Berita Sumenep
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Tentang PPKS, Mahasiswi UI Sebut Regulasi Humanis
Kebijakan itu menurutnya, dibuat sebagai langkah yang tepat agar kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi bisa dicegah
Penulis: Ali Hafidz Syahbana | Editor: Aqwamit Torik
Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ali Hafidz Syahbana
TRIBUNMADURA.COM, SUMENEP - Mahasiswa Pascasarjana UI, Dia Puspita mengapresiasi Kemendikbud soal Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS.
Menurutnya, Menteri termuda itu keluarkan sebuah regulasi yang sangat humanis.
Sebab, dengan tegas membuat kebijakan dalam rangka mewujudkan kampus yang aman bagi predator kekerasan seksual di Institusi Pendidikan.
"Permendikbudristek No.30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai Langkah konkret pemerintah, khususnya Kementrian terkait yang menunjukkan bahwa keberpihakan negara terhadap korban kekerasan seksual di ranah institusi Pendidikan itu nyata," kata Dia Puspita pada TribunMadura.com, Sabtu (20/11/2021)
Mendikbudristek Nadiem Makarim katanya, dinilai sebagai Menteri termuda telah menunjukkan kapasitasnya dalam memimpin di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan teknologi Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Presiden Joko Widodo-K.H Ma'ruf Amin.
"Tentu dalam mengeluarkan regulasi yang sangat humanis di ranah institusi Pendidikan," katanya.
Kebijakan itu menurutnya, dibuat sebagai langkah yang tepat agar kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi bisa dicegah dan bisa dilakukan penanganan secara tepat, tentu berspektif gender dan berpihak pada kepentingan korban.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik katanya, mengenai prevalensi kekerasan fisik dan atau seksual menurut latar belakang pendidikan. Yakni, kekerasan fisik dan atau seksual cenderung lebih rentan dialami perempuan berpendidikan tinggi (SMA ke atas).
"Sekitar 4 dari 10 (39,4%) perempuan berpendidikan tinggi mengalami kekerasan fisik dan atau seksual selama hidupnya," katanya.
Sedangkan pada perempuan berpendidikan rendah katanya, angka prevalensi kekerasan fisik dan atau seksual selama hidup lebih rendah yaitu 30,6% (3 dari 10).
Demikian juga pada periode 12 bulan terakhir perempuan usia 15-64 tahun baik dengan latar belakang pendidikan tinggi mengalami kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual dengan tingkat prevalensi yang lebih tinggi (10,5%).
Daripada perempuan usia 15-64 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah (9,3%).
"Dari data diatas dapat dianalisis bahwa perempuan yang berpendidikan tinggi idealnya peluang menjadi korban kekerasan harusnya lebih rendah, namun realitanya justru perempuan yang berpendidikan tinggi lebih rentan menjadi korban kekerasan," terangnya.
Bahkan katanya, pelibatan masyarakat kampus juga sebagai perwujudan gotong royong ala Pancasila dalam memerangi kasus kekerasan seksual. Tentu sebagai elemen masyarakat kampus yang juga harus memegang teguh Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam implementatisinya.
"Permendikbud PPKS ini sebagai panduan dalam penyusunan tahapan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi," tambahnya.
Pancasila sebagai dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mengedepankan manusia yang memuliakan harkat dan martabat manusia dalam kesetaraan.
Dehumanisasi termanifestasi dalam praktek kekerasan seksual yang terjadi perguruan tinggi.
"Permendikbud PPKS itu memberikan kepastian hukum terkait kekerasan seksual di perguruan tinggi. Sebagai mahasisiswa, Permendikbud PPKS ini merupakan inisiatif yang menunjukkan kemajuan serta komitmen pemerintah dalam menciptakan ruang aman yang menghadirkan perlindungan di lingkungan perguruan tinggi," katanya.
Ooleh sebab itu katanya, sudah seyogyanya sebagai satu kesatuan Bangsa Indonesia wajib hukumnya mendukung seluruh kebijakan pemerintah yang memang berpijak pada nilai-nilai Pancasila yang humanistik.
"Nah, salah satunya Permendikbud nomor 30 Tahun 2021 mengenai PPKS ini," ujar Dia Puspita.