapa fasilitas tambahan seperti tenda yang memang membutuhkan sumber daya lebih banyak," katanya.

Alternatif kedua, yaitu pihak pemerintah harus bisa memberikan pemahaman.

"Warga keberatan bukan berarti menolak. Namun, ada miskomunikasi yang harus diluruskan pemerintah," katanya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved